"Rora udah jam 6 lewat, ayo bangun."
Asa membuka kedua tirai di kamar Rora agar sinar mentari pagi yang menghangatkan masuk menyinari kamar sang adik.
Melihat Rora yang sama sekali tidak terusik, Asa berdecak.
Ia berpikir jika Rora pasti sedang mengerjainya karena tidak biasanya gadis itu susah untuk di bangunkan seperti ini.
Perlahan ia mendekat, berniat untuk langsung menyibak selimut milik Rora yang hampir menutupi seluruh bagian tubuhnya.
Uhuk!
Uhuk!
Belum sempat jemari lentiknya menyentuh benda itu, suara batuk dari Rora mampu memberhentikan aksi Asa.
Uhuk!
Uhuk!
Kembali suara batuk itu terdengar. Rasa khawatir kini menyelimuti hati Asa. Ia pun mendudukkan diri tepat di sebelah Rora.
Punggung tangan Asa menyentuh dahi Rora perlahan dan mampu menyebabkan Rora tersentak kaget.
"Kak Asa?" Rora belum bisa melihat Asa dengan jelas. Tatapannya masih buram, ia pun mengucek matanya pelan mencoba menetralisir pandangan.
"Jangan dikucek Ra, nanti perih."
Setelah penglihatannya kembali, Rora pun mengalihkan pandangannya pada jam digital di atas nakas.
"Astaga, maaf kak. Aku mau mandi dulu, takut ketinggalan bus."
Asa menahan lengan Rora yang sudah berdiri tegak di samping tempat tidur.
"Ra, hari ini gak usah sekolah dulu ya? Lihat itu, muka kamu pucat banget. Kamu demam."
Rora meraba dahinya sendiri. Dan benar saja, ia terserang demam.
"Gak bisa kak, aku harus berangkat. Hari ini ada ulangan harian."
"Ra, ikut susulan aja ya. Kamu harus istirahat."
Rora menggeleng. Jika berurusan dengan sekolah, gadis itu pasti keras kepala.
"Ra, dengerin kakak. Kamu itu sakit. Jangan keras kepala dong. Nanti kalau kamu pingsan di sekolah siapa juga yang susah, kakak juga kan? Ayah dan bunda gak bakalan mau ngurusin kamu. Jangan nyusahin terus Ra, yang lain juga punya kesibukan!"
Mendengar penuturan Asa, Rora seketika terdiam. Ucapan Asa begitu menyakitkan. Sangat tajam.
Ternyata benar, dia menyusahkan.
Brak!
"RORA, BANGUN! Wali kelas kamu bilang hari ini ada ulangan. Jangan sampai telat! Jangan tunjukkan pada bunda nilai yang jelek! Kamu paham?"
"I-iya bunda."
"Selesai mandi langsung berangkat, nanti ketinggalan bus. Gak usah sarapan."
Rora kembali mengangguk dengan kaku. Ia tau apa kewajibannya dan apa yang harus ia lakukan.
"Asa, ayo sarapan. Yang lain udah nunggu di bawah sayang."
~ DON'T BACK HOME ~
Sedari tadi batin Asa dipenuhi rasa resah. Bahkan beberapa kali dosen yang masuk menegur gadis itu.
"Bodoh banget sih lo Sa." Asa merasa geram dengan dirinya sendiri ketika kembali mengingat ucapan yang ia lontarkan pada Rora.
Bahkan dirinya sendiri tidak menduga bahwa kalimat terlarang itulah yang akan ia berikan pada sang adik.
"Kenapa sih daritadi uring-uringan gak jelas gitu?"
Vanessa, sering disapa Nessa, menatap aneh pada sang sahabat yang terlihat begitu gusar.
"Ada masalah?"
"Ya." Asa menjawab singkat membuat Nessa mencebikkan bibirnya ikut kesal.
Kini gadis bermata seperti kucing itu mengubah arah duduk yang tadinya menghadap ke depan kini beradu pandang dengan Asa.
"Coba ceritain."
Nessa tau benar bagaimana mengatasi sikap Asa yang tiba-tiba seperti ini. Sang sahabat mana pernah mau memulai pembicaraan jika tidak dipancing dengan sebuah pertanyaan dahulu.
Selagi kelas kosong, Asa pun mulai menceritakan perihal yang membuat hatinya sedari tadi resah. Nessa sebagai sahabat tentu dengan senang hati mendengarkan dan bahkan sesekali memberikan pesan pada gadis itu.
"Sa, gue mau tanya satu hal sama lo. Bisa?" Asa mengangguk.
"Menurut lo gimana sikap bokap-nyokap sama Rora? Beda gak perlakuan yang mereka kasih" antara Rora sama lo dan saudara lo yang lain."
"Lo kan udah tau sendiri gimana Nes. Gue capek nyeritainnya lagi." Asa menjawab jutek. Otaknya benar-benar panas saat ini.
"Lo pasti juga masih ingatkan kalau diantara kalian semua, Rora itu lebih dekat sama lo."
Asa kembali mengangguk, perasaannya benar-benar tak enak sekarang.
"Menurut gue sih ya Sa, wajar-wajar aja kalau lo marah sam Rora. Lagian kan Rora itu adek kandung lo, gue yakin tadi itu lo kepalang khawatir dengan kondisi tadi. Tapi sebaiknya, coba lo kontrol sedikit emosi lo itu."
"Mulut lo itu juga coba dicari filternya, atau beli di pasar gitu. Lama-lama tuh mulut gue juga yang nebas ya, jahat banget ucapannya."
"Gue jamin, Rora 100% sakit hati dan kecewa banget sama kakaknya yang satu ini. Gue aja yang cuman dengerin cerita lo bisa ngerasa sakit apalagi Rora."
Bukannya makin tenang mendengar ceramah dari sang sahabat, rasa bersalah Asa malah makin menjadi-jadi.
Mulut sialan, umpat Asa dalam hati.
Ia menyugar rambutnya ke belakang, memikirkan cara yang tepat untuk melakukan komunikasi pada Rora agar bisa segera menyampaikan permohonan maaf atas kesalahannya itu.
"Rora suka apa?" Nessa kembali mengeluarkan suaranya, mencoba membantu Asa untuk menemukan jalan keluar.
"Gue, gak tau. Tiap gue mau beliin dia sesuatu, Rora selalu nolak dan gue taunya dia cuman suka belajar."
"Tapi ya Sa, bisa jadi nih. Apa yang sebenarnya lo anggap Rora suka aslinya dia benar-benar benci sama hal itu."
"Maksud lo gimana? Jelasin cepat, jangan buat gue bingung."
"Mungkin aja, Rora itu terpaksa ngelakuin semua hal itu atas dasar perintah dari orang tua lo atau entah alasan apapun itu. Dan tugas lo sebagai saudarinya, coba deketin dia. Bicara dari hati ke hati, biasanya ampuh pas waktu-waktu mau tidur tuh. Atau tengah malem-an gitu, coba lo ajak dia deep talk."
Asa tampak berpikir, apakah saran yang dianjurkan oleh Nessa itu bisa berhasil? Secara, Rora tidak pernah mau mengeluarkan isi hatinya pada siapapun, walau di paksa. Gadis itu akan tetap memilih untuk diam dan menyimpannya untuk diri sendiri.
"Yakin berhasil?"
"Coba aja, kita mana bisa tau kalau belum di coba. Di situ juga lo bisa ngambil kesempatan buat minta maaf sama dia. Atau lo minta maaf dulu juga bisa, gak ada masalah sih."
"Oke, gue bakalan coba."
"Sekalian beliin Rora cokelat, kata orang-orang cokelat bisa balikin mood jadi lebih baik."
~ DON'T BACK HOME ~
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Back Home | BABYMONSTER
Fanfic[ E N D ] Jangan pulang, sebelum dipanggil. . . Update every Saturday & Sunday' Night🔊🔔 . Nb : Genandra Sisterhood mengalami perubahan.