30

748 90 2
                                    

AURORA'S POV

Jujur saja, hingga saat ini aku masih sulit mempercayai bahwa sepasang suami istri yang kami temui kemarin adalah orang tua kandung Rain. Bukan berarti aku tidak senang Rain bisa bertemu dengan mereka, tapi firasatku mengatakan ada sesuatu yang tidak beres dengan semua ini.

Mungkin ini hanya perasaanku yang skeptis, tetapi aku merasakan ada sesuatu yang mereka sembunyikan dari Rain. Hari ini, saat aku mengunjungi rumah Rain tanpa tahu bahwa mereka ada di sana, aku langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Aku mendapati mereka sedang berbicara di telepon, tetapi ketika melihatku, mereka memutuskan panggilan itu dan tampak terkejut.

"Sejak kapan kamu ada di rumah ini?" tanya Bu Amira, yang kini aku tahu adalah ibunya Rain. Sementara itu, Pak Niko hanya memandangku dengan tatapan yang seolah mengatakan bahwa kehadiranku di sini tidak diinginkan.

"Saya hanya mau bertemu Rain," jawabku cepat.

"Tapi bukankah seharusnya kamu bertamu dengan sopan? Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu?" tanyanya dengan nada menyalahkan.

"Maaf, selama ini saya..."

"Mungkin kemarin kamu bisa leluasa masuk dan keluar dari rumah ini tanpa permisi, tapi sekarang ada kami, orang tua kandung Rain. Jadi, saya rasa kamu perlu mengubah sikapmu agar lebih sopan."

Baru saja aku akan membalas pernyataan mereka, Rain muncul dari kamarnya dengan senyum cerah di wajahnya.

"Hai sayang, kamu udah lama?" tanyanya padaku.

Aku hanya menggeleng dan memberikan senyum dingin. Sepertinya Rain menyadari ketidaknyamananku, sehingga dia segera melanjutkan dengan sesuatu yang membuatku merasa beruntung.

"Bu, Pak," itulah panggilan Rain untuk mereka, meskipun dia masih canggung dengan kata-kata itu. "Aku yang kasih Ara kunci duplikat rumah ini dan aku bilang ke Ara, kapan pun dia mau kemari, dia gak perlu mengetuk pintu."

"Tapi kan sekarang..."

"Aku gak bermaksud untuk gak menghormati kalian, tapi posisi Ara di sini bukan orang lain bagiku. Jadi, aku harap kalian gak keberatan dengan itu." Rain menatap Pak Niko sejenak yang terlihat hendak menyela, namun sebelum itu terjadi, Rain melanjutkan dengan tenang namun tegas, "Ah... dan satu lagi, rumah ini punya Aurora"

Setelah Rain mengatakan itu, senyumku mulai mengembang, sementara aku merasakan tatapan tidak suka dari mereka berdua.

Aku dan Rain memutuskan untuk pergi ke kafe karena aku benar-benar tidak betah berlama-lama di rumah ini.

Sejak tadi aku masih penasaran dengan panggilan telepon itu. Siapa yang mereka hubungi sehingga mereka tampak terkejut ketika melihat kedatanganku. Tiba-tiba saja terlintas dipikiranku untuk kembali melakukan tes DNA di rumah sakit yang lain. Bukannya aku meragukan rumah sakit sebelumnya, tapi aku hanya ingin memastikan lagi kalau mereka tidak memiliki maksud terselubung dengan mengaku sebagai orang tua Rain.

Di Tengah berkecamuknya pikiranku, ponselku berdering begitu saja dan hal itu membuatku tersentak. Pikiranku yang sejak tadi sudah kacau, kini semakin kacau ketika melihat nama Oma berada di layar. Entah drama apalagi yang harus aku hadapi hari ini.

"Halo Oma," sapaku dengan enggan.

"Kamu di mana, Aurora?" suaranya tegas.

"Aku..."

"Oma ingin ketemu, sekarang."

"Tapi Oma..." panggilan itu terputus sebelum aku bisa menyelesaikan kalimatku. Rasanya ingin sekali mengutuknya, tetapi apakah aku boleh durhaka pada ibu dari ibu kandungku? Ahhh aku benar-benar ingin memaki nenek tua itu sekarang.

Let Me InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang