RAIN'S POV
Sebenarnya, aku tidak akan semarah ini jika kebohongan Aurora hanya sebatas menyembunyikan identitas kedua orang tuanya. Itu mungkin bisa kumengerti. Namun, amarahku semakin menjadi ketika aku mengetahui bahwa dialah yang secara diam-diam membeli rumah itu dan menggunakan nama orang lain untuk menutupi tindakannya.
Bagaimana tidak? Aku menceritakan semua kegembiraanku tentang rumah itu dengan penuh antusias, berbagi setiap detail dengan Aurora. Dia mendengarkan ceritaku dengan begitu perhatian, bahkan terlihat senang saat itu. Tapi sekarang aku bertanya-tanya, apakah dia benar-benar bahagia untukku, atau hanya merasa bangga karena berhasil membuatku senang melalui cara yang seperti itu?
Bukannya aku tidak bersyukur memiliki pacar yang kaya raya dan bisa melakukan banyak hal. Tapi aku masih punya harga diri, dan mengetahui bahwa Aurora seakan mempermainkanku, perasaanku benar-benar hancur. Satu hal yang terus berputar-putar di pikiranku sekarang adalah: Apakah Aurora benar-benar mencintaiku, atau dia hanya merasa kasihan padaku?
Flashback On
Setelah merasa bosan berdiam diri di kafe tanpa kehadiran Aurora di sampingku, aku memutuskan untuk pergi ke sebuah restoran yang baru saja dibuka. Beberapa kenalanku mengatakan bahwa menu di restoran ini sangat enak dan harganya masih tergolong standar. Karena rasa penasaranku yang tinggi, aku pun memutuskan untuk mencobanya dan memesan beberapa hidangan.
Saat aku tengah menyantap makanan di depanku, suasana yang sebelumnya lumayan berisik tiba-tiba menjadi hening. Bahkan, seseorang yang sebelumnya bernyanyi di panggung juga berhenti. Aku mengedarkan pandanganku ke sekitar dan melihat beberapa orang menatap ke satu arah. Aku mengikuti arah tatapan mereka dan terkejut mendapati seseorang yang menjadi pusat perhatian. Seketika aku terperangah melihat siapa orang itu.
"Ara..." gumamku saat melihat sosok itu. Ternyata, itu adalah Aurora, kekasihku. Mataku tidak bisa berkedip memandangi Aurora yang melangkah anggun melewati beberapa orang yang sudah lama menatapnya. Aku merasa sangat bangga memilikinya. Namun, ada sedikit rasa cemburu saat melihat semua orang dengan bebas menatap lekuk tubuh Aurora. Aku berani bertaruh bahwa mereka juga tidak berkedip saat memandangnya.
Aku terus memperhatikan Aurora yang berjalan menuju sebuah meja. Di sana, aku melihat sepasang suami istri yang tidak pernah ku kira akan ada di sini. Aurora tampaknya mengenal mereka. Apakah mereka juga terlibat dalam bisnis yang sama? Itu satu-satunya hal yang ada dalam pikiranku. Namun, hatiku terasa seperti tertancap besi panas saat mendengar ucapan Pak Albert.
"Look at our daughter, she's so stunning like you, darling," ujar Pak Albert, membuatku benar-benar terkejut.
"Danke Papa," balas Aurora.
Jadi, ternyata Aurora adalah anak mereka. Tapi bagaimana mungkin...?
Seketika, aku teringat semua hal yang tiba-tiba menjadi lebih mudah bagiku. Dari tawaran mereka untuk memberikan dana untuk membangun kembali kafe-ku hingga...
Ah sial...
Aku harap orang yang membeli rumahku sekarang bukanlah kenalan Aurora. Jika benar dia kenal Aurora, berarti dia telah membohongiku selama ini. Dengan emosi yang tidak bisa kuungkapkan, aku meninggalkan restoran dan menuju ke pantai.
Aku mencari bukti transfer uang sewa rumahku tiga bulan lalu, dan nama orang tersebut adalah Sara Craig. Dengan cepat, aku mencari profil Sara Craig dan ternyata dia adalah seorang dosen di salah satu kampus swasta terkemuka di Jakarta. Lebih mengejutkannya lagi, dia adalah kakak angkat dari Irene, mantan selebriti itu. Dan ini berarti dia adalah kakak tiri Mershian dan tentu saja Aurora juga mengenalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me In
RandomSatu... dua... tiga... Hanya dalam hitungan tiga detik, dia mampu membiusku dengan auranya yang begitu mempesona. Bagaimana bisa aku jatuh cinta pada seseorang yang sama sekali tidak aku kenal dan tetap mengharapkannya meskipun pertemuan itu sudah...