AURORA'S POV
Malam ini kafe milik Rain akan dibuka kembali. Sebenarnya aku sangat ingin datang kesana, namun entah kenapa aku malah berada disini sekarang. Yup, saat ini aku sedang berdiam diri di apartemenku.
Aku beralasan pada Rain kalau aku harus menemui rekan bisnisku di Jakarta. Padahal kenyataannya aku sama sekali tidak memiliki janji apapun dengan orang lain.
Kalau kalian bertanya kenapa aku melakukan ini, aku juga tidak tahu kenapa aku begini. Selama satu minggu kemarin aku membantu Rain untuk mendekorasi ruangannya dan satu minggu itu pula kedekatanku semakin intens dengannya.
Kerap kali aku merasakan jantungku berdebar dengan kencang ketika dia tidak sengaja menyentuh tanganku atau ketika dia menatap mataku. Aku sama sekali tidak bisa mengatur detak jantungku yang seakan-akan ingin meledak.
Aku benar-benar bingung dengan semua ini. Apa aku jatuh cinta padanya, tapi kalau memang benar perasaan ini adalah cinta. Apa hanya aku yang merasakan ini. Karena selama ini Rain tampak biasa saja ketika kami jalan bersama.
"Aaahhhhh"
Aku hanya bisa mengusap wajahku dengan kasar karena pikiranku tidak hentinya memikirkan Rain.
Saat pikiranku sedang melayang entah kemana, tiba-tiba saja ponselku berdering dengan nyaringnya dan hal itu membuatku terperanjat. Dengan cepat aku menjawab panggilan itu yang ternyata panggilan video dari Papa.
"Halo anak Papa yang paling cantik tapi..." Papa menghentikan ucapannya dan memasang wajah jahilnya
"Tapi apa?" tanyaku tidak senang
"See honey? Dia memang copyan kamu semasa muda dulu"
"Apa sih Pa? Gak jelas banget deh. Ara matiin nih video call-nya"
"Eeiittss santai dulu dong anak Papa yang cantik tapi galak. Papa kan cuma mau nanya, eh loh kok kamu disana?"
"Apa Pa? Disana mana?"
"Itu kamu lagi di apartemen yang di Jakarta kan?"
"Iya, kenapa Pa?"
"Kamu ngapain disana? Bukannya malam ini kafe-nya Rain dibuka kembali. Kamu gak kesana Ra?"
Cukup lama aku terdiam dan tidak menjawab pertanyaan Papa. Hingga ucapan Mama kembali menyadarkan lamunanku.
"Ara kan suka sama Rain, Pa. Masa Papa gak bisa lihat kalau anak semata wayang kita ini lagi suka sama orang" ucap Mama
"Kalau Ara suka, harusnya dia disana dong malam ini" ujar Papa menimpali
"Justru itu Pa, anak ini denial. Dia itu..."
"Cukup udah cukup" potongku menengahi mereka berdua "Kalian kenapa malah sibuk sendiri sih? Ini Papa video call Ara cuma mau ngeledekin Ara doang?" tanyaku mengalihkan topik pembicaraan
"Kamu gak ke kafe Rain, Ra?"
"Ara... Ara sibuk Pa" kilahku
"Sibuk apanya, Papa kan tahu semua kegiatan kamu. Kamu jangan lupa kalau Eve juga laporan ke Papa"
"Iya iya, Ara gak sibuk. Tapi Ara lagi pingin disini"
"Ohh, ya sudah kalau begitu. Papa dan Mama mau lanjut honeymoon dulu"
"Ewh" aku mengerutkan dahiku lalu mematikan panggilan video itu.
Setelah mematikan video call tadi, aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Baiklah, aku akan kembali besok untuk menemui Rain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me In
Ngẫu nhiênSatu... dua... tiga... Hanya dalam hitungan tiga detik, dia mampu membiusku dengan auranya yang begitu mempesona. Bagaimana bisa aku jatuh cinta pada seseorang yang sama sekali tidak aku kenal dan tetap mengharapkannya meskipun pertemuan itu sudah...