0.39 Akan Terwujud?

964 173 65
                                    

Jam dinding yang tergantung telah menunjukkan pukul 23.30, yang dimana berarti waktu sudah hampir tengah malam.

Ruangan yang semula ramai kini terasa sunyi menyisakan tiga orang gadis yang masih setia membuka mata mereka. Dua diantaranya sedang berada di atas brankar rumah sakit dan seorang lagi sedang duduk di atas kursi tepat di sebelah pasien.

Asa sudah bangun sedari tadi, tepatnya saat Pharita dan ketiga adiknya yang lain akan pulang. Sekarang gadis itu sibuk menatap wajah sisi sang adik dengan tangan yang setia melingkar di perut Rora.

"Rora gak ngantuk?"

Rora yang tadinya termenung dengan menatap kosong ke arah plafon kamar pun menoleh menghadap sang kakak. Dengan senyuman ia menjawab, "Belum. Mungkin bentar lagi."

"Kamu harus banyak istirahat loh Ra. Jangan bergadang!" Kini giliran si sulung yang mengeluarkan suaranya.

Rora cemberut mendengar ceramahan Ruka, ia memajukan bibirnya ke depan tanda bahwa dirinya sedang kesal. Ruka dan Asa yang melihat itu pun merasa sangat gemas. "Ah, kamu imut banget tau gak sih Ra kalau kayak gitu."

Asa menegakkan kepalanya dan menciumi pipi sang adik berulang-ulang sehingga membuat kesal Rora bertambah. Tapi tidak dapat dipungkiri juga, ia merasa senang saat menerima hal sederhana itu.

Ruka yang melihat tingkah kedua adiknya pun tidak ingin menyia-nyiakan momen yang ada. Menangkap gambar dengan ponselnya, Ruka semakin terkekeh ketika mendengar protesan dari Rora, "Kak Ruka, jangan di fotoin. Aku malu~"

"Kok malu sih? Kalau gitu, kakak tambah lagi." Dahi, hidung, serta sekitaran wajah Rora lainnya tidak ada satu pun yang luput dari kecupan Asa.

Rora yang tadinya kesal kini pun ikut tertawa dengan tingkah sang kakak. Kedua gadis tertua semakin mengembangkan senyum mereka ketika mendengar suara bahagia itu.

"Sa, udah. Rora-nya nanti capek." Dengan nafas terengah-engah, Rora menatap bergantian kedua wajah cantik kakaknya. Ruka dengan penuh kasih sayang mengusap bilur keringat yang menetes di dahi Rora sedangkan Asa, gadis itu kembali memeluk tubuh Rora dengan erat.

"Makasih ya kak."

"Untuk apa?"

"Untuk hari ini."

Kening kedua kakak beradik itu tampak mengerut. Belum paham dengan maksud si bungsu kedua.

"Makasih udah nemanin aku seharian ini, kak. Makasih karena udah nolongin aku tadi pas bunda datang. Makasih karena kalian mau nerima aku dalam keadaan kayak gini."

Ruka dan Asa merasa terenyuh mendengar ucapan sang adik.

Padahal yang mereka lakukan itu bukan apa-apa, malahan hal tersebut memang sudah seharusnya mereka lakukan sebagai seseorang yang memiliki hubungan darah, tepatnya saudara.

"Gak perlu berterimakasih Ra, itu udah kewajiban kakak buat jagain kamu. Kita yang seharusnya minta maaf karena gak pernah ada buat kamu dari dulu."

Rora tidak membalas ucapan Ruka. Ia memilih untuk membawa tangan Ruka ke dalam genggamannya kemudian tangannya yang lain turut memeluk Asa di sebelah, "Aku udah ngantuk. Selamat tidur kakak."

"Iya sayang. Have a nice dream."

~ Don't Back Home ~

"Kak Rita lama banget sih jemput kita. Kan adek mau cepet-cepet ketemu Kak Rora."

Hanya kalimat itu saja yang sedari tadi keluar dari mulut si bungsu. Bahkan para kakaknya yang lain pun sudah merasa jengkel mendengar ucapan itu.

Don't Back Home | BABYMONSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang