2. Alpha Project

583 85 12
                                    

Seorang bocah laki-laki tampak memejamkan matanya dan berdoa setelah ia melihat sebuah bintang jatuh di malam itu. Anak perempuan yang ada di sebelahnya juga mengikuti tindakan bocah laki-laki itu.

Setelah bocah laki-laki itu membuka matanya, dia menyadari keberadaan seorang gadis cilik yang tengah tersenyum manis ke arahnya.

"Kenapa kau selalu mengkutiku, Marsha? Apa kau mau sekalian aku gendong kemana-kemana?" Ucapnya dengan sinis ke gadis itu.

Marsha malah tersipu mendengar ucapan itu. Gita menatap aneh gadis yang lebih muda darinya itu.

"Kak Gita, Kak Gita. Tadi kakak berdoa apa?" Tanyanya penasaran.

"Hmm... Aku berdoa agar aku menjadi kuat dan hebat. Saat besar nanti aku ingin menjadi seorang agen rahasia yang melindungi keamanan negara dari balik layar. Itu keren sekali kan? Itu cita-cita ku...." Ucap bocah itu dengan mata berapi-api.

".....supaya tidak akan ada lagi orang-orang jahat seperti pembunuh ayah dan ibu." Lanjutnya.

Marsha terdiam mendengar itu. Dua bulan lalu, kedua orang tua Gita meninggal karena perampokan. Gita menjadi yatim piatu. Dia sebatang kara dan hidup di panti asuhan milik negara. Meskipun tampak tegar, Gita aslinya kesepian dan butuh seseorang yang setia mendukungnya. Gadis kecil itu lalu menggenggam jemari Gita sambil tersenyum manis.

"Kak Gita tau nggak, katanya doa orang lain itu lebih manjur loh. Jadi aku juga akan berdoa buat Kak Gita. Kita akan bersama-sama melindungi negara ini. Janji ya?" Ucap Marsha.

"Memangnya tadi kau meminta apa?" Tanya Gita dengan heran.

"Kalau aku mengatakannya, nanti doanya tidak terkabul, tau." Elak Marsha dari pertanyaan Gita.

"Pokoknya janji ya, Negara ini akan kita lindungi dari orang-orang jahat, aku dan Kak Gita, kita berdua bersama-sama!" Ucap Marsha sambil menyodorkan jari kelingkingnya.

Gita menautkan jari kelingkingnya ke jari kecil Marsha. Diiringi senyuman, ia mengacak-acak rambut Marsha dengan senang.

"Iya, iya, aku janji...."

.
.
.

Marsha diam ditempatnya, tak bergerak sedikitpun. Beberapa menit setelah berhasil menenangkan dirinya sendiri, Marsha mulai mengambil foto-foto yang diberikan kepadanya. Satu persatu dilihatnya, foto itu menunjukkan ada beberapa orang yang mengawal anak kecil sambil membawa sebuah tas. Tato di lengan mereka benar-benar sama dengan yang ada di lengan para pengejarnya 3 tahun yang lalu. Mungkin karena itulah Gracio mengaitkannya dengan kasus kematian Gita.

Tidak ada satu wajah pun yang tertangkap oleh kamera, satu-satunya petunjuk adalah orang berjubah yang mengenakan sebuah topeng putih polos. Orang itu terlihat seperti pemimpin mereka. Pandangan Marsha beralih ke foto lain yang menampilkan seorang anak kecil berusia sekitar 10 tahun, tubuhnya kurus dan memiliki kulit putih pucat. Lalu pandangannya beralih ke arah tas yang dibawa oleh orang itu.

"Pak Gracio, saya harus memulai dari mana? Saya baru bergabung 2 bulan di divisi ini...."

"..... Amatiran seperti saya ini, apa tidak terlalu beresiko?"

Gracio mengangguk, mengiyakan semua kata-kata bawahannya.

"Memang beresiko, aku sudah bilang padamu di awal kalau ini akan sangat berbahaya. Tapi semua ini adalah pilihan, Marsha. Kau mau melakukannya demi Gitasena.... Atau melepas kesempatan ini, itu semua terserah padamu." Pertanyaan balik Gracio membuat Marsha terdiam.

"Aku supervisor mu, Marsha. Aku yang bertanggung jawab penuh atas keselamatan Setiap anak buahku. Dan tentunya kau kupilih bukan karena rasa simpati semata tanpa pertimbangan matang. Kalau kau bersedia akan segera kusiapkan sebuah tim khusus untuk menjalankan misi ini. Tapi....."

AquiverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang