Awal dari Semuanya
Bandung, Oktober 1995ITU merupakan kali pertama aku bertemu dengannya. Kami berdua berada dalam satu kelas yang sama, ketika aku baru saja naik tingkat dari Sekolah Dasar menuju Sekolah Menengah Pertama.
Aryani Sekar Wangi...begitu dia memperkenalkan namanya di hadapan kami semua. Ada yang kemudian mulai tumbuh dalam benakku perlahan. Itu adalah hasrat rasa ingin tahuku kepadanya yang begitu dalam. Aryani berhasil memikat diriku tanpa perlu menatap mataku. Ia seolah memiliki magis, yang berhasil meruntuhkan pertahanan jiwa ini.
Sebenarnya ini adalah hal yang bisa dibilang terlalu cepat. Tumbuhnya rasa dalam benakku ini mungkin bisa dibilang sebagai ‘cinta monyet’ yang belakangan baru muncul sebagai istilah baru bagi perasaan yang tumbuh dari anak belia sepertiku. Cinta semacam itu bisa saja akan hilang terkikis oleh zaman, dan kemudian digantikan ketika kita sudah mulai beranjak dewasa.
Namun, hari demi hari yang kulewati ketika aku duduk di bangku SMP, membuat rasa itu benar-benar semakin tumbuh, dan tidak bisa aku kontrol. Perasaan yang menyeruak dalam dada itu kemudian mulai berani kuutarakan saat kami berdua beranjak naik ke kelas 2 SMP. Saat itu, kebetulan aku dan Aryani berada dalam satu kelompok tugas yang sama. Itu adalah sebuah tugas kelompok dari Pak Endang—Guru Bahasa Indonesia. Tugas yang Pak Endang berikan kepada kami adalah tugas berupa menyusun naskah drama yang kemudian harus kami tampilkan di depan kelas pada pertemuan berikutnya.
Saat itu, kelompok kami berisikan 7 orang. Diantaranya: Aku, Aryani, Fajar, Saepul, Ega, Jayanti, dan Adit. Ketika kelompok lain sudah siap dengan naskah drama mereka, kelompok kami masih ketar-ketir memikirkan ide cerita yang hendak kami tampilkan. “Biar aku saja yang urus,” ucapku seketika. Entah, apa yang ada di pikiranku pada saat itu, sehingga aku bisa mengucapkan hal seperti itu dengan begitu yakin.
Aryani tersenyum. “Kalau begitu, kami tidak perlu khawatir. Aku tahu kamu sudah menelan banyak buku selama hidupmu. Hal seperti ini akan terasa begitu mudah, bukan?”
Seketika, jantungku mulai berdetak lebih cepat dari biasanya. Sepertinya, ia akan keluar dari tempatnya, dan kemudian meledak berhamburan.
“Yakin teu maneh, Gah?” tanya Saepul.
“Harus yakin atuh...” jawabku.
“Aku sih yakin...” timpal Aryani. Lagi-lagi, senyumannya itu mampu meruntuhkan semestaku.
Hingga tibalah kami di hari pementasan drama itu dimulai. Terus terang, pada saat itu aku masih mengantuk. Semalaman suntuk aku baru selesai mengerjakan naskah drama tersebut. Bagiku, ini adalah janji yang harus ditepati olehku sebagai seorang laki-lak sejati. Meskipun aku tidak tahu hasilnya akan menjadi seperti apa.
“Kamu gimana sih...kenapa baru selesai? Kita kan jadi nggak bisa menghafal naskahnya!” protes Ega.
“Maaf...”
“Kita masih punya waktu 2 jam untuk menghafal,” ucap Aryanti tenang, dan itulah yang aku suka darinya.
Nasib baik bagaikan ditakdirkan untuk kami. Kelompok kami masih bisa untuk menghafal naskah drama tersebut, karena giliran kami tampil ada di urutan kelima. Meski sedari tadi Ega dan Jayanti terus menerus protes dengan tulisan ceker ayamku yang tidak bisa dimengerti dengan jelas.
Setelah beberapa kelompok sudah tampil di depan kelas, sebenarnya aku hendak melayangkan protes kepada Pak Endang. Ternyata, banyak dari kelompok lain mengambil naskah drama yang sudah ada sebelumnya. Seperti: Sangkuriang, Si Kancil, dan cerita lainnya yang bisa dibilang sudah populer.
Aku seperti tengah dicurangi, karena semalaman suntuk aku berjuang untuk menyelesaikan naskah drama karanganku sendiri. Namun, naskah yang kemudian kuberi judul “Perjalanan Maman menjadi Presiden” itu kemudian ditampilkan di depan kelas, dan mendapatkan tepuk tangan yang meriah. Sungguh, itu sangat di luar dugaan. Pak Endang menanyakan siapa pengarang dari cerita tersebut, dan aku dengan gagahnya mengacungkan jariku. Pak Endang kemudian memberikan nilai A untuk penulisan naskah dan penampilan kami.
SORE itu udara dingin mulai menyelinap masuk ke dalam pori-poriku. Kami berdua berjalan kaki bersama untuk mencapai rumah. Entah, kenapa pada saat itu kami bisa berjalan beriringan. Yang jelas, aku sangat senang bisa banyak meluapkan ceritaku kepadanya. Dan di hari itu pula, aku mulai memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku.
Awalnya, Aryani tampak malu-malu ketika mendengar perkataan dari laki-laki konyol di sampingnya tersebut. Hingga kemudian ia menatap mataku dengan senyuman yang begitu manis. “Jangan pernah mencoba merayu seorang perempuan, jika kamu bahkan tidak mampu memegang kata-katamu sendiri,” ucapnya.
Di hari-hari berikutnya kami jadi sering bertemu, entah itu di sekolah, ataupun bahkan di luar sekolah. Pertukaran informasi dan cerita selalu menjadi bumbu dalam pertemuan kita. Itu merupakan bagian pelengkap di mana kedua raga yang saling jatuh cinta memulai pendekatan satu sama lain.
Masih kuingat hari itu. Itu adalah sebuah Rabu siang yang cukup damai di Baleendah. Kami berdua tengah berjalan, dan kemudian menemukan sebuah tempat di mana halte itu berdiri. Kami melihat tempat yang asri itu, dan tanpa berpikir lama-lama untuk menentukannya sebagai tempat pertemuan kita.
Sebuah halte yang tampaknya sudah tidak digunakan lagi itu, memiliki sebuah daya magis tersendiri bagi kami berdua. Selain rindangnya pohon mangga yang menyeruak di sebelah halte tersebut, tempat itu pun letaknya lumayan begitu jauh dari jalanan utama, tempat pusat keramaian itu berada. Di pertemuan kami berikutnya, kami pun mulai banyak menumpahkan cerita di halte tersebut, yang kemudian kami berdua sebut sebagai ‘markas rahasia’.
“Oh iya...kamu kan suka baca buku. Ada rekomendasi buku yang wajib aku baca nggak?” tanya Aryani seketika.
“Kamu mau baca?” aku berbalik tanya.
Aryani menatap langit. Lalu kembali menatap ke arahku. “Sepertinya kamu menikmati hal tersebut. Jadi, apa salahnya aku untuk memulai.”
Hingga di pertemuan berikutnya, aku pun membawa buku Harimau! Harimau! Karya Mochtar Lubis. “Kamu harus baca ini. Anggap saja sebagai permulaan...” kataku kepadanya.
Aryani tersenyum dan menerima buku dariku tersebut. “Aku akan membacanya!”

KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Terakhir Untukmu
Teen FictionBagaimanakah perasaanmu jika terlahir kembali dalam raga seorang anak yang ternyata adalah anak dari mantan kekasihmu? Jadilah saksi bagaimana perjalanan Aryani dan Gagah menyelesaikan masalah mereka berdua. *** Highest rank: #2 Aryani (3 Juli 2024)...