TM 07 || Supir pribadi? 🐾

661 127 72
                                    

Morgan tersenyum tipis, hari pertama sekolahnya sebagai raga ditubuh ketua Anthoni— ada rasa bangga, puas dan tidak sabar menanti moment saat ia menjadi seorang siswa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Morgan tersenyum tipis, hari pertama sekolahnya sebagai raga ditubuh ketua Anthoni— ada rasa bangga, puas dan tidak sabar menanti moment saat ia menjadi seorang siswa. Ya, waktu masih ditubuh aslinya, Eric memutuskan sekolah karena sering bolos dan tidak bisa membayar biaya sekolahnya. Maka dari itu, dirinya tidak sabar untuk mengulang kembali masa putih abu-abu.

Puas menatap dirinya di pantulan cermin, lelaki itu mengambil jaket kebanggan Anthoni serta pin emas terpasang indah di dada kanannya.

Langkah kaki pria itu keluar seraya menyampirkan tas dipundak, lalu berjalan ke arah lift menuju lantai utama. Di meja makan sudah berkumpul keluarga besarnya yang ternyata menunggu kedatangannya.

"Wih! Aura lo setelah koma beda, ya," sanjung Bumi menatap kagum aura yang terpancar dari Morgan membuat orang-orang disana menoleh ke anak busung.

Morgan berdecak kesal. Cowok itu menarik kursi disamping Bumi lalu mendudukkan dirinya disana. Meja makan panjang itu penuh berbagai sarapan pagi mulai dari yang berat sampai ringan.

PunPun tersenyum. "Cepat kalian berdua sarapan, nanti terlambat." Dua anak Adam beda usia mengangguk. Beberapa menit setelah menghabiskan sarapan mereka, Morgan bangkit hendak pamit ke sekolah.

Namun suara berat dari Jevan menghentikan langkah kaki lelaki itu. "Ambil kunci motor ini. Motor kamu 'kan hancur jadi Daddy belikan yang baru. Sekalian, kamu Daddy tugaskan menjadi supir pribadi Gugu." Kalimat di akhir penuh ketegasan itu mengerutkan kening Morgan bingung.

Buat apa dia menjadi supir pribadi maniak lonte?

Mendapat ekspresi yang terlihat tak suka itu— Jevan berdecak kesal. "Turuti aja apa kata Daddy. Anggap aja pelatihan sebagai calon suami," lanjutnya lalu tertawa.

"Cieee..." goda Bumi dengan tampang jahilnya membuat Morgan melihat itu merotasi bola mata jengah.

"Makasih," ujar Morgan pada Jevan. Anak lelaki itu pamit kepada orang tuanya bersama Bumi juga yang bersiap ke kampus.

"Heh, cium tangan gue. Jadi adek itu harus sopan dan patuh sama yang lebih tua," pungkas Bumi merentangkan tangan kanannya pada Morgan saat lelaki itu hendak menaiki kendaraannya.

Bola mata ketua Anthoni melotot tak suka. "Ogah! Gak sudi gue," tukas Morgan menolak keras.

"Lo mau kena kualat, hah? Cepat!" Bumi menggigit pipi dalamnya menahan tawanya agar tidak meledak. Oh, jadi gini rasanya menjahili cowok kulkas berjalan?

Mau tak mau Morgan dengan ogah-ogahan nya mengambil tangan Bumi lalu Salim, dan meletakkannya ke dahi. Kelakuan polos yang Morgan barusan membuat Bumi merindukan adik bungsu mereka. Andai saja waktu bisa terulang kembali, Bumi akan terus menjaga adiknya dan adiknya itu pasti tidak akan kenapa-kenapa apalagi sampai pergi meninggalkan mereka semua.

Bumi tersenyum, lalu menepuk pundak adiknya dua kali. "Hati-hati dijalan. Bawa motornya pelan-pelan aja, dan jangan bawa anak orang ke hotel. Kasihan, gak bisa jalan ntar," ledek Bumi disertai pesan perhatiannya sebagai seorang kakak tertua.

Transmigrasi MorganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang