12.

279 18 0
                                    

VOTE AND COMMENT!!

SORRY FROM TYPO

Sekitar 20 menit berlalu, Yeonjun dan Soobin duduk di salah satu sofa yang sudah disiapkan oleh seseorang. Keduanya menatap matahari yang mulai tenggelam dan langit yang kian menjadi gelap.

Hening.... itulah yang dirasakan kedua insan ini, keduanya sibuk dengan pikiranya masing-masing. Tidak hanya ada Yeonjun dan Soobin di pantai ini, ada beberapa orang yang tengah memperhatikan keduanya dan menjaga sekitar, mungkin hanya Yeonjun yang tidak tau.

"Yeonjun" Keheningan terpecah karena suara Soobin terdengar,

"Eum, ada apa Soobin?" Tatapan bertanya dapat terlihat jelas dari manik indah Yeonjun.

"Kamu sangat menggemaskan" Soobin mencubit pipi chubby Yeonjun yang kian hari makin menggembung dan elastis.

"Hm... jadi Soobin, kamu mau ngomong apa?" Tanya Yeonjun setelah tangan Soobin lepas dari pipinya.

Soobin beranjak dari tempat duduknya beralih berlutut di hadapan Yeonjun seraya menggenggam tangan mungil Yeonjun, kecupan-kecupan kecil tangan Yeonjun dapatkan pada setiap inci salah satu tangannya.

"Sebelumnya saya minta maaf Yeonjun jika mengecewakan, entahlah perasaan ini muncul begitu saja. Saya nyaman, saya senang, saya bahagia berada didekatmu Yeonjun. Maaf jika saya memiliki perasaan lebih terhadapmu Yeonjun, saya tidak berharap perasaan saya dibalas secara demikian. Tapi... Huft... Jika kamu berkenan, maukah kamu menjalin hubungan lebih bersama saya Choi Yeonjun"

Hati Yeonjun sempat berhenti sesaat, entahlah rasanya senang tapi... ia juga ragu untuk menjalin hubungan lebih dengan seseorang, ini adalah kali pertamanya ia memiliki perasaan lebih terhadap seseorang, dan ini juga kali pertama seseorang berani mengungkapkan perasaannya kepada Yeonjun.

Jangan heran Yeonjun serta kedua saudaranya baru boleh diperbolehkan menjalin hubungan lebih dengan seseorang, semua itu dilakukan karena orang tua mereka belum rela jika ketiga anaknya sudah besar dan memiliki kekasih?. Jangan mengira jika tidak ada yang menaruh perasaan pada tiga bersaudara ini, banyak yang menaruh perasaan pada tiga bersaudara ini bahkan sampai ada yang terobsesi.
Jika dua anak terakhir memang sedari dulu tidak ada yang berani mengumkapkan perasaannya karena sang anak pertama yang memberikan ancaman dan tatapan membunuh pada orang yang menaruh perasaan terhadap kedua adiknya, hal tersebut mampu membuat mental semuanya menciut. Jika ditanya soal kakak pertama, kata confess sudah menjadi makanan sehari-harinya.

"Soobin... Aku juga memilikinya persaan yang sama terhadapmu, tapi... Entahlah, sebelumnya tiada yang berani menyatakan perasaannya terhadapku, dan... ini adalah kali pertama aku jatuh hati pada seseorang. A-aku juga tidak pernah memiliki kekasih sebelumnya. Jadi Soobin... tolong beri aku waktu"

"Baiklah" Soobin tersenyum tulus sembari mengusak helaian rambut Yeonjun yang sedang menunduk.

.

.

.

Keheningan melanda keduanya selama beberapa saat. Yeonjun terlihat tengah memikirkan sesuatu hingga menundukkan kepalanya, menyesal. Sementara Soobin memainkan benda pipih yang tengah menampilkan barisan-barisan kata yang disusun dari berbagai karyawannya.

"Huft... kenapa diam saja Yeonjun?"

"Tidak usah dipikir, sekarang ayo makanlah"

Makanan keduanya sudah sampai dari beberapa saat yang lalu, makanannya terlihat begitu menggiurkan.

"Baiklah Soobin"

Keduanya melahap makanan masing-masing.

.

.

.

"Huft..."

Angin malam berhembus kencang meniup wajahnya, kali ini tiada bintang yang menerangi langit malam, sudah bisa ditebak bahwa malam ini hujan akan turun lebat membasahi kota Seoul.

Yeonjun sedang menelusuri trotoar, kerikil kecil yang tidak tau apa-apa terus melayang kerena tendangan anak kedua dari pasangan namjin ini.

Semenjak Soobin menyatakan perasaannya, Yeonjun dilanda rasa kecewa yang amat sangat dalam, kecewa dengan perkataannya sendiri. Setelah Soobin menyatakan perasaannya Yeonjun mejadi orang yang murung dan pendiam. Keempat sahabat Yeonjun jelas bingung dengan perubahan sikap Yeonjun dan lagi Yeonjun terlihat seperti menghindari mereka, keempatnya mencoba mencari tahu sendiri, tapi hasilnya nihil.

Hujan turun lebat, presetan dengan dirinya bisa jatuh sakit Yeonjun tetap menyeret kakinya mejahu dari rumah, ia butuh ketenangan sekarang.

Hujan lebat disertai dengan nyaringnya suara petir bisa membuat Yeonjun takut mampus. Pada akhirnya Yeonjun bersembunyi pada bawah kolong perosotan yang ada pada taman bermain.

"Hiks... mama Yeonjun takut" Suara isakan tangis terdengar jelas dari Yeonjun.

Hujan turun begitu lebat seperti tidak ingin berhenti sesaat saja.

Kain yang menutupi tubuh Yeonjun mulai basah, Yeonjun diam berharap akan ada orang yang ia kenal lewat dan membawanya menjauh dari sini.

.

.

.

Lelaki tampan dengan jabatan sebagai CEO di perusahaan terkenal kini tengah mengemudi mobil kesayangannya menuju rumahnya, ia baru saja selesai dari pekerjaan membosankannya.

Mobilnya berhenti didepan gerbang taman bermain karena melihat seseorang sedang duduk meringkuk dibawah perosotan.

Soobin turun untuk memastikan firasatnya.

'Semoga saja bukan'

Kaki jenjangnya terus bergerak mendekat, tangannya terulur untuk menepuk bahu seseorang yang tengah meringkuk ini

"Yeonjun!?"

Tubuh Yeonjun ambruk ke pasir yang sudah basah karena air hujan, wajah pucat dengan mulut yang terus bergetar serta mata yang tertutup, hal tersebut mampu membuat siapa saja panik.

Tubuh lemas Yeonjun digendong dan dimasukkan pada mobilnya.

.

.

.

"Ugh..."

Tubuh Yeonjun menggeliat tidak nyaman, tubuhnya terbaring lemah pada ranjang seorang lelaki tampan.

Soobin yang tengah duduk dipinggiran ranjangnya menoleh kearah Yeonjun yang sedang membalik-balikan tubuhnya tidak nyaman dengan mata tertutup rapat.

"Uhh... Hiksd Soobin... Soobin maaf..."

Soobin menempelkan telapak tangannya pada kening sang empu. Hangat... itu yang ia rasakan.

Soobin berlalu pergi dari tempat empuk itu untuk mengambil kompresan bayi.

Malam berlalu dengan Yeonjun yang tidak dapat tidur dengan nyaman, dan Soobin yang tidak tidur karena merawat sang pujaan hati.

CEO Tampan || SoobjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang