"You're not going to let me go, aren't you?"
Heeseung tertawa. "No."
A Heejay Mafia Story
- may contain inappropriate content
- written in bahasa, tapi mungkin ada beberapa percakapan yang pake inggris
- ya gitu lah
maaf aku penulis pemula, hope u e...
Heeseung, Jay, dan Riki tiba di Moon Casino beberapa menit sebelum pukul sembilan.
Bangunan megah dengan desain arsitektur ultramodern menjulang di hadaLampu-lampu LED biru dan emas menghiasi fasadnya, menciptakan pendaran yang memikat.
Di depan pintu masuk utama, terpasang tulisan besar "Moon Casino" dengan huruf-huruf yang berkilauan, dan tepat di bawahnya, sebuah tulisan kecil berbunyi "c'est la vie", seolah menjadi pengingat bahwa segala sesuatu di dunia ini hanyalah permainan belaka.
Cassino ini memiliki keamanan yang sangat ketat. Puluhan penjaga berseragam hitam dengan emblem bulan sabit tersebar di sekitar area masuk, memindai setiap tamu yang datang dengan tatapan waspada.
Kamera-kamera pengintai tersembunyi di sudut-sudut tak terduga, mengawasi gerak-gerik di sekitar bangunan.
Di balik tembok kaca berlapis baja, terpampang senyum ramah para resepsionis yang siap melayani para tamu istimewa dari berbagai penjuru dunia.
Tempat ini bukan hanya sekadar kasino, tetapi juga markas besar bagi mereka yang mengendalikan kekuasaan dari balik bayang-bayang.
Di sini, tempat dimana uang dan rahasia berpindah tangan dengan cepat. Satu saja kesalahan, bisa memicu perang besar antar penguasa.
"Kota ini, tempat para penguasa dunia hitam berkumpul, dan kasino ini, adalah pusatnya."
Jay dan Riki, keduanya ragu dan sedikit takut hanya dengan melihat bangunannya. Meski memiliki latar belakang yang hebat, mantan assassin dan pengawal pribadi, rasanya mereka masih kalah telak dengan para penguasa yang memiliki banyak harta dan sumber daya.
"Ayo."
Heeseung melangkah lebih dahulu, diikuti oleh Jay dan Riki. Di dalam lobi, mereka disambut oleh lantai marmer hitam yang mengkilap dan langit-langit tinggi dengan lampu kristal yang menggantung elegan.
"Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?"
Seorang resepsionis tersenyum ramah menyambut kedatangan mereka. Matanya secara profesional diam-diam memperhatikan setiap detail penampilan dan gerak-gerik ketiganya. Jay menyadarinya, Ia juga sering melakukan hal itu ketika menilai target dan klien nya.
Heeseung mengeluarkan kertas yang dibawanya—kertas yang diperolehnya dari dalam kotak, menyerahkannya pada resepsionis.
Kertas itu diterima dan dibuka perlahan. Hanya beberapa detik, resepsionis itu lantas tersenyum, namun senyum yang berbeda dari yang sebelumnya.
"Silakan ikuti saya," katanya dengan nada tenang namun tegas. Tanpa menunggu jawaban, Ia berbalik dan mulai berjalan menuju pintu di belakang lobi, mengisyaratkan ketiganya untuk mengikutinya.
Jay dan Riki bertukar pandang. Meski begitu mereka tetap mengikuti Heeseung berjalan di belakang resepsionis tersebut.
Mereka melewati lorong gelap yang minim perabotan dan pencahayaan. Meskipun redup, lorong tersebut tampak mewah dengan dinding berlapis panel kayu gelap dan lantai marmer yang berkilau samar di bawah cahaya redup. Langkah mereka menggema.
Setelah beberapa saat, mereka memasuki sebuah ruangan besar. Ruangan tersebut kosong, hanya dihiasi beberapa lukisan abstrak yang menggantung di dinding. Di ujung ruangan, berdiri pintu besar dengan sayap yang terbuat dari kayu hitam yang kokoh.
Resepsionis itu berhenti di depan pintu, kemudian berbalik menghadap mereka. "Tunggu di sini," katanya singkat, lalu membuka pintu besar tersebut dan masuk ke dalam. Pintu itu menutup pelan.
Sesaat, suasana terasa tegang. Ketiganya berdiri dalam diam, saling bertukar pandang. Mereka bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya.
Resepsionis itu membuka pintu besar setelah beberapa saat, mengangguk singkat, mengisyaratkan ketiganya untuk masuk. Jay, Heeseung, dan Riki melangkah masuk dengan hati-hati, ketegangan semakin terasa saat mereka memasuki ruangan tersebut.
Di dalam, tampak tiga orang laki-laki. Dua diantaranya berdiri dengan sikap tegap dan waspada, sementara yang satunya duduk dengan tenang di kursi besar di tengah ruangan.
Wajah Heeseung menegang, amarahnya mendidih melihat dua lelaki yang berdiri di depannya. Jake, rivalnya; dan Jungwon, adiknya.
Kedua tangannya mengepal, urat nadinya menonjol, menunjukkan semarah apa dia. Jay yang menyadariya menyentuh pundak Heeseung, berusaha menenangkan.
"Kau tampak sangat marah." Sosok yang berada di tengah berdiri, Ia mengenakan setelan formal dengan jas besar yang digantungkan di bahu lebarnya. "Heeseung Lee."
Ia berjalan mendekat, membiarkan cahaya memperlihatkan wajahnya.
"Sunghoon Park."
.
.
.
tbc.
🔓 character unlocked:
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.