Tak Bisa Diperbaiki II

591 58 6
                                    

Di tengah keheningan yang mengisi ruangan, langkah tenang seorang kakak laki-laki memutus kesunyian di ruang perawatan adik perempuannya yang terbaring tak sadarkan diri. Rambut hitamnya yang mulai disingsingi oleh jejak waktu menciptakan kontras dengan wajahnya yang dipenuhi kekhawatiran yang mendalam. Dengan mata yang penuh penyesalan, ia meraih perlahan helai-helai rambut adiknya yang tergerai, mengelusnya dengan lembut seolah mencari penghiburan dalam ketidakpastian yang menyelimuti ruangan itu.

Dengan seragam sekolah yang kental, lengkap dengan blazer merah yang menonjol, dia menatap kekosongan di ruangan dengan ekspresi yang sarat penyesalan.

"Maafkan kakak ya [Name], kakak seharusnya tidak membiarkan itu terjadi."
Dalam suara yang penuh kesedihan, ia mengucapkan kata-kata yang berat, mengakui bahwa tindakannya mungkin akan menjadi beban penyesalan yang akan terus diembannya.

Dalam keheningan ruangan itu, dengan setiap detik yang berlalu, terasa sebagai perpisahan yang tak terungkapkan. Di dalam hatinya yang teriris, ia merasakan beban penyesalan yang tak terhingga, menyadari bahwa momen ini mungkin menjadi perpisahan terakhir mereka berdua.

Jika bukan karena ayahnya yang memutuskan untuk membawa [Name] dan merawat nya secara langsung maka ia tak akan melakukan hal ini. Ini tak pernah ia bayangkan, bahkan ia merasa sangat menyesal telah melakukan serta membiarkan ia merasakan siksaan yang cukup kejam dari saudara saudaranya

.

"[Name] kakak minta maaf ya."
Air mata tak terbendung akhirnya membasahi pipinya. Dalam suara yang serak oleh emosi, ia mengungkapkan dengan jujur betapa sesalnya.
Dengan penuh harapan ucapan maaf itu didengar oleh [Name].

Dengan sedikit penyesalan, seseorang yang sedari tadi berdiri menyender di ambang pintu dan tak berani masuk untuk mengucapkan salam perpisahan ataupun menatap tubuh tak berdaya itu, dialah Gempa Renata Arfillian sang putra kedua seklaigus saudara kedua dari sang sulung Halilintar Perceval Marius.

gempa hanya melihat dari jauh dan tak berani masuk ke dalam ruangan, sambil melihat dengan intens sang kakak yang diam berdiri membelakanginya menatap ke tubuh tak berdaya [Name].

ia menunggu dengan tenang dan tak mengatakan sepata katapun agar tak menganggu.

setelah beberapa menit akhirnya moment yang penuh dengan kesedihan itu akhirnya selesai, Halilintar sudah pergi keluar dari ruangan itu diikuti dengan gempa, serta [Name] yang ditinggalkan sendirianberada di dalam runagan itu dengan ditemani beberapa alat bantu yang akan menjadi teman yang selalu berada disampinya untuk sementara.

---------------------------

Sinar senja membelai langit, menciptakan warna warna hangat yang melukiskan pemandangan magis. Bayangan panjang-panjang menyiluetkan bangunan bangunan dan pohon-pohon, memberi nuansa dramatis. Di tengah gemerlap senja,waktunya melambat,kehidupan seakan terhenti sejenak karena alangit langit yang memukau, langit senja seakan mengartikan pesan matahari pada bulan yang tak pernah bisa bertemu.

tergantikan dengan warna gelap dengan kelap kelip di sana sini, memang lah tampak indah.

Sebuah rumah yang Megah dengan bunga tulip serta Mawar putih di tamannya,gerbang yang berwarna coklat membuatnya seakan seperti taman, lampu di sekitar pagar menerangi bunga bnga yang didekat pinggir agar semakin terlihat keindahannya.

Rumaha itu bertingkat tiga, dan dihuni oleh 8 orang sebelumnya, namun kini sudah berkurang satu. Tak bisa membayangkan bagaimana rumah sebesar itu bisa diurus oleh 8 orang remaja saja.

Manik mata merah milik Hali hanya melihat sang ayah yang sedang duduk di sofa tepat disampingnya. Ia tak berani berbunyi untuk melakukan obrolan apapun, jika diingat hubungan mereka sebagai ayah dan anak tidak terlalu baik.

"jadi ayah sungguh sungguh ingin membawanya bersama ayah?"Pemilik manik hitam itu akhirnya berbunyi.

sang ayah yang awalnya hanya melihat ponselnya sedari tadi mulai menatap tajam ke arah Hali, karena terkejut dengan apa yang ditanyakan oleh anak pertamanya itu.

Hali yang mengertimengenai tatapn sang ayah langsung menganguk dan memalingkan wajahnya karena atak beranimembalas kontak mata itu.

Atmosfer menjadi tegang, dengan sedikit saja kata kata yang keluar dari mulutnya pasti akan memancing ocehan dari sang ayah.

Berharap untuk tak akan lama lama disini sang figur ayah bagi delapan anaknay itu langsung beranjak sambil membawa jas nya yang ia pakai tadi, dengan tatapan yang tajam ia melihat ke arah Hali, berniat untuk berpamitan sebelum akhirnya ia pergi bersama si bungsu.

namun hal itu diurungkannya, entah apayan terjadi diantara anak dan ayah ini, Amato langsung pergi keluar dan hanya mengatakan tiga pata kata.

"ayah akan pergi"Hanya itu, cukup ironi.

kata kata itu hanya dibalas dengan anggukan segan dari hali.

Dan itulah kata kata terakhir yang ia dengar sebelum akhirnya pergi.

-----------------------------------------------

TBC.

Note:

Hari ku cerah ku~,

Seperti senin terus~,

Ku lihat jadwalku, tampak padat~.

Ku lihat jadwalku, tampak padat~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
We apologize (Boboiboy x reader) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang