0.22 Terasa Aneh

1.1K 156 96
                                    

"Lepasin tangan lo. Dia berangkat bareng gue."

Ruka hendak mengeluarkan suaranya namun urung karena tidak ingin memperpanjang permasalahan yang sudah-sudah.

Tin!

"Buruan jalannya! Lambat banget kayak siput." Dengan terburu Rora segera menyandeng ransel di punggung dan berlari mengikuti langkah Pharita diiringi oleh Ruka yang turut bangkit hendak mengantar kepergian kedua adiknya.

"Pagi, Kak Ara!"

"Pagi Ruka, Rita!" Balas Ara selaku manajer Pharita, "Hai tuan putri Aurora!" Dan turut menyapa Rora dengan mengusak pelan puncak kepala gadis itu.

"Kalian berdua udah siap?" Pharita dan Rora kompak mengangguk, "Kalau gitu masuk sana."

Kedua gadis itu pun memasuki kabin kedua satu persatu, membiarkan Ara sendirian di balik kemudi menjadi supir mereka.

"Gue nitip Rora ya kak, maaf ngerepotin."

"Idih, kayak sama siapa aja lo. Rora itu adek gue juga, Ka. Gue juga seneng nganterin dia ke sekolahan." Ujar Ara dengan matanya mengarah pada spion dalam mobil.

Ruka terkekeh kemudian mengangguk, "Hati-hati ya! Semangat! Bye!"

Perjalanan yang ditempuh ketiganya terasa sangat sunyi bagi Ara. Pharita yang sibuk dengan ponsel di genggaman serta Rora yang asik menatap kesibukan jalan raya di pagi hari.

Karena tidak tahan dengan situasi yang seperti ini, Ara pun memutuskan untuk memulai perbincangan singkat di antara mereka.

"Rora gimana sekolahnya? Susah gak tugas-tugas yang di kasih?"

"Ada beberapa yang sulit, ada juga yang mudah." Ara angguk-angguk menanggapi.

"Ada yang gangguin kamu di sekolah?" Ara kembali mengajukan pertanyaan dan kini langsung di jawab cepat oleh Rora dengan gelengan.

"Teman-teman kamu tau gak kalau kamu punya kakak model?" Pharita memutar bola matanya jengah mendengar pertanyaan sang manajer tapi tetap tidak kehilangan fokusnya pada layar ponsel.

Tapi tidak bisa dipungkiri, ia juga sedikit penasaran dengan jawaban apa yang akan dikeluarkan oleh mulut Rora.

Memasang telinganya baik-baik, Pharita menajamkan pendengarannya untuk mendengar suara kecil Rora.

"Gak tau, aku gak pernah ngomongin tentang hal itu."

Pharita mendecih, entah kenapa ia agak kesal mendengar jawaban yang kurang memuaskan bagi hatinya, tapi mulutnya berkata lain, "Gue juga gak bakalan sudi kalau lo ngaku-ngaku jadi adik gue."

"Tetap tutup mulut, jangan pernah bilang kalau kita punya hubungan darah!"

"Rita!" Teguran dari Ara tak surut menghentikan kalimat pedas yang akan terlontar dari bibir Pharita.

"Lo tau? Gue masih kesal sama lo sejak kemaren. Gara-gara lo, gue sama Kak Ruka jadi bertengkar."

"Lo bisa gak sih gausah jadi sumber masalah? Biang keributan? Hidup lo bawa sial mulu buat keluarga gue."

"Seandainya lo gak pernah lahir, gue jamin pasti kehidupan keluarga gue adem banget, gaada black hole kayak lo."

Kata-kata yang Pharita ujarkan begitu menyakitkan. Tapi di dalam hati, Rora juga membenarkan. Andai dia tidak ada pasti keluarganya akan menjadi keluarga paling sempurna yang ada di muka bumi ini.

"Pharita, berhenti! Lo keterlaluan! Rora itu adek lo, lo nyakitin perasaan dia dengan kata-kata tajam itu."

Pharita tidak membalas. Ia menyumpal kedua earphone pada telinganya berusaha untuk tidak peduli.

Don't Back Home | BABYMONSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang