Ada kecurigaan kalau Rasha punya takdir untuk menjalani kehidupan bak sinetron—atau justru semua karena Aksa yang sengaja menyeretnya ikut bermain peran di sebuah opera sabun.
Daftarnya dimulai dari momen ketika ia mengancam akan menjilat Aksa sampai tamat di depan anak-anak SMA setelah dipanggil 'bunglon', berlagak angkuh memastikan kemenangannya pasca makan Nasi Goreng Bingsoo hanya untuk mengiakan bantuan Aksa dalam merakit perjalanan si Bungsu, belum juga saat-saat ia memaksa kabur dari Taman Bacara lantas dikejar Aksa dengan dramatis. Terlalu banyak peristiwa menggelikan dalam kurun waktu kurang dari sebulan dan semua berkat satu orang. Lalu seakan belum cukup dibuat luar biasa geli setiap mengingat kejadian-kejadian yang sudah berlalu, Rasha menemukan dirinya berjongkok di tangga darurat Pena Buana dengan mata bengkak bersama Aksa yang terus menatap peduli.
"Sha, lo ... baik?"
Dialognya sinetron banget. Rasha bergidik, seraya mencerup ingus tanpa segan. "Ngapain lo?"
"Hm?" Alis Aksa naik seketika. "Ya ... nanya. Lo udah enggak apa-apa?"
"Enggak apa-apa gimana?" Giliran Rasha mengerutkan dahi. "Muka gue jelek gini malah lo jadiin tontonan gratis, gimana gue mau baik-baik aja?"
"Oh ... syukurlah kalau lo udah oke."
"Hah?"
"Hah kenapa?"
"Gue enggak bilang gue udah oke."
"Kedengeran kayak udah oke di telinga gue." Sambil terkekeh, Aksa menyodorkan sekotak tisu kecil yang segera diterima Rasha untuk membersihkan lendir di hidungnya dengan brutal. Ia menoleh ke belakang dan sekitar seraya mengusap hidung berulang kali, membuat Aksa mengulas senyum mengerti. "Winda tadi keluar, dia mau cari minum buat lo."
"Gue bawa tumbler kok, ada di tas."
"Yang dingin katanya. Biar kepala lo enggak gosong."
Bibir Rasha mengerucut. Ia sedang merapikan blus dewangga kesayangannya yang mencolok—sengaja dipakai hari ini untuk mencuri perhatian Pena Buana—ketika tiba-tiba Aksa mengoper saputangan dan membuat Rasha spontan berterima kasih. Namun, sedetik kemudian, dahinya berkerut. "Tadi kan udah pakai tisu?"
"Ini buat bantu kompres mata lo sih, mudah-mudahan jadi enggak terlalu bengep. Kalau yang tisu, khusus buat ingus."
"Oh. Lo enggak mau saputangan lo yang indah, simetris, wangi apel, dan terdapat inisial dari sulam tangan nan cantik ini ternoda sama ingus gue?"
"Siapa pun enggak bakal mau, kan?" tawa Aksa ringan seraya bergeleng tak habis pikir. "Lo mau baju lo gue pakai buang ingus?"
Rasha menimbang sejenak sebelum bergeleng. "Apalagi kalau ingusnya ijo."
"Nah, itu tahu."
"Ingus lo ijo, Sa?"
"Tergantung sikon."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa Aksara
General FictionPagelaran Bulan Bahasa terbesar tahun ini, Literasi Lestari, telah resmi dibuka! Ratusan peserta dari penjuru negeri bersaing untuk memperoleh posisi pertama dan memperebutkan hadiah utama. Masalahnya, kompetisi bergengsi itu malah jadi medan tempur...