-13

329 71 36
                                    

Ruangan itu lumayan remang-remang. Apalagi untuk ukuran sebuah mahkamah agung di Shelter Paris.

Sebuah furnitur panjang dibentangkan di bagian depan ruangannya, dan diduduki oleh hakim-hakim inti. Di meja itu, ada banyak kertas penunjang konstitusi, kertas yang ditumpuk sampai sejengkal tangan orang dewasa.

Seorang hakim ketua berambut mirip tokoh Perancis bernama Georges Clemenceau memukulkan palu sakralnya ke dudukan ceper di bawahnya. Bunyinya mensenyapkan hadirin di sana, terutama pendengar dari para fraksi Tembok Champ de Mars. Para bapak-bapak berkumis dipomed itu membisu sejenak.

Sang Hakim memastikan keheningan mengisi atmosfer.

Ini bukan pertama kalinya fraksi Tembok Champ de Mars ikut serta menonton. Mereka orang politik, tapi sering ikut campur persoalan kemiliteran. Seperti sekarang. Sang Hakim tak begitu terkejut mereka hadir dengan baju tradisional lederhosen, seperti hendak berkuda dan memanah di wahana olahraga Équestre de la Villete.

Sang Hakim mengeratkan kacamatanya yang meluncur turun dari hidung, merosot, karena engselnya sudah tua. Ia memerhatikan keadaan sekeliling, kemudian berdiri. Jubah mahkamahnya menggantung berjumbai ke lantai, dan ia mengumumkan bahwa sidangnya di buka.

Setelah membacakan tata krama sidang, pintu kapel terbuka dari luar. Dua orang polisi angkatan Sûreté Nationale Paris masuk membawa seorang terpidana yang kedua tangannya diikat ke belakang punggung.

Kemudian, terdakwa yang tubuhnya lemas itu diikatkan pada tiang yang tertancap di tanah, untuk mewajahi Sang Hakim. Ia dibuat menekukkan lutut, duduk di lantai, dan terbelenggu di tiang kayu—kayu, memang kayu mahoni, karena terlalu berisiko untuk mempergunakan besi, atau benda pemicu magnet lain.

"Baiklah, mari kita lihat apa saja ulahmu," Si Hakim membetulkan posisi kacamatanya lagi, lalu ia menarik sebuah kertas yang dikirimkan departemen sekuritas Shelter Paris pada meja kerjanya. "Dokter Gempa."

"Kamu melanggar Codex Paris, pasal empat belas ayat dua. Perusakan Peroperti Negara. Codex Paris, pasal dua puluh tujuh, ayat delapan, Perlawanan terhadap Aparatur Negara. Codex Paris pasal seratus tujuh, Praktik diluar Aspek Medikolegal." Si Hakim menghembuskan napas kasar. "Kamu setengah terinfeksi."

"Pimpinan," Seseorang memanggilnya dari arah pintu masuk. Itu Solar, "Saya izin masuk."

"Ya." Si Hakim melongok pada Solar. Si Hakim tak begitu mengenalinya. Sama seperti Si Terdakwa, laki-laki dan antek-anteknya itu tak terlihat bergaris muka seperti orang Perancis. Rombongan Solar terdiri atas Si Polisi yang mukanya agak lebam, dan Gentar di belakangnya.

Solar dan Gentar duduk di bangku paling belakang, di luar gerombolan para pria politisi dari Tembok Champ de Mars. Gentar awam sekali pada orang-orang ini, lingkungan Shelter Paris, beserta suasana mengerikan di dalam sidang.

Sedangkan (Nama) duduk di undakan paling atas, di samping pria kekar berseragam militer, dengan baret beludru berlencana logo Gendarmerie Nationale Paris, dan lencana-lencana emas lain di dadanya. Pundaknya juga dihiasi oleh jahitan lima bintang. Tarung tampil konvensional.

Laksamana Tarung tampak tak menotis putrinya sama sekali, sebab ia tenggelam pada alur persidangan, dan bagaimana Hakim menilik undang-undang yang menjerat si terdakwa sambil melamun berkali-kali. Kasus ini digelorakan oleh pers. Sampai-sampai, pria-pria borjuis dari Tembok Champ de Mars datang untuk menonton. Laksamana Tarung tahu, orang Tembok Champ de Mars sering mampir ke mahkamah, tapi Tarung cukup yakin, mereka kemari karena ingin diliput. Namun sekarang, ketertarikan Tembok Champ de Mars alami terjadi karena mereka ingin melihat manusia pseudo Nega-Genesis berkemampuan telekinesis aneh.

Laksamana Tarung telah berusaha menyelamatkannya. (Nama) dan kroni-kronin pesawat kargo Hebei itu jelas-jelas akan ditangkap karena mereka hendak menembus perbatasan tanpa passport, perizinan maskapai, atau sekalipun visa tinggal. Mereka melanggar undang-undang imigrasi. Makanya, Tarung menego agar mereka setidaknya tidak bermalam di penjara. Tarung berhasil menarik keluar putri pembelotnya, teman Interpolnya, dan seorang petugas maintenance listrik Shelter Hebei, namun tidak dengan Gempa.

Gempa x Reader | NegagenesisWhere stories live. Discover now