0.29 It's Okay

1.1K 161 66
                                    

Tidur bersama sang kakak membawa rasa nyaman tersendiri bagi Rora.

Gadis itu menutup mata begitu menikmati rasa hangat yang tercipta di antara keduanya.

"Ra?" Si pemilik nama berdehem.

"Jangan sakit! Kakak gak suka." Rora mengangguk, ia merasakan pelukan yang Asa berikan semakin dalam.

Kecupan-kecupan hangat juga ia berikan di puncak kepala Rora.

"Rora? Sayang? Kamu gak mau jujur sama kakak?"

Rora menegakkan kepalanya dan menatap Asa, satu alisnya naik sebagai tanda bahwa ia tidak paham dengan maksud dari kalimat yang dikeluarkan oleh sang kakak.

"Ini." Tunjuk Asa pada pelipis Rora yang terluka.

"Ini juga." Kini telunjuknya mengarah pada pipi lebam Rora.

"Dan ini." Sekarang giliran bibir yang lecet itu menjadi bagian yang Asa sentuh.

"Kamu di bully?" Rora yang tidak ingin menjawab pertanyaan dari Asa pun memilih untuk menyembunyikan wajahnya di dada sang kakak.

Asa sudah melihat video rekaman perundungan yang dialami oleh Rora ketika Yeona memberitahunya kemarin.

"Adek, jangan sembunyiin apapun dari kakak."

Rora masih menggeleng. Ia belum siap untuk memberitahukan apa yang ia alami selama ini di sekolah pada saudari-saudarinya.

"Ra, lihat mata kakak!" Rora kembali menggeleng, ia takut untuk melihat mata dengan pandangan tajam itu. "Adek, lihat kakak sayang!"

Lelehan air mata itu dapat Asa tangkap dengan jelas. Rora menangis. Pedih sekali rasanya.

"Siapa yang nyakitin kamu? Kasih tau kakak, ya?"

Dengan tergugu, Rora membalas, "Aku takut kak, aku takut."

Dari raut sang adik, Asa dapat melihat ketakutan yang teramat besar ada disana. Air mata yang meluruh itu merupakan lampiasan dari segala emosi yang tertanam di benak Rora.

"Iya, iya, gak usah bilang sekarang juga gak apa-apa. Maaf ya kakak maksa kamu, jangan takut kakak ada disini."

"Tidur aja okay, sleep tight litle sister. I love you forever and ever."

~ DON'T BACK HOME ~

"Rora! Are you okay, girl?" Grace sangat bahagia melihat sosok sang sahabat yang selama seminggu ini tidak ia temui.

Wajah Rora yang berseri namun penuh luka itu menimbulkan rasa khawatir bagi dirinya.

"Ra, gadis-gadis itu gangguin lo lagi?"

Rora menggeleng, senyum yang timbul di bibir ranumnya belum juga memudar.

"Kangen~" Rengek Rora manja, "Mau peluk boleh?"

Dengan senang hati Grace mengiyakan permintaan sang sahabat, lengan panjang itu terbuka lebar menyambut tubuh tinggi itu membentur dirinya.

Ini pertama kalinya Grace melihat sisi lain dari diri Rora.

"Aduh, manja banget sih. Gue juga kangen sama lo. Kangen banget." Tawa lepas penuh bahagia itu menguar dari dua sosok sahabat itu membuat siapapun yang melihatnya pasti merasa iri.

"Ke tempat biasa yuk, mumpung pelajaran pertama jam kosong. Bawa aja buku lo kalau mau sambil belajar disana."

Menuruti perkataan Grace, mereka berdua pun memilih untuk menghabiskan waktu selama jam pertama ini dengan berada di taman belakang sekolah. Basecamp mereka.

Terselip sedikit rasa syukur di benak Rora, sehingga ia tidak perlu repot-repot untuk bertemu dengan rombongan para perundung itu.

Kresek!

Amunisi persenjataan dengan semangat Grace keluarkan.

"Makan besar!" Seruan penuh semangat Grace mampu membuat tawa geli dari bibir Rora hadir.

"Isi perut lo, Ra!" Ujar Grace dengan mengambil sebuah roti coklat "Ini tangan atau ranting sih? Kurus banget."

Rora terkekeh, "Iya, iya gue ikutan makan kok."

Grace turut tersenyum, tapi matanya masih sibuk menelisik wajah Rora yang penuh luka lebam itu.

"Ra, gak mau ceritain sesuatu gitu sama gue? Selama gue gak masuk, ada kejadian apa aja di sekolah?" Kunyahan Rora melambat, gadis itu tampak berpikir. Sepertinya ingin mencari pembicaraan lain untuk mengalihkan perhatian Grace.

Ia takut untuk mengadu, karena mungkin saja orang-orang itu akan melakukan hal yang sama pada Grace juga.

Tapi satu hal yang sepertinya Rora lupa, Grace itu adalah seseorang yang anti bullying, tidak mau membully dan tidak ingin di bully. Gadis itu sangat keras serta kemampuan bela dirinya sudah berada di level teratas, tidak akan ada yang berani pada dirinya. Apalagi diikuti dengan status keluarganya yang cukup terpandang.

Grace menggenggam tangan Rora yang bergetar. Keringat dingin bahkan terlihat mengucur di pelipis gadis itu.

"It's okay, Ra. You can tell everything to me, don't be afraid. I am here, with you. I'm never leave you alone, promise from the bottom of my heart!"

Rora menghembuskan nafasnya perlahan, meskipun percaya dengan kata-kata Grace tetap saja ia memiliki ketakutan tersendiri untuk mempercayai orang lain meski orang terdekatnya sekalipun.

"Belum siap ya? Enggak apa-apa kalau memang lo belum mau cerita ke gue. Gue siap nungguin."

"Jangan buat jadi beban loh Ra, gue serius gak bakalan maksa kalau lo memang belum siap ngomong ke gue tentang sebenarnya yang terjadi."

Usapan lembut pada bahunya mampu membuat Rora merasa lega. Di lain waktu ia berjanji akan memberitahukan segala hal pada Grace.

~ DON'T BACK HOME ~

Hasil pemeriksaan dan tes rontgen milik Rora telah keluar.

Dan di ruangan inilah Ruka berhadapan dengan Dokter Gyu untuk membahas hasil itu.

"Kamu melihat ini Ruka?" Tanya Dokter Gyu dengan memutari sebuah bagian pada kertas rontgen yang menampilkan rusuk Rora.

Ruka menggeleng, dia memang melihat ada sedikit perbedaan di sebuah tulang rusuk namun kurang memahami makna dari itu.

"Apakah Rora pernah bercerita kalau ia sering merasa sesak? Atau kamu pernah melihatnya sendiri?" Lagi dan lagi Dokter Gyu mendapatkan jawaban berupa gelengan dari sosok di depannya ini.

Dokter Gyu menghela nafas berat, "Rora pasti sering mengalami sakit dan sesak pada bagian dada karena rusuk patah yang ia alami. Bahkan untuk bernafas, batuk dan kegiatan lainnya ia akan mengalami kesulitan."

Penjelasan-penjelasan lainnya juga Dokter Gyu tuturkan. Mulai dari kemungkinan penyebab terjadinya, obat yang harus di konsumsi serta hal yang lain namun tetap berkaitan dengan topik utama mereka.

"Kalian bisa membebat tubuh bagian dada Rora untuk mengurangi rasa sakitnya."

"Rusuk yang patah dapat sembuh dengan sendiri, kompres bagian dada untuk membantu proses penyembuhan."

Ruka mengangguk, dalam hati ia yakin bahwa hal ini terjadi dikarenakan perundungan yang Rora alami. Mungkin juga karena perlakuan orangtua mereka berpengaruh bagi kondisi Rora ini.

"Baik, terima kasih Dokter Gyu."

Helaan nafas penuh rasa sesak keluar dari bibir tipis Ruka.

"It's okay apapun yang terjadi, kakak janji bakalan terus ada di sisi kamu Ra."

Setelah kenyataan mengenai kondisi mental Rora, dan kali ini rusuk Rora yang mengalami patah tulang. Ruka takut, ini bukan yang terakhir. Melainkan akan ada kejutan lainnya yang mampu menyebabkan rasa sakit bagi mereka semua.

~ DON'T BACK HOME ~

Don't Back Home | BABYMONSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang