Tigapuluhtiga

33.9K 4.9K 636
                                    

Napas Mili sempat tertahan beberapa begitu pintu lift terbuka dan menemukan seseorang di depan sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Napas Mili sempat tertahan beberapa begitu pintu lift terbuka dan menemukan seseorang di depan sana. Mencoba membakar segala kegelisahannya, Mili membangun senyum sopan. Meski tentu saja, tidak mendapat sambatan yang bagus dari si sang atasan yang kemudian masuk ke dalam lift. Pintu tertutup, Mili masih mencoba untuk menyapanya sopan. Menganggukkan kepala yang tak kunjung mendapat sambutan. Alih-alih demikian, Tamara justru bersedekap, menatap penuh ketidaksukaan pada Mili yang ia sampaikan terang-terangan.

"Ternyata kamu munafik ya, Mil?"

Mili tahu dirinya mulai gelisah. Hanya ada mereka berdua di dalam sini dan dia tidak bisa berlindung atau kabur ke mana pun. Hanya bisa memasang badannya begitu Tamara membuka suara.

"Saya masih ingat jelas alasan kamu nggak mau bantu saya dekat dengan Arsenal satu tahun yang lalu. Kamu bilang apa? Kamu nggak berani dan nggak akrab sama dia. Gimana ceritanya orang yang nggak akrab bisa ciuman di mobil?"

Mili semakin gelisah. Tangannya sudah saling bertaut di depan tubuh meski kini dia coba memberanikan diri untuk menimpali. Membahas kejadian satu tahun lalu di mana Mili baru bekerja satu minggu. Tamara yang menyambutnya sangat ramah dulu itu menyampaikan niatnya untuk meminta bantuan Mili agar bisa dekat dengan Arsenal. Dia terang-terangan bahwa menyukai lelaki itu. Namun tentu, Mili tidak bisa membantu. Dia tidak berbohong kalau dulu, dia tidak berani dengan Arsenal. Mereka sama sekali tidak akrab.

"Sa—saya—"

"Kamu selingkuhannya Arsenal?" potong Tamara langsung.

Mili langsung menggeleng tegas. "Bukan Bu, sa—"

"Saya tahu Arsenal udah punya pacar dan itu nggak mungkin kamu." Tatap tajamnya bak laser yang memindai tubuh Mili dari atas sampai bawah. Dengan kemudian seringai meremehkannya yang Tamara hadiahkan pada gadis itu. "Saya tahu jelas kamu bukan seleranya Arsenal. Saya tahu mantan-mantannya dari dulu. Arsenal suka perempuan yang cantik dengan tegas. Bukan cewek kampung yang kelemar-kelemer kayak kamu."

Mili langsung menunduk. Tangannya bertaut semakin gelisah. Berikut juga bagaimana dia menggigit bibirnya cukup keras. Sekali lagi, Mili mencoba menguatkan diri. Mengangkat kepala dan menatap Tamara dengan takut-takut.

"Saya bukan selingkuhan Mas Arsenal, Bu. Saya memang pacarnya Mas Arsenal," bela Mili.

Sekali lagi, Tamara mendengkuskan tawa remehnya. Bibirnya masih membentuk seringai dengan tangan bersedekap angkuh.

"Saya baru tahu selain sok polos dan bodoh, kamu juga tukang mengkhayal." Wajah Tamara menatap begitu tegas. "Saya nggak akan diam, Mili. Saya akan kasih tahu pacarnya Arsenal kalau kamu selingkuhannya."

Pintu lift terbuka. Mereka sampai pada tujuan dan Tamara keluar begitu saja dari sana. Meninggalkan Mili yang sempat terdiam sebentar sebelum ikut melangkah keluar dari lift tersebut. Melangkah pelan menuju ruang kantornya. Ini masih setengah hari. Masih banyak jam-jam yang dilalui untuk bekerja dan Mili tidak mau pekerjaannya banyak terbengkalai dengan dia yang kembali bulan-bulanan Tamara.

Dikejar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang