We apologize (Boboiboy x reader)

Tak Bisa Diperbaiki

Di dalam kerlipan lampu-lampu steril, nuansa rumah sakit menghantui ruangan-ruangan dengan keheningan yang berat. Aroma antiseptik merayap di udara, sementara langkah-langkah perawat yang cepat dan ringan menciptakan irama yang khas. Dinding putih yang bersih mencerminkan cahaya fluorescent, menciptakan atmosfer yang dingin dan impersonal. Meskipun sejumlah peralatan medis berdering dan berderit di latar belakang, suasana sepi dan cemas tetap terasa. 

Di sudut kamar yang terang, seorang sosok terbaring tanpa gerakan, napasnya tergantung pada alat bantu nafas yang setia. Meskipun tubuhnya dalam keheningan tak bernyawa, alat itu menjadi simbol hidup yang terus berdenyut. Suara desiran udara keluar dan masuk menciptakan melodi yang menghiasi keheningan, seakan-akan menyuarakan kegigihan dan keteguhan jiwa di balik ketidakberdayaan fisik. Wajah yang biasanya penuh ekspresi, kini tampak tenang, tetapi dalam keheningan itu terselip kekuatan yang tak tergoyahkan, meresapi ruangan dengan kehadiran yang tidak terucapkan namun terasa kuat.

Dengan hati yang berdebar, ia melihat melalui celah pintu kamar rumah sakit dengan pandangan penuh kekhawatiran. Cahaya redup koridor memperkuat bayang-bayang kekhawatirannya, dan aroma antiseptik menyemprotkan kegelisahannya lebih jauh. Di dalam ruangan yang terlihat steril, ia mencari tanda-tanda kehidupan dengan mata yang takut. Satu detik terasa seperti jam ketika pandangan itu menyelusuri setiap sudut, mencari jawaban yang mungkin tersembunyi di balik tirai putih dan peralatan medis yang berserakan. Keheningan yang mengejutkan di dalam kamar membuat hatinya berdebar semakin kencang, dan bayang-bayang ketidakpastian menyusup ke dalam benaknya, menciptakan rasa takut yang merayap di setiap pikirannya.

Dari kaca pintu itu ia selalu memerhatikan anak perempua satu satunya tak sadarkan diri, walau ia sudah diberitahu kalau anaknya akan baik baik saja,  tapi tetap saja ia khawatir.

Dalam sudut pandangnya yang penuh kecemasan, setiap detik tanpa kesadaran sang anak terasa seperti masa yang tak berujung, dan bayangan keprihatinan pada wajahnya mencerminkan gelombang ketidakpastian yang menghantui hatinya.

siapa yang tak khawatir jika anaknya jatuh dari lantai 3 , tanpa ada keinginan sediitpun untuk bunuh diri ia terjatuh. bahkan sesosok ayah sambung yang meiliki jiwa ayah sekalipun tetap akan khawatir akan kehilangan salah satu anaknya.

ia berhenti melihat ke dalam ruangan dan berpaling ke arah kursi duduk di koridor, terdapat 7 orang laki laki yang terbilang muda sedang duduk dan 5 diantara mereka menggunakan pakaian seragam sekolah yang ditutupi jaket Bomber, dan 2 diantara mereka menggunakan Blazzer.

mereka semua tertunduk murung, mereka tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.Mereka mendongak setelah mendengar suara langkah kaki yang mendekat mereka, wajah mereka mungkin sudah cemas dengan apa yang mereka lihat itu, Ayah mereka datang dengan wajah kesalnya.

Dengan langkah-langkah tegap dan tatapan tajam, sang ayah mendekati barisan kursi di koridor rumah sakit, di mana tujuh anaknya duduk dengan penuh ketegangan.

Wajahnya yang biasanya hangat dan penyayang, kini dipenuhi dengan bayangan kesal dan kekhawatiran yang mendalam. Suara langkahnya seakan menciptakan dentuman di antara dinding-dinding putih, memberikan nuansa tegang pada kesunyian yang membayang di sekitarnya.

Seiring dia mendekati mereka, tatapannya menelusuri wajah-wajah cemas anak-anaknya satu per satu. Meski hatinya terasa berat dengan beban kekhawatiran, ekspresi kesal di wajahnya tidak dapat disembunyikan. Mungkin itu adalah ungkapan dari ketidaksetujuan terhadap situasi yang menyulitkan ini, atau mungkin juga cara baginya untuk menutupi kecemasan yang tengah merajai hatinya.

Di koridor yang dipenuhi dengan harap dan ketidakpastian, suasana tegang itu seakan terhampar begitu nyata di wajah sang ayah, memberikan dimensi baru pada dinamika keluarga yang dihadapi oleh ujian tak terduga di ruang perawatan.