Aku Dengar Itu

326 32 13
                                    

□♧◇♤□
Langit senja menunjukkan pesonanya, warna orange sudah melukis langit yang indah ini, menunjukkan sedikit keindahan membuat bulan merasa iri dengan semua hal yang ada di pagi hari.

Jalanan dipenuhi manusia-manusia yang berjalan sesuai arah mereka, trotoar di penuhi para pekerja yang berjalan ke arah 'rumah' mereka.

Senja merupakan salam perpisahan bagi matahari untuk hari ini seakan mengatakan 'hari ini aku pamit dulu ya'

Semuanya sedang duduk di kursi yang berada di Koridor bangsal rumah sakit.
Sedang berunding membicarakan entah kesibukan mereka ataupun kehidupan mereka.


"Gempa"
Panggil sang ayah.

"Ya"
Jawab pemilik nama tersebut.

"Ayah tidak bisa menjaga [Name], kalian yang jaga ya untuk hari ini"
Ucap sang ayah sambil mengangkat telpon dari seseorang.

"Kenapa? "
Tanya Gempa.

"Ada tes uji produk baru"
Jawab sang ayah.

"Bisakah asisten ayah yang menggantikan itu untuk sebentar"
Gempa.

"Tidak, ayah harus melihatnya langsung"

"baiklah, akan kubicarkan dengan yang lain"
Jawab dingin gempa.

Tanpa tunggu lama Amato langsung berjalan mengarah ke lift yang terbuka sambil menjawab telfon, namun yang aneh terdengar suara amukan bahkan suara benda dibanting dari telfon tersebut.
Lift tertutup, memberikan potongan gerakan Amato yang berbicara sambil menunjukkan wajah kesalnya.

'Huh buka urusanku'

Ia berpaling melihat saudara saudara nya yang berbincang dengan seru.
Thorn dengan serunya mempermainkan Blaze dengan pengetahuan nya, dan juga Taufan yang masih bersedi dirangkul oleh Halilintar.

'Aneh, atau memang begini'

Pikiran pertama saat gempa masuk kerumah sakit ini dan melihat saudaranya yang telah lama berpisah karena tujuan hidup masing masing ialah
'bertambah sudah beban ku'

Gempa sengaja membatuk tanpa melepaskan etika batuknya.
Semua nya paham akan ini, gempa berusaha untuk mendapat kan atensi mereka.

Perhatian mereka akhirnya beralih ke gempa saat ini kecuali Taufan yang masih bersedih.

"Jadi ayah tak bisa menjaga [Name] untuk sementara"
Ucap gempa dengan nada berat, ia sebenarnya malas mengatakan ini.

"Kenapa?"
Tanya Ice.

"Ada uji coba produk baru kaganya"
Balas gempa

"Oh begitu"

"Karena itu aku akan meminta seseorang untuk 'sementara' saja menjaga [Name]"
Kata kata sementara gempa tekankan, ia tahu siapa yang ia pilih dan jawaban nya nanti.


"Baiklah, kalau begitu jangan pilih aku"
Hali menatap gempa dari kejauhan, ia tak berani berada di jarak yang dekat dengan gempa.

"Aku meminta kau Halilintar untuk menjaga [Name]"
Ucap Gempa tanpa basa basi lagi

"Tunggu, aku?!, bukan kah sudah kubilang jangan pilih aku"
Halilintar terkejut karena ia yang dipilih.

"Kau harus minta maaf padanya, dan ini sebagai tindakan minta maaf mu"

"Hei aku bisa minta maaf besok"
Itu pembelaannya, cukup singkat tapi berkesan tak tanggung jawab.

"Kenapa, kau ada urusan genting sekarang?"
Tanya gempa

"Ada"
Jawab hali, mengatakan satu kata hanya untuk menghindari situasi yang paling dibencinya.

"Apa?"
Tanya gempa dengan nada suara dingin, terpancar tatapan membunuh dari matanya.

"Tidak, tidak jadi"
Halilintar mencoba menghindar, fakta itu fakta.

"Bagus kalau begitu kau jaga dia di sini"


□♧◇♤□

Di dalam ruangan yang putih bersih, dan dingin, jendelanya sengaja dikunci agar tak dibuka, cairan dari infus ke selang kecil menetes dengan perlahan sebelum di alirkan masuk ke dalam tubuh sang pemilik.

Mata kantuk berkedur sekali sebelum akhirnya terbuka, ia membuka kelopak matanya.

Hal yang pertama kali ia lihat adalah langit langit ruangan.
Menyadari bahwa ada lampu yang terang benderang di sana ia menyipitkan matanya.

Ia merubah posisi nya menjadi duduk.

Manik matanya menjelajah sekeliling ruangan ini, melihat kesana kemari yang pada akhirnya berhenti saat melihat lengan kirinya terbalut kan dengan gips.

"Ini rumah sakit ya? "
Ia bergumama sendiri.

Tiba tiba perhatiannya teralihkan karena suara kegaduhan dari luar ruangannya saat ini.

Ia tak bisa bergerak menjauh dari kasurnya untuk saat ini, ia hanya bisa duduk mendengarkan pembicaraan sambil melihat ke arah pintu.

"Seharusnya kau saja Gempa! "

"Kau harus bertanggung jawab hali, dia begitu karena ulahmu"

"Aku tak mau mengurusnya, [Name] cacat bahkan dia tak bisa berjalan ke toilet sendirian"

"Hali jaga ucapanmu"

"Apa?!, kau salahkan kita semua karena dia lahir diantara keluarga ini, aku bahkan tak menginginkan nya lahir"

"HALI CUKUP!"
Kali ini gempa tak bisa menahan emosinya lagi.

"SEHARUSNYA [NAME] SUDAH MATI SETELAH INSIDEN GEDUNG ITU!!!"

"KAK HALI!"
Kata ini terdengar dikatakan oleh semua orang, aku tak tahu siapa mereka tapi mereka terdengar seperti kakak kakak ku.

Mendengar itu aku hanya bisa pasrah, benar apa yang dikatakan oleh kak hali,aku bahkan tak bisa pergi ke toilet sendiri.

Jika bukan karena alat bantu kehidupan itu mungkin aku tak akan disini.

Aku mungkin lupa posisiku, dan tempatku bukanlah di antara mereka, tempat ku dikamar, hanya kamar.

Aku tetap menatap pintu selagi terlarut dalam pikiranku.

Pintu terbuka, seorang laki-laki dewasa membuka pintu itu awalnya melihat keluar kemudian berpaling melihatku,wajah yang awalnya menunjukkan ekspresi kesal berubah menjadi iba, seakan orang itu dipenuhi dengan rasa bersalah.

Ia melihatku lama sebelum mulai berbicara.

"[Name]"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Kau mendengarnya ya"

We apologize (Boboiboy x reader) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang