CHAPTER 17 - Hades Scorpion

7 7 0
                                    

Putri Elsa duduk dengan anggun di kursi di depan meja riasnya, memandang cermin sambil menyisir rambut pirangnya. Derap suara langkah menjejak di lantai istana dan seketika berhenti di depan pintu masuk kamar sang Putri.

Putri Elsa menoleh ke arah pintu kamarnya. "Siapa di sana?"

"Saya, Tuan Putri," jawab Helena dari balik pintu.

Helena mengenakan gaun yang megah, langkahnya ringan saat ia mendekati pintu kamar Putri Elsa. Dengan lembut, ia meraih gagang pintu dan membukanya perlahan. Cahaya lembut dari luar memperlihatkan siluet Helena yang elegan, memancarkan keanggunan dan kelembutan dalam gerakannya.

Pandangan sang Putri terpaku pada Helena saat gadis itu melangkah dengan anggun mendekati meja rias.

Helena mengenakan gaun yang mempesona, mencerminkan kemegahan busana era kerajaan Eropa. Gaunnya terbuat dari kain sutra yang halus dan berwarna lembut, dengan corak bordir emas yang rumit dan indah. Potongan gaunnya mengikuti mode busana istana yang elegan, dengan korset yang dipercantik dengan hiasan permata berkilauan.

Lengan gaunnya panjang dan berkerut indah di pergelangan tangan, sementara roknya mengalir panjang hingga menyentuh lantai dengan hiasan renda yang cantik. Selendang tipis melingkari bahu Helena, menambah sentuhan anggun pada penampilannya. Di bagian pinggang, sabuk emas dengan detil ukiran menonjolkan lekuk tubuhnya.

"Kau terlihat memesona tanpa zirah baja yang selalu menaungi tubuhmu, Helena," kata Putri Elsa sambil berpaling dari cermin pada meja riasnya. "Apakah tamu kita sudah tiba di istana?"

Helena menggeleng pelan. "Belum, Tuan Putri."

Putri Elsa menghela nafas, lalu meletakkan sisir dengan lembut di atas meja. Matanya kembali menatap sosok Helena yang berdiri di belakangnya. "Sudah dua hari dan Nirwana belum juga tiba di istana. Mengapa kau tidak memerintahkan pasukanmu untuk mencarinya?"

Helena tergagap, lalu menjawab kaku, "Saya hanya akan bertindak sesuai perintah dari pejabat istana, Tuan Putri."

"Baiklah, mungkin ada keterlambatan dalam kedatangan beliau ke istana. Namun, ingatlah bahwa Baginda Raja dan pejabat lainnya menantikan sosok pahlawan tersebut hingga esok hari," ucap Putri Elsa dengan suara yang penuh kekhawatiran.

Di sebuah pondok tua di desa Nortwood, seorang pemuda dalam balutan jas hitam melangkah mendekati jendela pondok. Matanya yang sayu menatap keindahan hutan belantara yang penuh dengan keajaiban, di mana cahaya matahari tembus melalui dedaunan yang rimbun, menciptakan kilauan magis di antara pepohonan yang menjulang tinggi. Kupu-kupu berwarna-warni dan lebah besar berterbangan dengan leluasa, menambahkan sentuhan keindahan yang mistis di udara.

Pemuda itu tersenyum sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Suara langkah kaki yang semakin dekat mulai mengusik keheningan, membuatnya menoleh. Di hadapannya, seorang gadis elf mendekatinya dengan lembut, membawa nampan di depan dada dengan penuh keanggunan.

"Nirwana, aku telah menyeduhkan teh hangat untukmu," ucap Tiara dengan ramah, sambil menyerahkan secangkir teh kepada Nirwana.

Nirwana menerima teh dengan senyum hangat, "Terima kasih. Oh, ya... Bagaimana keadaan William?" tanyanya sambil menatap Tiara dengan perhatian.

