CHAPTER 23 - Ibukota Ignea & Misi Rahasia

7 8 1
                                    

Setelah menghabiskan waktu di kedai kopi, Nirwana dan Tiara berjalan melewati jembatan kecil menuju perbatasan kota. Dinding batu tinggi melingkari seluruh ibukota dan istana yang menjulang di belakang mereka.

Saat Nirwana mendongak, bayangan dinding yang menutupi wajahnya tidak hanya itu yang dilihatnya. Seketika, bayangan besar melintas di atas kepalanya, mengalir di udara, membentuk sebuah bayangan oval raksasa yang menghalangi cahaya matahari di tempat itu.

Sebuah kapal besar yang terbuat dari kayu terlihat megah dengan layarnya yang berkibar di atasnya. Kapal itu dirancang dengan detail yang indah, mulai dari tiang-tiang kokoh yang menopang layar besar hingga lambung yang elegan.

Bayangkan kapal itu melayang di atas hamparan udara, seolah-olah menaklukkan angkasa dengan keanggunan dan kekuatan yang luar biasa. Nirwana terpesona oleh kejadian yang luar biasa ini, takjub dengan kapal yang melayang di langit.

Layar-layar kapal berdesing angin, membawa kapal itu melintasi langit biru yang luas. Sinar matahari memantulkan cahaya gemerlap di permukaan kapal, menciptakan kilauan yang memukau.

Kapal Columbus melayang dengan anggunnya di atas awan putih, meninggalkan jejak bayangan di tengah hamparan udara. Suara gemuruh ombak yang digantikan oleh suara angin yang lembut menciptakan suasana tenang dan damai di sekitar kapal tersebut.

Nirwana terpesona dan menggeleng pelan, seolah tidak percaya dengan apa yang sedang dia saksikan. Telunjuknya menunjuk ke arah bayangan hitam yang melintas tepat di atas kepalanya. "Sejak kapan ada kapal yang melayang di udara?"

Tiara, yang berdiri di sampingnya, menahan tawa dengan sopan sambil menutupi bibirnya dengan jari lentiknya. "Itu adalah kapal Columbus, sebuah alat transportasi antar wilayah yang beroperasi di suatu negara."

Pemuda itu menoleh dengan ekspresi heran. "Benarkah? Mengapa terlihat begitu aneh?"

Tiara tersenyum lembut, "Sebenarnya tidak ada yang aneh. Kamu mungkin hanya belum pernah melihat kapal seperti itu sebelumnya, Nirwana..."

Nirwana terdiam tanpa kata, menyaksikan kepergian kapal besar yang semakin menjauh dari pandangannya.

"Nirwana," panggil Tiara.

Nirwana tersadar saat merasakan tangannya ditarik. Dia tertawa kecil. "Ah, ada apa?"

"Apa kau lupa bahwa kita harus pergi ke kedai roti?"

"Sebaiknya kita ajak William agar tidak tersesat di tengah luasnya ibukota Ignea," ujar Nirwana.

"William?" Tiara mendengus kesal, wajahnya memperlihatkan ketidaksenangan. "Aku tidak ingin ada yang mengganggu perjalanan kita berdua. Itulah sebabnya aku meminta kepada sepasang penjaga untuk tidak mengawal kita. Kamu malah ingin membawa William. Sungguh payah."

"Nah, maksudku dengan membawa William, dia bisa menjadi penuntun bagi kita di tengah keruwetan ibukota Ignea yang begitu luas, mengingat terdapat enam wilayah dengan nama kota yang berbeda," Nirwana seakan mencium aroma tertentu, lalu mengusap tangan Tiara yang sedang menggenggamnya. "Baiklah, mari kita anggap ini sebagai bulan madu di ibukota yang megah ini."

Tiara menggelengkan kepala sambil menahan tawa. "Kita belum menikah, Nirwana. Lagipula, aku masih terlalu muda untuk menjadi istrimu."

"Loh, jika kamu bukan jodohku... Paksa, sayang. Paksa! Haha!" Nirwana tertawa riang.

Tiara tersipu malu, menundukkan kepala. "Tentu saja kita berjodoh."

Sementara itu, Mata biru William dengan penuh perhatian menelisik setiap toko yang berjejer di sisi jalan yang ramai. Jubah ungu bertudung milik Nona Lisa, meskipun elegan, terlihat hampir tak terlihat di antara kerumunan yang padat. Jalan utama ibukota Ignea yang luas tidak serta merta memudahkan pencarian. Meskipun sudah melewati dua stand yang berbeda, bayangan Nona Lisa masih belum juga muncul sejak ia meninggalkan laboratorium. William dengan penuh tekun juga meminta petunjuk kepada beberapa orang yang melintas. Kebanyakan gadis terlihat tersipu malu saat ditanya olehnya.

FINAL FANTASY The Legend Of AmartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang