Hari Minggu yang ditunggu-tunggu oleh Arkan akhirnya tiba. Daiyan dan Dara sudah berjanji untuk mengajaknya liburan ke pantai yang masih berjarak cukup dekat dari rumahnya. Arkan tentu saja senang, apalagi sejak Dara bekerja, keluarganya jarang pergi keluar rumah saat hari libur.
"Nanti Arkan mau main air, ya, Ma. Minta tolong bawain baju ganti, Pa," ucap Arkan.
Daiyan memutar bola matanya. "Nyuruh-nyuruh bae," gerutunya pelan.
"Minta tolong, bukan nyuruh," interupsi Dara. Daiyan langsung meringis, kemudian terkekeh pelan sambil mengatupkan tangannya ke depan layaknya orang yang sedang memohon ampun.
"Mainannya udah itu aja? Masukin tas sini," pinta Dara. Arkan yang merasa terpanggil sebab ia yang meminta izin agar membawa mainan, segera mengerjakan perintah Dara. Sementara Dara kembali ke dapur untuk membawa beberapa bekal makan siang dan snack untuk mereka nanti.
"Io mau ain air. Yeye ... yeye...." Dari semua anggota keluarga, tampaknya Gio-lah yang paling bersemangat. Sedari tadi, bocah itu tak berhenti berjalan sambil bergoyang ke sana kemari sambil terus mengoceh tak jelas.
"Gio main pasir aja nanti. Enggak boleh main air. Nanti kelelep. Masih kecil juga," usil Daiyan ketika mereka baru saja duduk di mobil. Daiyan sudah mulai melajukan mobilnya.
Gio yang merasa keinginannya tidak disetujui, segera mengoceh marah. Tentu saja Daiyan senang sebab ia tidak perlu memutar musik selama perjalanan. Ocehan Gio sudah cukup menjadi hiburan tersendiri untuk keluarganya.
Karena jalanan yang cukup macet, mereka sampai di area pantai 2 jam kemudian. Hal itu cukup membuat mood Arkan dan Daiyan sedikit jelek. Apalagi ditambah cuaca yang sangat panas, membuat mereka tampak enggan untuk bermain di pinggir pantai.
"Io mau ain air, Ma." Gio yang melihat gelombang air di pantai langsung berontak di gendongan Dara. Bocah itu sangat tidak sabar untuk bermain air. Sayangnya, ia langsung menangis saat Dara menurunkannya di pasir pantai sebab tidak menggunakan alas kaki.
"Panas banget, Mas. Kita neduh dulu aja kali, ya?" Dara mengusap peluh di dahinya. Dara memang tidak suka berpanas-panasan di bawah terik matahari langsung. Bukan karena takut hitam, tapi karena kondisi tubuhnya yang memang mudah lemas dan lelah ketika kepanasan.
"Ayo kalau gitu." Daiyan mengambil alih Gio yang berada di gendongan Dara. "Kita neduh dulu, ya. Mainnya nanti sore aja kalau udah enggak terlalu panas."
Arkan yang memang sudah kepanasan mengangguk saja. Padahal dalam hatinya ia ingin sekali segera bermain air dan membuat istana pasir. Tapi melihat adiknya yang kepanasan saat menginjak pasir tanpa alas kaki, membuat Arkan mengurungkan niatnya. Meskipun sekarang jika dilihat-lihat, ia tampak lesu dan cemberut.
"Di situ aja," ujar Dara. Ia mengambil tikar yang dibawa Daiyan dan menggelarnya di tempat yang cukup teduh di bawah pohon-pohon cemara yang berjejer.
"Hm ... besok-besok kayaknya kalau mau ke pantai harus berangkat pagi banget. Malesin banget kalau sampai sini udah panas gini," keluh Dara memecah keheningan keluarganya. Dara menyalakan kipas portable yang ia bawa dan mengarahkannya bergantian kepadanya dan Arkan yang kulitnya sudah memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa Rumah Tangga
ChickLitDaiyan menyerah. Pada akhirnya ia harus mengizinkan kembali istrinya untuk kembali bekerja sembari menunggu panggilan kerja untuknya sendiri. Kebutuhan ekonomi yang mendesak serta tabungan yang sudah menipis, membuat Daiyan harus bertukar peran deng...