Gedung No. 665
Tampak terlihat Zee dan tiga orang lainnya telah berada di depan sebuah gedung berwarna kuning yang sebelumnya mereka lihat di teropong. Setelah melakukan pengamatan dari beranda, mereka sepakat untuk mendatangi lokasi siang itu. Membentuk sebuah formasi, keempatnya bergerak beriringan dan meneliti setiap kondisi gedung. Hanya ada satu jalan masuk dan keluar dari kantor yang tampaknya sudah tidak dipakai lagi, plang yang terpampang di depan berisi nomor 665 itu tampak kusam tanpa perawatan berkala.
Mereka berjalan menyusuri sebuah tempat parkir, keadaan di sekitarnya sangat sepi. Zee memerintahkan Oniel untuk menjaga pertahanan mereka dari belakang sementara ia dan Marsha menyusup ke depan. Indah berada di tengah-tengah untuk mengawasi keadaan.
Mereka bertiga telah sampai di sebuah pintu kayu yang terkunci. Zee yang melihat pintu terkunci berniat untuk mendobrak paksa pintu tersebut. Sebelum ia sempat mengambil ancang-ancang untuk menerjang, Marsha merentangkan sebelah tangannya. Ia menggelengkan kepala. Lalu dengan sigap dari balik kantongnya ia mengambil sebuah kotak kecil lalu berjongkok dan mulai memasukkan semacam besi pipih ke dalam lubang kunci.
Zee meringis lebar ketika menyadari tingkah laku gadis ini, ternyata ini alasan khusus Gracio memilih Marsha, Gadis itu memiliki keahlian membuka bermacam-macam kunci, seorang lockpick.
"Hmm... tak kusangka. Ternyata tidak sia-sia Pak Gracio memilihmu jadi anggota tim ini…" ujarnya sinis sambil terus menatap punggung Gadis itu.
".....Aku baru tahu ternyata kemampuanmu adalah lockpick?"
"Terkejut, Sir?" balas Gadis itu sambil tersenyum. Pintu itu berhasil dibuka dalam waktu yang singkat.
"....Ataukah anda merasa bersyukur karena aku memiliki sedikit keahlian?"
"Huh, anggap saja begitu." balasnya singkat sambil menekan salah satu lubang telinga yang memiliki earpiece.
"Disini Zee, sector clear. Agen Indah, Kau bisa masuk, over."
.
.
.Oniel tidak ikut masuk ke dalam ruangan kantor itu, dia diharuskan menjaga dan melaporkan setiap pergerakan di luar. Zee memimpin kedua rekannya untuk masuk lalu menembak kamera CCTV di ujung langit-langit dengan pistol peredam. Indah dan Marsha kemudian mengikuti ketua timnya itu lalu menutup dan mengunci pintu dan berjalan ke arah sebuah meja kerja.
Terdapat banyak berkas-berkas yang berserakkan tak beraturan disana, mereka bertiga mulai mencari petunjuk. Mereka menggunakan sarung tangan agar tidak meninggalkan jejak, ketiganya membuka satu per satu dokumen dan menjelajahi ruang demi ruang. Gedung yang cukup sempit itu hanya berisi sebuah kamar, ruang kerja yang menyatu dengan sofa, mini-kitchen yang dipisahkan oleh sekat di sebelah ruang kerja, juga sebuah kamar mandi.
Marsha masuk ke dalam kamar tidur dan mendapati ruangan kosong dengan televisi yang masih menyala, lemari-lemarinya juga kosong meskipun keadaan tempat tidurnya cukup berantakan. Ia juga menembak kamera CCTV yang terpasang.
Kemudian Marsha melihat sebuah mangkuk bekas makanan di atas meja kecil di dalam kamar itu. Ia juga melihat beberapa potong pakaian yang ditumpuk di sebuah kursi. Dilihat dari ukurannya, pakaian itu digunakan oleh anak kecil berukuran sepuluh sampai dua belas tahun.
Zee memilih masuk ke daerah dapur dan hanya mendapatkan kantong-kantong makanan yang memenuhi tempat sampah. Beberapa tumpukan piring kosong juga tampak dibiarkan begitu saja, dia kembali ke arah meja kerja, menghampiri Indah yang masih fokus sambil memegang beberapa dokumen. Sang ketua lapangan ini hanya diam dan membiarkan partnernya melanjutkan pemeriksaan.
"Sepertinya ini adalah tempat target disekap." Ucap Marsha ketika keluar dari kamar.
"Di kamar terdapat baju yang ukurannya sesuai dengan usia target kita. Apa kalian menemukan sesuatu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aquiver
ActionTangisan Marsha semakin keras ketika ia menyadari orang yang dicintainya telah tiada. "Selamat tinggal, Gitasena Radheya, aku Marsha Lenathea akan selalu mencintaimu." Disclaimer ‼️ • Cerita ini 100000% FIKSI!!! • BxG • Gender Bender • Mohon maaf ji...