10

1.3K 132 15
                                    

AURORA'S POV

"Kamu mau Papa bantu teman kamu ini? Kenapa bukan kamu sendiri yang bantu, Ra? Kenapa harus Papa?"

Sejak tadi Papa tidak ada hentinya mencercaku dengan segala pertanyaan. Semua pertanyaan-pertanyaan dari yang penting hingga tidak penting dia tanyakan padaku.

"Kalau Ara yang bantu, pasti dia mikir kalau Ara ini kasihan sama dia. Nah dia kan gak kenal Papa, jadi Papa bisa lah kalau alasan mau investasi ke kafenya. Lagi pula kafenya dia itu ramai Pa"

"Papa gak bisa kasih keputusan sekarang, Ra. Karena apapun itu, Mama kamu harus tahu"

"Kalian lagi ngomongin apa sih?"

Aku menoleh kearah Mama yang datang membawa dua piring berisi roti bakar lalu memberikan piring itu padaku dan Papa.

"Ma..."

"Okay, apapun yang Ara mau" belum selesai aku menyelesaikan ucapanku, Mama sudah memberikan lampu hijau padaku.

"Tuh Pa, kata Mama boleh"

"Memangnya anak ini siapa, Ra? Apa dia yang bikin kamu betah disini?"

"Papa..." protesku tidak terima dan mereka berdua hanya tertawa

*****

Hari ini Papa dan Mama berencana untuk menemui Rain. Aku sudah meminta kedua orang tuaku untuk berakting seolah-olah menjadi seorang investor yang ingin memberikan sedikit dana untuk Rain membangun kembali kafenya.

Seperti dugaanku, tentu saja Papa dan Mama berhasil membuat Rain menerima tawaran mereka. Aku tidak tahu perjanjian apa yang mereka buat, yang pasti kini Rain bisa membangun kafenya kembali.

"Aku lihat ada yang lagi bahagia nih" ujarku seakan tidak tahu apa yang sudah terjadi

"Pagi tadi aku mendapat telepon dari orang gak dikenal, mereka itu salah satu pelanggan kafe aku. Coba tebak apa yang membuat aku bahagia hari ini?"

Aku hanya mengangkat kedua pundakku

"Aku bertemu dengan mereka berdua. Mereka terlihat seperti old money. Mereka suami istri, suaminya itu bule dan istrinya setengah bule and they are so so so gorgeous"

"Oh ya?"

Rain terlihat begitu bersemangat menceritakan harinya padaku

"Tapi ya, Ra. Wajah mereka berdua kok gak asing ya. Entah mirip siapa gitu"

Seketika aku terdiam saat Rain mengatakan itu, bagaimana tidak, tentu saja mereka berdua mirip denganku. Aku berusaha mencari topik lain untuk mengalihkan pembicaraan karena aku tidak ingin Rain menyadari semua itu.

"Kamu kenapa bengong?" tanyaku ketika Rain hanya diam saja sembari memandang kearah laut.

"Aku lagi mikirin wajah mereka berdua yang familiar"

"Udah ah, yang penting kan sekarang udah ada investor yang kasih bantuan dana untuk kafe kamu. Jadi mending sekarang kita rayain"

"Party?"

"Yep. Yuk, aku yang nyetir"

Aku mengemudikan mobilku menuju sebuah rumah sakit kanker yang lumayan jauh dari tempat kami tadi. Rain tampak menautkan kedua alisnya ketika aku mengarahkan mobilku menuju parkiran rumah sakit.

"Rumah sakit kanker?" tanya Rain kebingungan "Aku kira kita akan ke tempat party, like beach club maybe. Kenapa kamu malah bawa aku kesini?"

"Kalau kamu tanya kenapa aku bawa kamu ke tempat ini, aku cuma mau memperlihatkan kamu sesuatu agar kamu bisa lebih semangat lagi dengan kehidupan ini, seberat apapun masalah kamu. Mereka semua yang ada di sini gak pernah tahu kapan waktu mereka akan tiba, yang bisa mereka lakukan hanyalah berdoa dan berharap adanya keajaiban dari Tuhan"

Let Me InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang