The Truth

527 69 2
                                    

35 tahun yang lalu...

"Kalian sungguh serakah!" bentak Selene, suaranya menusuk tajam ke dalam ruangan. Pasangan suami-istri itu bersujud di hadapannya, wajah mereka pucat.

"Aku telah meninggikan derajatmu; memberimu rumah, kekayaan, jabatan. Dan kini, kau menginginkan kekuasaan? Kau bahkan tak memberiku penghargaan yang pantas!" Kata-kata Selene bergema, menimbulkan getar ketakutan pada pasangan itu.

"Maafkan kami, maafkan," sang suami memohon, suaranya penuh dengan penyesalan palsu.

"Aku hanya memintamu untuk tidak bertindak sombong dan gegabah, tapi kau melarangnya? Bukankah itu untuk keselamatanmu sendiri? Kenapa kau begitu bodoh!" Selene membentak semakin keras, mendesak sepasang suami istri itu semakin menunduk dalam ketakutan yang memuncak.

"Kecerobohanmu itu hampir saja menyebabkan rahasia ini tersebar ke media! Kau tahu aku bisa membunuhmu kalau kamu melanggar perjanjian itu!"

"M-maafkan aku," sahut lelaki itu, suaranya gemetar. "A-aku telah berusaha menutup berita tersebut."

"Maafkan kami, Selene. Ini kesalahan kami karena kami tidak bisa mengendalikan saudara kami!" sang istri ikut berbicara, berusaha menambahkan permohonan maaf.

"Yang dilakukan saudara kalian itu, itu tidak akan terjadi jika kalian bisa menjaga lisan kalian dengan baik. Tapi apa? Kalian tidak melakukannya dan dia dengan sembrono menyebarkan tentang 'SELENE' ke media massa. Tentang 'AKU' ke media massa." Selene berkata tajam, meskipun tak lagi membentak.

"T-tapi, aku yakin tidak ada yang percaya."

"Kamu masih berani membantah?!" Selene berseru marah.

Suami istri itu terdiam, menunduk dalam ketakutan yang memilukan.

Selene menatap pasangan itu beberapa saat, sebelum kembali membuka suara. "Aku kan mencabut semua hak dan kekayaan kalian."

Sepasang suami istri itu panik, mereka memohon ampun atas amukan Selene.

"Jangan, tolong, jangan..," pinta sepasang suami istri tersebut pilu.

"Apapun, kami akan melakukan apapun," lelaki tersebut memohon.

Selene diam, merasa jijik dan kesal dengan tingkah dua orang di hadapannya.

"Aku beri kalian satu kesempatan," Selene akhirnya angkat bicara. Sepasang suami istri itu menghela nafas lega. 

"Kekuasaan dan kemegahan, diganti dengan anak pertama."


* * *


Heeseung terduduk lemas, tidak pernah menyangka bahwa orang tuanya memiliki hubungan dengan wanita yang duduk di hadapannya. Bukan hanya hubungan, tapi kesalahan fatal yang menjadikannya tumbal demi keserakahan keduanya. 

Wajah Selene yang dingin dan tatapan tajamnya menambahkan ketegangan di ruangan itu, terlebih Heeseung yang baru saja dihantam dengan kenyataan.

"Lalu.., kenapa kau.., membunuh mereka?" Heeseung bertanya pelan.

"Aku tidak membunuh mereka."

"Bohong!"

"Kalau kau berpikir tentang bayangan di CCTV itu, mungkin Jake bisa menjawabnya."

Jake, yang disebut Selene menunduk hormat pada tuannya sebelum angkat bicara.

"Itu aku," kata Jake, "aku yang memberikan rekaman CCTV itu."

Heeseung diam, Ia berusaha antara mencerna dan menahan perasaannya yang berkecamuk.

"Seperti yang kau lihat di rekaman itu, ada bayangan hitam yang muncul sekilas. Itu memang Selene," kata Jake. "Tapi dia datang bukan untuk membunuh orang tuamu, tapi mengambilmu."

"Sayangnya, kau terluka parah karena kecelakaan itu dan orang tuamu menolak memberikanmu dengan alasan menunggu sampai kondisimu membaik. Kau tahu apa yang mereka lakukan?" Jake melanjutkan, "mereka memberikan Jungwon pada Selene."

Heeseung menunduk lesu, Ia tak habis pikir dengan kejadian-kejadian tidak masuk akal yang barusan didengarnya. Apa ini kebenaran? Jika iya, artinya selama ini dia hidup dalam kebohongan?

"Kakak, apa kau ingat kalau dulu aku adalah anak yang sakit-sakitan?" kali ini Jungwon yang bicara.

Heeseung mengangkat kepalanya, jarang sekali Jungwon memanggilnya dengan sebutan "kakak".

"Orang tua kita, memberikanku pada Selene karena mereka menganggapku anak yang menyusahkan, anak yang tidak punya masa depan." Jungwon bercerita, kedua tangannya mengepal. Ia kecewa dan marah. Namun beberapa saat setelahnya, Ia tersenyum lebar. "Tapi buktinya, setelah aku berada di bawah asuhan Selene, aku bisa jadi seperti sekarang."

"Jadi yang waktu itu kau maksud dengan tidak pernah di pihakku.."

"Ya," Jungwon memotong kalimat Heeseung. "Aku selalu berada di pihak Selene."

Sekarang Heeseung mengerti. Selama ini, Ia, yang digadang-gadang sebagai penguasa, sejatinya hanyalah boneka yang hidup di bawah pengawasan Selene.

Tiba-tiba, Ia teringat kata-kata Sunoo yang memperingatkannya hari itu.

"Selene bukan manusia," kata Sunoo. "Setidaknya begitu."

"Siapa kau..?" tanya Heeseung pada Selene.

"Aku? Selene." Jawab Selene.

Heeseung diam. Ia merasa, Ia tidak boleh bertanya lebih jauh.

"Biar kuberi kau petunjuk," kata Jake, Ia membenarkan kacamatanya. "yang mengendalikan truk itu, adalah yang orang yang sama dengan yang menyebarkan tentang 'Selene' di media massa."






.




.




.






tbc.


The Pursuit (HeeJay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang