Stalker

2.2K 381 20
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HolaaaaaaaaIkuti juga kisah Acha Jendra di KBM dan KaryaKarsa juga ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Holaaaaaaaa
Ikuti juga kisah Acha Jendra di KBM dan KaryaKarsa juga ya.
Happy reading semuany

"Acha, are you okay, Babe......."

Mungkin aku akan terus bengong seperti orang bodoh menebak siapa orang gila yang sudah beraninya menguntitku hingga bertindak senekad ini jika saja Arin tidak datang dengan wajah paniknya dan langsung memelukku dengan erat seolah dia takut jika aku frustrasi setengah mati atas apa yang aku alami. Ya, beberapa waktu lalu aku memang menelepon Arin dan hanya berkata untuk segera menjemputku di apartemen Narendra karena aku menemukan Narendra tengah hihihohe menodai mataku dengan Nadira, merepotkan memang tapi aku tidak yakin aku mampu berpikir waras saat itu, dan benar saja bukan, saat aku melipir ke coffeshop ini aku menangis seperti anak SMP yang baru putus dengan pacarnya, tapi bagaimana lagi, seumur hidup aku hanya memiliki satu hubungan resmi dan itu pun langsung bertunangan dengan Narendra, aku tidak punya preferensi soal hubungan, dan menyebalkannya justru berakhir dengan perselingkuhan.

Puncak komedi, bukan?

"Rin....." aku membalas pelukan yang diberikan oleh Polwan cantik ini, banyak hal yang ingin aku katakan kepada pacar Faisull ini, dimulai dari Narendra hingga aku diikuti orang gila tapi kenyataannya aku tidak bisa berkata apapun karena pelukan yang ditawarkan oleh Arin nyatanya begitu menenangkan.

"Udah, udah, biarin saja si Naren sama sodara lo yang kek ulat bulu itu meninggoy di tabrak truck. Orang gila mereka. Cup, cup, sayangnya aku, aduuuh kasihannya kamu ini, Cha, Cha!"
Selayaknya seornag Kakak, Arin menepuk-nepuk punggungku, dalam ketergesaan kedatangannya Arin sama sekali tidak memperhatikanku, sampai disaat Arin menyadari jika aku sama sekali tidak menangis atau patah hati, Arin reflek langsung melepaskan pelukannya. Dia melihat mataku yang sembab dan juga hidungku yang memerah tapi aku sudah tidak menangis lagi. "Loh, udah nggak nangis, tah? Nangis kek, histeris kek, apa ngamuk gitu, Cha. Ini tunanganmu baru kegep selingkuh sama sodaramu sendiri loh, bisa-bisanya nangisnya cuma sebentar, kalau aku yang kejadian kek gini nangisnya mungkin sampai tahun depan!"

Mendengar repetan Arin yang kecewa karena aku tidak menangis heboh seperti umumnya ornag patah hati aku langsung memberikan notes kecil yang sedari tadi membuatku penasaran, "coba kasih tahu, gimana gue bisa galau kalau ternyata selama ini ada penguntit gila yang ngikutin! Lu tahu Rin, ini dua makanan favoritku dia yang mesenin, dan lu lihat ini kontak yang baru saja gue telepon, CEO-nya HS Management tempat itu ulat bulu kerja, ngabarin gue kalau pihaknya udah nindak buat mutusin semua kontrak si Nad-Nad bahkan sebelum gue ngomong apapun! Please, dibandingin sama dikhianati duo Setan itu, gue lebih takut sama yang nguntit gue!"

Arin, Polwan yang berdinas di Satlantas kotaku ini menatapku tidak percaya, berulangkali dia melihat notes dan makanan yang ada dimeja begitu pula dengan ponselku yang masih menunjukkan log CEO HS Management, kekesalannya sudah menghilang dan kini berganti dengan keheranan yang sama.

"Ini gimana ceritanya tukang nguntit diuntitin? Gila, dia sampai segitunya loh! Ini cowok kalau tahu lo udah end sama Naren ada kemungkinan lebih nekad nggak sih? Duh, ada-ada saja masalah lo ini?"

"Iya kalau cowok, Rin. Tapi kalau cewek, apa nggak lebih komedi lagi hidup gue!"
Ya, itu yang aku pikirkan, tapi tidak ingin hanya mengira-ngira yang membuatku semakin gelisah karena menebak-nebak, aku lebih memilih untuk mencari tahu agar lebih pasti.

"Mau kemana lo?" Arin mengejarku saat aku beranjak pergi, dia merutukiku karena pergi begitu saja tapi aku mengabaikan makian Arin, kakiku melangkah menuju ruang management, dengan ID yang aku bawa aku meminta untuk membuka CCTV untuk melihat siapa yang memesan minumanku. Jika ada satu hal yang aku sukai dari pekerjaanku, mungkin itu adalah saat aku bisa mengetahui apa yang tidak semua orang bisa ketahui dengan mudah, tanpa ada penolakan pihak management mengizinkanku membuka CCTV kafe membuatku bisa melihat dengan leluasa siapa saja yang berinteraksi dengan waitress yang memberiku notes, dan tanpa aku duga, menemukannya sama sekali tidak sulit, satu sosok pria jangkung yang duduk dua meja dibelakangku tengah menggoreskan penanya saat aku menutup wajahku dengan telapak tangan saat aku menangis. Mundur semakin ke belakang aku melihatnya berjalan mengikutiku masuk ke dalam kafe ini dan dia duduk diam memperhatikanku.

Deg, jantungku serasa berhenti berdetak, reflek aku menoleh ke arah Arin yang juga sama ngerinya sepertiku.

"Rill, lo benar-bener diuntit....."

Ya, aku tahu aku telah diuntit, tapi yang membuatku ngeri adalah aku sangat mengenali siapa sosok jangkung yang bahkan melambaikan tangannya dengan santai ke arah kamera seolah dia bisa menebak aku akan mencari tahu stalker misterius yang mengirimiku notes beserta perintilannya.

Empat tahun penuh aku tidak melihat batang hidungnya sama sekali dan sekarang dia muncul ke hadapanku dengan penuh kejutan.

"Jendra......."

My Innocent MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang