Aku turut prihatin

239 33 2
                                    

Ruang tamu itu penuh dengan kekacauan menyenangkan setelah sesi maraton bermain game yang melelahkan. Lima pria, sahabat karib sejak kecil, tertidur dalam posisi yang benar-benar konyol, masing-masing dengan caranya sendiri yang unik.

Gempa pria berperawakan tinggi dengan rambut lurus dan halus, tertidur di kursi malas dengan kaki menjuntai ke lantai. Kepalanya miring ke samping, dagunya menyentuh bahu. Satu tangan memegang kontroler game yang kini terjatuh, sementara tangan lainnya menggantung ke belakang kursi.

Blaze terkapar di lantai dengan tubuh setengah telungkup, setengah miring. Dia menggunakan bantal sofa sebagai penyangga kepala, tetapi posisinya jauh dari nyaman. Kakinya saling bersilang, dan satu tangan menutupi wajahnya, mungkin mencoba menghalangi cahaya TV yang menyilaukan.

Solar, laki-laki yang berkacamata dengan senyum lebar bahkan dalam tidurnya, tertidur dengan posisi melintang di sofa. Kepalanya bersandar di pangkuan blaze, sementara kakinya menendang udara sesekali. Kacamatanya hampir jatuh dari hidung, dan dia masih memegang ponsel dengan layar yang menampilkan menu utama game.

Thorn pria berambut cepak, tertidur di pojok sofa dengan posisi yang paling tidak biasa. Tubuhnya melingkar seperti kucing, dengan selimut yang melilit di sekitar kakinya. Dia menggunakan tumpukan bantal sebagai alas, membuatnya tampak seperti bersarang di tengah tumpukan kain yang berwarna-warni itu.

Taufan dengan suara dengkuran yang keras, terbaring di karpet dengan mulut terbuka lebar. Tangan kanannya masih menggenggam sebotol minuman yang kosong, sementara tangan kirinya tergeletak di atas kepala solar. Kakinya yang besar terangkat ke sofa, membuat kakinya hampir menyentuh hidung blaze.

Sekeliling mereka penuh dengan sisa-sisa camilan, botol minuman yang kosong, dan beberapa kontroler game yang tersebar. TV masih menyala, memutar ulang intro game dengan volume rendah. Pemandangan ini sungguh konyol dan menggemaskan, menunjukkan betapa mereka telah bersenang-senang hingga kelelahan, masing-masing tertidur dalam posisi yang konyol.

--------

Ketika cahaya pagi mulai merayap masuk melalui celah tirai, seorang pria dengan mata merah, Halilintar membuka pintu kamarnya dan berjalan menuruni dari tangga. Halilintar yang berperawakan tinggi dan berambut acak-acakan, tampak masih setengah terjaga. Matanya yang lelah mengamati pemandangan di ruang tamu—lima pria gagah berani yang tertidur dengan posisi konyol, sisa-sisa malam permainan mereka yang penuh tawa dan energi terhampar di sekelilingnya.

Halilintar sejenak berdiri di ujung tangga, menguap lebar dan menggosok matanya.

Dengan langkah malas, halilintar berjalan melewati mereka. Dia melewati Gempa yang terkapar di kursi malas, Blaze yang terbaring di lantai, Solar yang melintang di sofa, Thorn yang meringkuk di pojok sofa, dan Taufan yang tergeletak di karpet. Dia menggelengkan kepala sedikit, tetapi senyum kecil tersungging di wajahnya.

Halilintar melihat sebuah ruang kosong di antara Taufan dan Blaze. Dia merapikan sedikit tumpukan bantal dan selimut, lalu dengan gerakan hati-hati, dia berbaring di lantai, mencari posisi yang nyaman di tengah kekacauan tersebut. Menarik selimut dari tangan Thorn yang sedang terlelap, Halilintar menutupi tubuhnya dan memejamkan mata.

Suara dengkuran dari semuanya, meskipun tidak sinkron, memberikan irama yang aneh namun menenangkan. Dalam beberapa menit, halilintar ikut tertidur, bergabung dalam pemandangan konyol yang menggambarkan kebersamaan dan kelelahan. Ruang tamu itu kini dipenuhi oleh enam pria yang terlelap, masing-masing dengan posisi tidur yang berbeda-beda, semuanya tertidur dengan nyaman.

--------

Pintu atas berderit pelan ketika dibuka, dan seorang pria berusia setengah baya muncul dari baliknya. Ia mengenakan piyama hitam dengan garis abu-abu di kerahnya, tampil rapi meskipun baru bangun tidur. Matanya menyipit menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang masuk melalui jendela.

We apologize (Boboiboy x reader) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang