Pelayan Nafsu

437 32 10
                                    

Melihat anak nya terbaring di kasur yang memiliki motif sama untuk kedua kalinya itu cukup menyakitkan.

Ia duduk di salah satu bangsal rumah sakit ini, ya ruangan ini VIP.
Namun jangan berfikir ruangan ini seperti yang ada di komik dan juga anime.
Ruangan ini memang VIP namun fasilitas nya tak jauh beda dari level 3, yang berbeda ialah terdapat TV 45 inc, kulkas.
Betup ada, shower ada, AC wajib ada, dan juga ruangan nya terbilang besar, sama seperti level 3.

Dan inilah yang dimalaskan oleh Amato.

Amato duduk di sofa yang sudah disiapkan di sisi yang berlawanan dengan kasurnya.
Sambil duduk menyenderkan badannya ke senderan ia melipat tangannya, dan menghela nafasnya.

Dengan wajah malas ia melihat ke arah Halilintar yang duduk di sampingnya.

"Apalagi?"
Nada kesal dan malas sudah ia keluarkan saat ini, hanya menunggu saat dimana ia akan menghentikan nya.

"Maaf yah"
Ucap halilintar yang tertunduk menyesal.

"He'em, bilang aja teru-"

Blaze dengan brutalnya membuka pintu sampai terdengar dentuman antara dinding dan pintu bertemu, ia masuk dengan tergesa gesa.
Amato yang sudah terbiasa dan lelah menghadapi ini, ia hanya bisa menatap kosong langit-langit ruangan.

"Mana! mana! [Name], dia baik baik ajakan?!"
Ucap Blaze dengan keras dan panik.

Ice yang mengikuti Blaze dari belakang, berjalan santai dan tidak panik, sepertinya ice sudah bisa mengendalikan emosinya saat ini.

"Shut!.. Blaze diam ini rumah sakit, ngak boleh berisik"
Ucap Ice dengan suara kecil sambil memasuki ruangan itu.

"Tapi kan gua panik, gua jahat kalo ngak panik"
Blaze membela dirinya.

"Blaze! "

Yah kedua anak itu ber-argumentasi dan..... Ayahnya kelelahan, Amati hanya menatap kosong tetap di posisi awalnya.

"DIAM!!"
Kata kata itu membuat seisi ruangan menjadi sunyi dan senyap.
Hanya dengan satu kata dari seseorang yang berdiri di samping kasur [Name].
Ia mengucapkan nya tanpa tenaga, hanya suara yang dingin dan mengancam.

Orang itu menggunakan setelan jas abu abu dengan tanda pengenal yang berlapis emas di dada kirinya.
Bertuliskan nama dan gelarnya.

"Gempa Renata arfilan"

Yah kakak tertua kedua itu akhirnya muncul untuk menghentikan perselisihan mereka, tidak seperti dahulu, ia biasanya hanya diam dan mengamati, cuek dan masa bodoh dengan situasi sekitarnya.

Tak ada yang berani menentang jika Gempa sudah ikut campur.

Pandangan awal nya tertuju ke arah duo panas dan beku, namun kini sudah berpindah ke arah Hali yang memainkan handphone nya.

Entah apa yang hali lakukan dengan handphone nya tetapi ia terlihat sangatlah sibuk, bahkan ia sesekali tersenyum.

Gempa sudah memerhatikan hali sejak awal, ketika Amato memarahinya dan hali memberi jawaban yang terdengar tidak meyakinkan sampai saat ini.

"Kita baru saja bertemu pagi ini dan kau sudah membuat masalah lagi"
Suaranya terdengar sangat dingin, ini memanglah dirinya sejak dulu tapi dia tak pernah ikut campur dalam masalah keluarga, walaupun itu menyangkut dirinya sendiri.

Gempa berjalan mendekati hali, dengan langkah pelan tapi pasti ia melangkah, suara ketukan lantai dari sepatunya seakan seperti ancama bagi orang disekelilingnya.

Semua orang terdiam kaku kecuali si Sulung ini, hanya peduli dengan handphone nya.

"Aku sedang bicara dengan mu?"
Ucap gempa yang sudah berada di depan hali saat ini.

"Ya... Ya..., akan ku jelaskan nanti, sekarang pedulikan Name saja"

"Apa yang kau mainkan sampai tak sopan begitu"
Gempa langsung merampas handphone yang di sedang dimainkan oleh Halilintar.

Seketika wajah Halilintar langsung menjadi marah, ia melihat wajah gempa yang datar sambil melihat isi handphone itu.

Gempa melihat handphone itu bahkan sesekali ia menggulir keatas.

"Apa isinya kak? "
Biase bertanya dengan polosnya.

"Heh!!, ngak boleh gitu Blaze"
Tegur ice.

"Ya kan gua penasaran"

"Privasi orang"
Ice berkata seperti itu bukan tanpa alasan, hal yang terbilang personal hanyalah rahasia pemilik saja.

□♧◇♤□

Dengan keringat dingin Halilintar menunggu, gempa kini sedang duduk di samping kiri nya sambil melihat lihat isi handphone itu.

Duduk menunduk memainkan tangannya sendiri. Atau mungkin menggigit kukunya sebagai pengalihan kalau ia sedang tenang.

Thorn yang melihat tingkah Halilintar yang begitu langsung berbisik ke Taufan seakan tahu apa yang ada dipikiran Taufan.

"Nih handphone nya"
Akhirnya genpa bersuara setelah berdiam diri.

Halilintar mengangkat kepalanya dan mengambil handphone.

"Apa.yang lo lihat gem? "
Tanya Hali

"Aku lihat semuanya"
Jawab gempa dengan sedikit senyuman di wajahnya, seakan mengatakan "kuaduin ya".

Gempa beranjak dari duduknya dan berjalan dengan salah satu tangan di belakang punggung, ia berjalan mendekati ayahnya sebelum berbisik di telinga ayah hebatnya itu.

Awalnya wajah datarlah yang amato berikan namun semakin lama wajahnya menunjukkan kekecewaan yang mendalam.

"Serius kamu?"
Pertanyaan itulah yang diberikan Amato kepada anaknya gempa.

Gempa mengangguk kan kepalanya memberikan kode bahwa ia serius.

Ayahnya pun membalas dengan berbisik di telinga gempa.

Gempa terkejut dengan apa yang dikatakan oleh ayahnya pada dirinya.
Ia menunjuk dirinya dengan jari telunjuk yang kemudian di balas anggukan kepala.

Dengan wajah sedikit gugup ia menghadap hali.

"Lil"

"Iya, apa? "

"Lu dijodohin"


Note

Mendugongkan.


We apologize (Boboiboy x reader) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang