Chapter 01.

11.8K 667 8
                                    

Suasana malam di kota Barion saat musim hujan sungguh sejuk,  bertepatan dengan malam minggu membuat orang-orang asyik menghabiskan waktu untuk keluar dari rumah, mencari makanan hangat berkuah guna mengenyangkan perut sekaligus menghabiskan waktu bersama keluarga.

Tak terkecuali dengan warung makan yang tepat berada di depan rumah seorang perempuan bernama Saina Lilian Safira. Warung makan tersebut terlihat ramai dengan pengunjung bahkan ada beberapa kendaraan pengunjung yang turut terparkir di halaman rumah milik perempuan itu.

Pandangan sendu Saina lempar ke arah warung makan tersebut, membayangkan kenangan indah bersama sang suami yang tak akan pernah hilang meski Saka--sang suami--sendiri telah pergi untuk selama-lamanya.

Saka Sanjaya Natanael namanya. Pria baik yang Saina sia-siakan kebaikannya hanya karena pemikiran salah. Dulu, kejadian cinta satu malam bersama Saka membuatnya menganggap bahwa Saka hanyalah seorang perusak hidupnya. Padahal, kejadian sebenarnya adalah Saina yang memaksa pria tersebut untuk menyentuhnya demi menghilangkan pengaruh zat Afrodisiak yang kala itu mengalir di peredaran darahnya.

Akibatnya, ia hamil dan diusir oleh kedua orang tuanya. Semua orang yang ia hubungi tidak menggubris permohonan Saina untuk menumpang barang semalam saja. Mereka seolah tuli, tak peduli dengan Saina yang mengemis.

Hanya Saka...

Hanya Saka yang menerimanya dengan tangan terbuka. Pria pemilik warung kecil yang telah menghamilinya rela bertanggung jawab penuh terhadap hal yang sebenarnya bukan ia tersangka utamanya. Pria yang kala itu masih berusia dua puluh tahun dan mengenyam pendidikan di bangku kuliah rela mengubur impiannya hanya untuk menafkahi Saina.

Saka--pria yatim piatu itu mencintainya, tetapi tidak dengan Saina. Pemikiran kolotnya membuat gadis itu mengupayakan segala hal untuk membuat pria itu menderita. Saina tahu, ekonomi Saka tidaklah stabil bahkan terkadang warung makan yang ia kelola mengalami kerugian. Memanfaatkan hal tersebut, Saina mulai meminta hal-hal yang semakin memberatkan Saka dari segi ekonomi, bahkan Saina meminta pada pria itu untuk mengizinkan dirinya melanjutkan pendidikannya di bangku kuliah.

Tentu saja Saka menolak karena alasan ekonomi. Ia membujuk Saina untuk meminta hal lain bahkan saat itu Saka sampai menitikkan air mata karena perasaannya yang tidak karuan akibat keras kepala seorang Saina. Pada akhirnya, Saka mengabulkan permintaan istrinya setelah Saina mengancam menggunakan janin yang ia kandung.

Berkat hal tersebut, ekonomi semakin menurun. Saina juga mengalami keguguran membuat Saka mengidap depresi dan setiap hari harus meminum obat depresan agar emosinya tetap terkontrol. Warung makan yang ia kelola juga akhirnya bangkrut membuat Saka harus menjualnya kepada orang lain. Saina juga menghentikan kuliahnya di tahun ketiga, tepat saat gadis itu akan menginjak semester ketujuh.

Semuanya terjadi begitu saja dan barulah penyesalan perlahan melingkupi hati Saina. Hatinya sakit melihat pria yang selama ini memperlakukannya baik harus bertahan di bawah sebotol kecil obat depresan. Sebenarnya keadaan Saka bisa pulih jika melakukan terapi tetapi apa daya, mereka tak punya materi lagi, sampai akhirnya Saka benar-benar meninggal akibat bunuh diri meninggalkan Saina bersama penyesalan.

Kilas balik masa lalu tersebut membuat luka hati Saina semakin terbuka lebar. Perempuan berusia dua puluh lima tahun tersebut beralih meraih ponselnya kemudian membuka riwayat pesan pada ponsel pintar yang ia miliki.

Saina membuka ruang obrolan tiga tahun lalu bersama Saka. Membuka satu persatu riwayat pesan suara yang pria itu kirim untuknya saat ia masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah. "Sayang, jangan lupa makan siang ya. Warung rame, nih, jadi aku gak bisa kirim pesan."

Dulu, Saina mengacuhkan segala pesan Saka. Ia bahkan memblokir nomor pria tersebut sampai Saka sendiri yang harus membuka blokirannya. Namun sekarang, Saina benar-benar merindukan pria baik tersebut. Segala cara ia lakukan untuk mendapatkan kembali segala sesuatu yang sekiranya dapat mengenang Saka, salah satunya adalah pesan suara ini. Ia bersusah payah mencari kartu penyimpanan yang memuat pesan antara dirinya dan Saka dua sampai tiga tahun yang lalu.

"Kamu juga, Mas... Jangan terlalu lelah ya, aku di rumah menunggu..." lirih Saina. Dirinya bak orang gila berbicara dengan suara Saka hanya demi mengobati kerinduan. "Mas, Saina menyesal. Bisakah aku mengulang waktu?" lirihnya.

Saina meletakkan gawainya di sebelah bantal kemudian merebahkan tubuh kurusnya di atas kasur. Perempuan yang saat ini berusia dua puluh lima tahun tersebut menangis dalam diam, lagi-lagi berharap untuk kembali ke masa lima tahun lalu, saat dirinya dan Saka mulai menjalin ikatan pernikahan.

Rasa sesak pada dadanya membuat Saina sulit bernapas. Beberapa kali perempuan itu menggunakan kepalan tangan untuk menepuk-nepuk dadanya agar napasnya kembali lancar. Tetapi naas, bukannya membaik justru jantungnya terasa diremas. Mata Saina sayu, ia tahu, tampaknya ini akhir dari hidupnya. "Saka, aku datang," batinnya sebelum mata bernetra cokelat tersebut benar-benar tertutup.

TBC.

Bengkulu Utara, 30 Juni 2024.

EnervateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang