PRT: 7

424 43 4
                                    

"Kamu ada hubungan apa sama Mas Zen?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu ada hubungan apa sama Mas Zen?"

Dara yang sedang mencuci wadah bekas bekal makan siang mereka tadi langsung terdiam. Daiyan berdiri di sampingnya. Perlahan ia menggeser tubuh Dara dan mengambil alih kotak makan yang masih berlumuran busa sabun cuci piring itu.

"Mas Zen kayaknya suka sama kamu. Tapi kamu enggak suka sama dia, kan?" tanya Daiyan sedikit menuntut. Saat ini hatinya benar-benar sedang tidak tenang. Perkataan Zen siang tadi masih terngiang-ngiang di kepalanya. Kondisinya sekarang membuat kepercayaan dirinya runtuh. Daiyan takut Dara akan pergi meninggalkannya karena ia belum bisa membahagiakan Dara.

"Kamu ngomong apa, sih." Dara mencuci tangannya yang masih penuh dengan busa sabun. Kemudian ia duduk di kursi meja makan, menunggu Daiyan menyelesaikan cucian piringnya.

"Mas Zen bilang dia suka kamu," ucap Daiyan membuat Dara sedikit terkejut. Daiyan duduk di samping Dara, menatap Dara dengan intens. "Dia bilang suka kinerja kamu. Tapi aku yakin bukan cuma itu yang dia suka dari kamu. Dia juga muji-muji kamu. Dia juga bilang ... banyak laki-laki yang bisa bahagiain kamu," lanjutnya. Daiyan menarik nafasnya dalam. "Kamu ... enggak bahagia sama aku?" tanyanya dengan suara pelan.

Dara terdiam. Pertanyaan Daiyan membuatnya sedikit berpikir. Kalau definisi bahagia adalah merasa nyaman, maka Dara akan bilang ia bahagia. Jika definisi bahagia adalah dikelilingi orang-orang yang ia sayang, Dara akan bilang ia bahagia. Jika definisi bahagia adalah bisa merasakan pulang, maka Dara akan dengan tegas mengatakan bahwa dia sangat bahagia.

Kalau bahagia dikaitkan dengan tidak adanya masalah, maka Dara tidak setuju. Toh, kehidupan pernikahannya dengan Daiyan banyak mendapatkan masalah, termasuk yang mereka alami saat ini. Tapi bukankah itu hal yang wajar? Lagipula selama ini, mereka selalu berhasil menyelesaikan masalah rumah tangganya dengan baik.

"Aku bahagia. Jangan dipikirin omongan orang. Aku bahagia punya kamu, Arkan, dan Gio. Jadi jangan mikir aneh-aneh." Dara mengusap pipi Daiyan dengan lembut. Ia tau, saat ini Daiyan sedang gelisah dengan apa yang dipikirkannya. Mengenal Daiyan lebih dari 7 tahun membuatnya cukup tau dengan kondisi mental laki-laki itu. Sama seperti dirinya, Daiyan punya luka masa lalu yang terkadang masih mengganggunya hingga sekarang.

"Aku takut kamu enggak bahagia nikah sama aku," ucap Daiyan yang lagi-lagi membuat Dara hanya bisa mendesah pelan.

Dara menatap suaminya. Memegang kedua sisi pipi Daiyan dan mengarahkan wajah Daiyan untuk menatapnya. "Aku sudah bahagia. Tapi aku masih akan terus nunggu kamu bahagiain aku dan anak-anak kita dengan kebahagiaan lain. Jadi berjuanglah."

Daiyan merasa terharu. Tapi, masih ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. "Pertanyaanku yang awal, kamu belum jawab."

Dara menghembuskan nafasnya kasar. "Aku cerita, tapi kamu jangan emosi," ujarnya memperingatkan. Melihat Daiyan yang menganggukkan kepalanya, Dara kemudian melanjutkan ucapannya. "Sebenernya Mas Zen, em ... kita pernah pacaran dulu. Jauh sebelum aku ketemu kamu."

Papa Rumah TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang