6. A Bitter Reality

442 65 13
                                    

08.00, Red District Area

Marsha memasuki salah satu lorong pasar yang dikenal sebagai pasar gelap di timur kawasan red district. Kedua rekannya yang lain berpencar untuk memeriksa daerah lain. Menurut pengalaman Aya, akan lebih aman melakukan penyelidikan di pasar saat pagi hari, karena kemungkinan mendapatkan informasi lebih besar daripada di tempat seperti hotel dan lainnya.

Marsha melangkahkan kakinya dengan hati-hati menyusuri sebuah jalan sempit yang diapit oleh ruko-ruko kecil. Pasar pada pagi ini telah penuh sesak oleh berbagai macam orang dengan bahasa yang berbeda-beda dan mayoritas dari mereka adalah pria.

Marsha mewanti-wanti dirinya sendiri agar tidak tersesat di tempat seperti ini. Matanya tidak berhenti memindai sekeliling, berharap menemukan sosok apapun yang terlihat mencurigakan. Pasar tersebut sebenarnya tersusun rapi dari hitungan blok teratur yang membentuk sebuah persegi dan dipisahkan oleh akses jalan yang dibagi menjadi persimpangan.

Tempat itu dipenuhi oleh asap rokok dan suasananya yang remang-remang. Marsha bahkan tidak bisa membedakan apakah barang yang mereka jual itu legal atau ilegal. Ia berjalan terus sampai tiba di sebuah persimpangan.

Dewi fortuna pasti memihaknya. Muncul dari arah kiri sesosok orang berjubah hitam yang berjalan memunggunginya. Jantung Marsha berdetak kencang karena ketegangan. Sosok didepannya itu menutupi kepalanya dengan tudung dan jelas itu membuatnya sangat curiga.

Jangan-jangan ia salah satu anggota Apsara?

Marsha kemudian berjalan membuntuti sosok itu dari belakang, ia mencoba menenangkan dirinya agar tidak gugup. Dilihat dari perawakannya, itu adalah sosok seorang pria. Sosok itu kemudian berbelok di sebuah gang, Marsha dengan cepat mengikutinya. Ia melihat sosok itu menaiki satu persatu tangga kayu menuju lantai dua pasar. Marsha mengikutinya dan menaiki anak tangga itu perlahan. Ia berhenti di ujung tangga dan memperhatikan gerak gerik pria berjubah itu hingga tidak menyadari ada yang berjalan ke gang itu dan menabraknya.

"Ouchh!" Erang Marsha, tetapi dengan cepat sebuah tangan membekap mulutnya.

Marsha melirik ke belakang kemudian merasa lega. Itu adalah sosok seniornya, Aya.

"Ssssttt... jangan berisik."

Ia lalu kembali mengalihkan pandangannya ke arah sosok tadi, namun sayang sosok itu telah menghilang. Pandangan Marsha lalu beralih ke arah seniornya.

"Senior, aku tadi membuntuti sosok pria berjubah hitam, tapi aku kehilangan sosoknya saat kita bertabrakan tadi. Terakhir kali aku melihatnya ia berjalan ke arah sana." Jelas Marsha sambil menunjukkan arah perginya sosok berjubah hitam tadi.

"Benarkah? Oke, kalau begitu kau terus saja lewati jalan ini. Aku akan mengambil jalan memutar dari blok sebelahnya. Kurasa Zee masih ada di lantai satu. Apa kau memakai transmisi? Hubungi aku dengan itu kalau kau menemukan sosok itu lagi, Marsha."

Marsha mengangguk sambil menunjukkan trasmisi di telinganya. Keduanya lalu berpisah, Marsha meneruskan berjalan ke arah sosok itu pergi, sedangkan Aya berbalik untuk mengitari blok itu. Dia mengecek satu persatu kios yang dilaluinya, namun keberadaan sosok itu masih nihil.

Beberapa meter setelahnya, Marsha menghentikan langkahnya dan bersembunyi ketika ia melihat di depannya tampak dua orang yang terlihat mencurigakan. Dua orang itu menggotong sebuah box kayu dengan ukuran yang besar. Mereka sampai menghalangi jalan pengunjung lain akibat ukuran boks itu. Sepertinya, dua sosok itu ingin membawa boks itu masuk ke dalam sebuah kios.

Marsha melangkahkan kakinya dengan hati-hati mendekati kios itu. Ia lalu mengintip ke dalamnya dan ternyata ia mendapati sosok berjubah hitam tadi ada di dalam kios tersebut. Senyum tipis muncul di bibirnya setelah menemukan target yang ia cari. Ia lalu mengecek keadaan sekitar sebelum menghubungi rekannya lewat transmisi.

AquiverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang