RAIN'S POV
Sampai saat ini, ucapan dua orang yang tiba-tiba muncul di depan rumahku masih terngiang-ngiang di benakku. Apakah mereka benar-benar orang tua kandungku? Selama ini, aku selalu berharap bisa bertemu dengan mereka, namun hatiku terasa berat untuk mempercayai kenyataan itu.
"Ini sampel darah dan rambut kami, nak," ujar wanita paruh baya itu.
Aku memutuskan untuk bertemu mereka di sebuah restoran dekat rumah sakit. Setelah ini, aku akan menjalani tes DNA, meski aku tidak tahu apakah langkah ini benar atau salah. Semua terasa sangat misterius, tetapi rasa penasaran ini tidak bisa kuhindari.
Aku belum memberitahu Aurora tentang hal ini, mungkin aku akan menunggu hingga hasil tes keluar.
"Jangan temui saya sebelum hasil tes DNA ini keluar. Saya yang akan menghubungi kalian," ucapku dengan nada tegas, sebelum berbalik dan meninggalkan mereka. Mungkin aku terlalu ketus, tetapi ada suara kecil dalam diriku yang terus mengatakan bahwa mereka bukanlah orang tua kandungku.
Aku mengusap wajahku dengan gusar, menunggu seorang perawat datang untuk mengambil sampel darahku. Jujur saja, aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika ternyata mereka benar. Namun satu hal yang pasti, hubunganku dengan Aurora akan tetap berjalan, terlepas dari apapun yang akan terungkap.
Saat perawat masuk ke ruangan, aku merasa seolah waktu berjalan sangat lambat. Dia tersenyum, namun senyum itu terasa samar di antara pikiranku yang berantakan. "Siap untuk tesnya?" tanyanya, dan aku hanya mengangguk.
Setelah prosedur selesai, aku kembali ke mobil dengan pikiran yang berkecamuk. Rasa cemas menyelimuti diriku, bagaimana jika hasilnya memang menunjukkan bahwa mereka adalah orang tuaku? Apakah hidupku akan berubah total?
Aku mengambil napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan diri. Dalam perjalanan pulang, aku teringat pada Aurora. Senyumnya, tawanya, dan semua momen indah yang telah kami lalui. Dia adalah kekuatanku, satu-satunya yang bisa membuatku merasa tenang.
Ketika aku sampai di rumah, mataku tertuju pada ponselku. Seharusnya aku menghubungi Aurora, tetapi rasanya sulit untuk membuka mulut tentang hal ini. Namun, saat melihat foto kami berdua yang terpasang di layar, aku tahu aku tidak bisa menyimpan semua ini sendirian.
Akhirnya, aku menghubunginya. "Ra, bisa ke rumahku sekarang? Ada hal yang mau aku bicarain," ujarku setelah dia mengangkat telepon.
Beberapa menit kemudian, Aurora tiba. Aku melihat wajahnya yang cerah, namun ada kekhawatiran di matanya saat dia mendekat. "Ada apa? Kamu kenapa tegang gini," katanya.
Aku menghela napas dalam-dalam. "Ada satu hal yang mau aku jelasin, tapi ini... ini mungkin akan sulit untuk dipahami."
Dia mengangguk, menatapku dengan penuh perhatian. "Aku di sini untuk kamu, apapun itu."
Aku mulai menjelaskan tentang pertemuanku dengan orang-orang itu dan tentang tes DNA yang baru saja aku lakukan. Aurora tampak begitu menyimak ceritaku tanpa berniat untuk menyela.
"Aku gak tau apa yang akan terjadi nanti. Tapi aku hanya ingin kamu tahu satu hal, apapun hasilnya, kamu tetaplah Rain Gerhana yang selalu ada di hati aku," ujarnya dengan lembut.
Air mataku hampir jatuh saat mendengar kata-katanya. "Tapi apa yang terjadi jika mereka memang orang tuaku? Bagaimana dengan kita?"
Aurora menggenggam tanganku dengan erat. "Kita akan hadapi bersama. Kita gak bisa mengubah masa lalu, tapi kita bisa menentukan masa depan kita."
Saat itu, aku merasa tenang. Aku tahu, apapun yang terjadi, kami akan tetap bersama.
Dan saat aku menatapnya, aku tahu satu hal, cinta kami lebih kuat daripada apapun yang bisa menggoyahkan. Kami akan berjuang untuk itu, satu langkah pada satu waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me In
RandomSatu... dua... tiga... Hanya dalam hitungan tiga detik, dia mampu membiusku dengan auranya yang begitu mempesona. Bagaimana bisa aku jatuh cinta pada seseorang yang sama sekali tidak aku kenal dan tetap mengharapkannya meskipun pertemuan itu sudah...