Tiara menjawab dengan lembut, "Dia dalam kondisi baik, hanya perlu sedikit waktu untuk pulih sepenuhnya."

Nirwana menekuk lengan kanannya, mendekatkan cangkir teh ke bibirnya, dan menyeruput dengan pelan. Pemuda itu kemudian terdiam sejenak, matanya memandang keluar jendela, membiarkan pikirannya melayang jauh. Ingatan lama mulai menyelinap ke dalam benaknya, memunculkan kisah-kisah masa lalu yang mengguncang hatinya. Hingga suatu ketika, suara jeritan histeris membuyarkan lamunannya.

Seorang wanita melintasi semak belukar dengan langkah tertatih, kekuatannya hampir habis. Akhirnya, dengan napas tersengal, ia tersandung akar pohon yang menjuntai dan jatuh dengan gemuruh. Tubuhnya terluka, darah mengalir dari luka di antara bahu kanan dan dada. Meski terlumuri darah, ia tetap berjuang untuk bangkit sebelum memasuki kawasan desa.

Dengan kekuatan terakhir yang tersisa, wanita itu bangkit dengan tekad yang membara. Namun, tiba-tiba, sebuah benda tajam muncul dari balik semak belukar dan menusuk punggungnya dengan kejam.

Ketika rasa sakit menusuk tubuhnya, wanita itu tersentak kaget, darah segar membanjiri mulutnya. Di saat yang sama, Nirwana yang tanpa disadari mengamatinya dari balik jendela, terkejut hingga menjatuhkan cangkirnya dengan suara gemuruh.

Benda runcing tersebut, seperti mata pisau yang membelah kegelapan malam, perlahan-lahan mengangkat tubuh wanita ke udara. Bayangan misteri menyelimuti kejadian tragis yang sedang terjadi, menciptakan aura ketakutan dan kebingungan.

Dengan gemuruh yang menggetarkan tanah, sebuah kalajengking raksasa muncul dari dalam semak belukar. Ekor panjangnya terangkat tinggi ke udara, menciptakan bayangan yang menakutkan di atas tanah. Wanita itu, mulutnya penuh darah, merintih kesakitan sambil meraih lengan kirinya ke udara, mencari pertolongan yang sia-sia.

Mahkluk besar itu dengan gerakan lincah dan gesit, tanpa belas kasihan, membanting tubuh wanita yang telah lemah ke tanah. wanita itu terbaring tak bernyawa di hutan yang terletak di depan desa. Sebagian orang yang melihat kejadian tragis itu segera berlari berhamburan, tak ada yang berani mendekat atau menolongnya. Nirwana, yang terperangah oleh pemandangan tersebut, dirinya tidak tahu harus berbuat apa, dengan kejadian yang berada di depan mata.

Kalajengking itu berlari dengan segenap kekuatan yang dimilikinya, ekornya yang penuh darah terlihat jelas melengkung di atas tubuhnya. Makhluk itu bergerak cepat menuju pondok tempat Nirwana singgah, meninggalkan jejak darah dan kehancuran di sepanjang jalannya. Aura keangkeran dan ancaman masih terasa di udara, menciptakan ketegangan yang menggelayuti seluruh area sekitarnya.

Sementara itu, Nirwana yang masih terguncang oleh kejadian tragis yang baru saja terjadi, merasa semakin tertantang untuk mengungkap kebenaran di balik misteri yang menghantui hutan tersebut. Dengan hati yang berdebar kencang, Nirwana tidak memiliki kesiapan untuk menghadapi ancaman yang semakin mendekat.

Dengan kecepatan kilat, seutas anak panah melesat dari balik hamparan udara dengan presisi yang luar biasa. Makhluk itu menoleh, menemukan seorang gadis elf yang memegang busur dengan anggun, siap untuk bertarung.

