"Mama pulang."
Teriakan Dara membuat Arkan yang sedang mengerjakan PRnya berlari ke depan rumah. Disusul dengan Gio yang mulutnya penuh dengan buah naga. Dara terkekeh pelan saat melihat penampilan kedua anaknya. Sepertinya Daiyan cukup bekerja keras hari ini, hingga anaknya terlihat begitu berantakan.
Dara melepas pantofel miliknya dan meletakkannya di rak sepatu di teras rumahnya. Ia lalu menciumi kedua anaknya gemas. "Kangen," ujarnya.
Terbiasa bersama kedua anaknya sepanjang hari membuat Dara merasakan perasaan aneh saat harus meninggalkan mereka berdua. Ia juga baru ingat jika setelah melahirkan Arkan dan Gio, ia sama sekali belum pernah meninggalkan kedua anaknya itu. Setiap kali Dara pergi keluar rumah, Arkan dan Gio pasti selalu ikut. Entah kenapa, setiap kali ia ingin pergi me time ke luar rumah, ia selalu merasa tidak tega untuk meninggalkan kedua anaknya.
"Gio makan apa? Kok mulutnya merah-merah?"
"Uah aga, Ma. Nis. Io mam ake ndok."
Dara tertawa. "Pinter udah bisa makan sendiri, ya," puji Dara. Tatapannya beralih ke arah Arkan yang tampak kurang bersemangat. Dara mengelus pundak Arkan, lalu memegang dahi Arkan. Ia pikir Arkan sedang sakit, tapi suhu tubuhnya terasa normal.
"Arkan kenapa?" tanya Dara.
"Arkan enggak mau sama Papa," jawab Arkan. Dari nada bicaranya, Dara yakin jika Arkan sedang marah dengan papanya.
"Kok enggak mau sama Papa? Kenapa, coba kasih tau mama."
Arkan semakin memberenggut kesal. Tangannya bersedekap di depan dada dengan mulut yang cemberut. "Papa bohong. Katanya mau beliin Arkan mie ayam kalau Arkan mau sarapan telur gosong. Padahal telurnya enggak enak, Ma."
Dara sontak tertawa. Ia tau betul bagaimana sosok suaminya. Daiyan bukan tidak bisa memasak. Pria itu bisa memasak. Bahkan saat Dara baru melahirkan Arkan, Daiyan lah yang memasak. Tapi, Pria itu adalah tipe orang kurang bisa multitasking dan sedikit mudah panik. Dan sudah lama juga Daiyan tidak pernah memasak lagi. Jadi mungkin karena alasan itu lah suaminya itu terpaksa memberikan telur gosong untuk anaknya.
Tapi, untuk kebohongan yang disampaikan Daiyan, Dara tidak setuju. Meskipun maksud Daiyan adalah untuk menenangkan Arkan, tapi Dara sungguh tidak suka. Dengan begini sama saja Daiyan mengajarkan kepada anaknya bahwa berbohong itu adalah hal yang wajar. Apalagi, melihat kekesalah Arkan, sepertinya Daiyan tidak berusaha untuk menjelaskan sesuatu padanya. Nanti, Dara akan berbincang dengan suaminya.
"Ya udah. Kita masuk dulu, yuk. Nanti biar mama yang bilang ke papa."
Arkan berjalan dulu. Disusul Dara dan Gio yang meminta untuk digendong. Baru satu langkah memasuki rumah, Dara kembali menggeleng-gelengkan kepalanya takjub. "Udah lebih parah dari kapal pecah," gumamnya saat melihat kondisi rumahnya yang berantakan.
Sesaat kemudian, Daiyan muncul dengan keadaan segar. Tangannya menggosok-gosokkan handuk ke rambutnya. Pria itu mungkin baru selesai mandi.
"Udah pulang? Kok aku enggak dengar suara motor kamu?" tanyanya. Ia meletakkan handuk basah yang baru ia gunakan di sofa. "Maaf, ya. Rumah belum sempat diberesin," lanjutnya sembari mulai mengambil barang-barang yang berserakan di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa Rumah Tangga
ChickLitDaiyan menyerah. Pada akhirnya ia harus mengizinkan kembali istrinya untuk kembali bekerja sembari menunggu panggilan kerja untuknya sendiri. Kebutuhan ekonomi yang mendesak serta tabungan yang sudah menipis, membuat Daiyan harus bertukar peran deng...