Heeseung meletakkan punggungnya. Ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Tiba-tiba pintu ruangan terbuka pelan, Jungwon masuk dengan langkah tenang.
Jungwon menarik kursi, lantas duduk berhadapan dengan Heeseung. Heeseung menegakkan punggungnya, mengambil sikap waspada.
"Ada apa?" tanya Heeseung berusaha terlihat santai.
"Aku senang kau mengawasiku," kata Jungwon sambil tersenyum. Entah itu sarkas atau bukan.
"Aku ada sesuatu untukmu."
Jungwon meletakkan sebuah kotak di atas meja Heeseung. Dari luar kotak itu tampak polos dan sederhana, terbuat dari kayu dengan bentuk persegi panjang. Meskipun tampilannya tidak mencolok, Heeseung merasa seperti ada hawa aneh yang memancar dari kotak tersebut.
"Apa ini?"
"Kotak."
Heeseung ingin memukul Jungwon sekarang juga.
"Kotak ini seharusnya diwariskan padamu, tapi mereka justru memberikannya padaku," kata Jungwon sambil mengusap kotak tersebut. Ia menatap Heeseung. "Kotak ini berisi perjanjian antara mendiang orang tua kita dan Selene."
Heeseung mengerut tidak suka. Lagi-lagi Selene. Siapa sebenarnya Selene? Ia yakin Selene bukan orang biasa.
"Kenapa kau memberikannya padaku?" Heeseung bertanya.
"Bukankah kau ingin bertemu dengannya?" tanya Jungwon balik. Heeseung mengangguk. "Kotak ini akan membantu kalian bertemu Selene."
"Bagaimana caranya?"
"Kau akan tahu."
Setelah mengatakan itu, Jungwon berdiri. Ia berjalan keluar dari ruangan.
"Jungwon," panggil Heesung, menghentikan langkah Jungwon. "Bagaimana rasanya tertembak?"
Jungwon menoleh, Ia tersenyum sangat lebar. "Menyenangkan."
* * *
Riki, Jay. Keduanya kini berada di ruangan Heeseung. Berbeda dengan Riki yang melirik tajam Jay, Jay diam menunduk sambil memikirkan kesalahan apa yang baru-baru ini dibuatnya.
"Apa kalian pernah melihat kotak ini?" Heeseung mengeluarkan kotak yang Jungwon berikan padanya beberapa saat lalu.
"Itu..," Riki menjawab, "kotak yang ditinggalkan kepala keluarga sebelumnya untuk Tn. Muda Jungwon."
Heeseung mengangguk. "Benar. Dan tadi, Jungwon baru saja memberikannya padaku."
"Kenap—"
"Aku tidak tahu," Heeseung menyela. Ia tahu apa yang hendak Riki tanyakan.
"Riki." Heeseung berdiri, Ia berjalan ke arah pengawal pribadi sekaligus orang kepercayaannya. "Kau tidak akan mengkhianatiku, kan?"
"Tidak!" Riki berseru tegas. Ia berlutut, sekali lagi menyuarakan sumpah setianya pada Heeseung. Heeseung tersenyum, Ia meminta Riki untuk berdiri.
"Sejujurnya, setelah Jungwon berkhianat, aku tidak tahu lagi siapa yang bisa dipercaya," kata Heeseung. Ia kembali ke tempat duduknya.
"Tapi setidaknya aku tahu, sementara ini, ada dua kubu dalam keluarga ini. Aku dan Jungwon." Ia melanjutkan. "Saat ini, hanya kalian yang bisa kupercaya."
Heeseung bercerita, tentang pengkhianatan Jungwon, Selene, dan kejadian malam itu di bar. Jay mendongak, tidak percaya bahwa yang mereka alami benar-benar nyata. Sementara Riki, Ia kesal, marah, dan bingung. Ia tidak tahu bagaimana memproses semua ini.
"Dan kotak ini, Jungwon bilang dapat membantu kita bertemu Selene," kata Heeseung sambil mengusap kotak kayu di mejanya. "Dia tidak memberikan kuncinya, aku juga tidak bisa merusaknya."
"Tuan." Riki membuka suara. "Aku mungkin.., tahu dimana kuncinya."
.
.
.
tbc.
iyh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pursuit (HeeJay)
Fanfiction"You're not going to let me go, aren't you?" Heeseung tertawa. "No." A Heejay Mafia Story - may contain inappropriate content - written in bahasa, tapi mungkin ada beberapa percakapan yang pake inggris - ya gitu lah maaf aku penulis pemula, hope u e...