Kalajengking itu semakin murka, gerakannya yang ganas dan cepat seakan mengguncang tanah di bawahnya. Dengan kecepatan kilat, japitnya melesat ke arah Tiara, gadis elf tersebut. Dengan refleks yang cepat, Tiara segera berguling ke permukaan tanah dan kembali memposisikan anak panah pada busurnya dengan penuh kewaspadaan.

Tiara melepas anak panah dari busurnya, hingga sepucuk anak panah melesat kencang dari balik hamparan udara. Melihat serangan yang di luncurkan oleh gadis elf di depannya, makhluk itu segera menepis anak panah dengan japitnya.

Kalajengking raksasa sontak mengayunkan ekornya ke arah Tiara yang berdiri tegak di hadapannya. Dengan refleks yang cepat, Tiara berguling ke samping dan berlari menjauh untuk menghindari serangan berikutnya.

Dengan tendangan keras, pintu pondok terbuka lebar oleh Nirwana.

"Aku lawanmu!" seru Nirwana dengan penuh amarah, sambil mengacungkan ujung pedangnya yang tajam ke arah mahkluk raksasa yang berdiri di hadapannya. Kilau pedang yang bersinar terang membelah keheningan malam, menciptakan aura keberanian dan ketegangan di udara.

Kalajengking itu tiba-tiba berbalik arah dan menemukan Nirwana yang berlari sambil mengacungkan pedangnya dengan gagah.

Ujung ekor yang tajam meluncur menuju Nirwana yang mendekatinya, namun dengan kecepatan dan ketangkasannya, Nirwana berhasil menghindari serangan tersebut dan melompat tinggi ke udara.

Suara teriakan penuh semangat dari Nirwana memecah keheningan malam yang bertabur gemerlap cahaya bintang. Dengan gerakan  lincah dan refleks yang cepat, Nirwana memutar pedangnya di udara dan mendarat dengan sempurna di atas tubuh kalajengking raksasa. Hunusan pedangnya tepat mengenai kepala makhluk tersebut.

Dengan kekuatan dan ketajaman pedangnya, ujung lancip bilah pedang Nirwana berhasil menembus kulit kepala kalajengking dan menembus organ dalam makhluk itu. Sebuah cairan kental berwarna hijau mengalir keluar dari kepala kalajengking setelah Nirwana berhasil mencabut pedangnya yang tajam.

Dengan nafas tersengal akibat pertarungan yang sengit, Nirwana akhirnya berhasil menjatuhkan makhluk mitologi yang telah lama meresahkan warga desa. William, yang menyaksikan kejadian itu, hanya bisa terbelalak tanpa mampu mengeluarkan suara. Tombak yang selama ini ada di tangannya tanpa disadari terlepas dan jatuh ke lantai dengan gemuruh, menjadi saksi bisu dari pertarungan epik yang baru saja terjadi.

"Hades Scorpion pun dapat di kalahkan dengan mudah olehnya. Se—sebenarnya, manusia macam apa dia?!" William terbelalak, kedua tangannya gemetar menatap Nirwana dengan penuh kekaguman dan kebingungan.

Tanpa sengaja, Nirwana menjatuhkan bilah pedangnya ke tanah. Matanya terpaku pada sepasang tangan yang tercakup oleh bercak darah, mengingatkannya pada kekerasan pertarungan yang baru saja berlalu.

Nirwana merasakan guncangan hebat pada kedua tangannya, seolah tak percaya dengan kejadian yang baru saja dialaminya. Dalam keheningan malam yang menyelimuti, dia berbisik pada dirinya sendiri, "Aku yakin bahwa yang kulakukan bukanlah sebatas mimpi. Namun mengapa keanehan ini selalu terjadi? Apa yang sebenarnya merasuk dalam jiwaku, sehingga aku mampu untuk membunuh mahkluk-mahkluk itu?!" Suaranya gemetar, mencerminkan kebingungan dan keheranan atas kekuatan yang mungkin tersembunyi dalam dirinya.

FINAL FANTASY The Legend Of AmartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang