"Tunggu, orang tuaku bagaimana?" Jay menyela.
"Orang itu tahu dimana mereka."
.
.
Mobil yang dikendarai Jay melaju dengan kecepatan tinggi, berderu melewati jalanan gelap menuju alamat yang diberikan oleh Jake. Di dalam mobil yang sempit, napas mereka terdengar memburu, mencerminkan ketegangan dan kemarahan yang dirasakan.
Riki duduk di kursi penumpang depan, matanya awas mengawasi setiap sudut jalan, sementara Heeseung di belakang, tangannya erat menggenggam senjata. Sementara itu Sunghoon, Jake, dan Jungwon berada di mobil yang berbeda, tertinggal jauh di belakang.
Setibanya di kediaman yang dimaksud, Jay segera mematikan mesin dan keluar dari mobil. Rumah itu tampak megah namun sunyi, dikelilingi oleh taman yang gelap dan pepohonan yang membentuk bayangan menyeramkan di bawah cahaya bulan.
Di sekeliling rumah, anak buah Heeseung sudah bersiaga. Penjaga sekitar kediaman musuh sudah dilumpuhkan, senjata mereka siap di tangan, menunggu perintah selanjutnya.
"Kau sangat gegabah," komentar Sunghoon yang baru sampai di tempat. "Sepertinya memang benar buah jatuh tak jauh dari pohonnya."
Heeseung diam, Ia tidak memedulikan ocehan Sunghoon.
Riki memberikan tanda, dan mengisyaratkan semuanya untuk mulai bergerak. Dengan langkah cepat dan pasti, mereka mendekati pintu utama. Heeseung, sebagai pemimpin mereka, memberikan isyarat terakhir sebelum perintah dikeluarkan.
Tanpa pikir panjang, Riki mendobrak pintu dengan satu tendangan keras, membuatnya terbuka dengan suara keras yang menggema di seluruh rumah.
Begitu masuk, suasana berubah menjadi kacau. Suara tembak-menembak terdengar nyaring, mengisi udara dengan bau mesiu dan erangan manusia.
Kilatan peluru memantul di dinding dan lantai bersamaan dengan darah yang terciprat dari luka-luka mereka yang terkena tembakan, menciptakan pemandangan yang dramatis dan mengerikan.
Jay, dengan adrenalin yang mengalir deras di nadinya, bergerak lincah, mencari perlindungan di balik furnitur sambil memastikan tembakan balasan. Riki bergerak cepat, memimpin beberapa anak buah Heeseung ke arah tangga, sementara Heeseung sendiri memimpin serangan frontal dengan berani.
Sunghoon dengan cekatan menembak dari sudut ruangan, memberikan perlindungan bagi yang lain, sementara Jake dan Jungwon memastikan tidak ada musuh yang lolos dari pengawasan mereka.
"APA-APAAN INI?!" Seorang wanita paruh baya berteriak kaget. Ia muncul dari lorong di lantai dua, diikuti oleh seorang lelaki yang tampak seumuran dengannya. Suaminya.
Keduanya terpana melihat kekacauan yang melanda rumah mereka—pecahan kaca berserakan, furnitur hancur, dan tubuh-tubuh yang tergeletak tak berdaya.
Mata wanita itu kemudian tertuju pada Heeseung, keponakannya yang berdiri di tengah-tengah kekacauan tersebut. Tatapannya penuh amarah dan kebingungan, menuntut penjelasan di tengah situasi yang semakin memanas.
"HEESEUNG, APA YANG KAU LAKUKAN?!" wanita itu berteriak marah. Tangannya mencengkeram erat besi penyangga, berusaha menahan ledakan emosinya.
Heeseung menatap berani mata wanita itu, Jay dan Riki mengikuti berdiri di sampingnya. Emosi wanita itu memuncak. Ia melepaskan teriakan yang lebih lantang, menghardik orang-orang yang berani merusak kediamannya.
Namun, suaranya tiba-tiba tertahan di tenggorokan. Matanya melebar saat melihat seorang pria pucat dengan jubah hitam panjang berjalan santai sambil menatap ke arahnya, berhenti tak jauh dari Heeseung dan kedua anak buahnya. Pria itu tersenyum sinis, memperlihatkan taringnya yang tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pursuit (HeeJay)
Fanfiction"You're not going to let me go, aren't you?" Heeseung tertawa. "No." A Heejay Mafia Story - may contain inappropriate content - written in bahasa, tapi mungkin ada beberapa percakapan yang pake inggris - ya gitu lah maaf aku penulis pemula, hope u e...