CHAPTER 8 - Amarah Nirwana

12 11 3
                                    

Setelah menikmati waktu di puncak tebing, Helena melangkah perlahan melintasi jembatan kecil yang terletak dekat dengan pemukiman desa. Dinding batu kokoh menjulang di hadapannya, memeluk bangunan tua yang dipenuhi dengan ukiran klasik yang memikat di setiap sisinya.

Sinar mentari senja yang hangat menyapu langit, menciptakan perpaduan warna jingga yang memukau bersama awan putih yang lembut, membentang luas di atas kepala Helena. Langkahnya melaju di antara rerumputan hijau yang menjalar di halaman mansion kuno, diiringi aroma manis bunga-bunga yang menyapa hidungnya dengan lembut.

Helena terus berjalan di atas jalan setapak yang dihiasi oleh batu-batu kecil, merasakan sentuhan dinginnya di telapak kakinya.

Di sebelah kanan, tegaklah sebuah pohon raksasa yang menjulang ke langit, memberikan keteduhan alami dari terik sinar matahari. Suara gemericik air sesekali menghiasi udara, memancing Helena untuk memandang kolam yang mengalir begitu tenang di dekatnya. Bunga-bunga teratai mengambang di atas permukaan air, menambah keindahan panorama alam yang mempesona di sekelilingnya.

Di ruang tengah, seorang pemuda baru saja meninggalkan tungku perapian. Pemuda itu terlihat gagah dengan jas hitam yang dipakainya, busana berbahan kain hitam yang pas dengan tubuhnya yang atletis. Kancing jas yang berkilauan dari logam mengikat erat bagian dada, menonjolkan sisi maskulin pada penampilan Nirwana.

Pemuda itu melangkah mendekati seorang gadis elf yang telah memperhatikannya sejak tadi. Lengan jas panjangnya menutupi pergelangan tangannya, menambah kesan elegan dan rapi pada penampilannya yang gagah.

"Tiara, apakah kau yang memberikan jas baru ini untukku?" tanya Nirwana.

Gadis itu tersipu malu, kemudian menundukkan kepala seraya menjawab, "Iya, aku sengaja membuatnya agar kau dapat mengenakannya."

"Benarkah?" Ekspresi kaget melintas di wajah Nirwana, alisnya terangkat, dan bibirnya sedikit terbuka dalam keheranan.

"Tentu. Kau menyukainya?" Tiara menundukkan kepala, wajahnya dipenuhi rona merah muda yang memancar di pipinya. Matanya yang indah sedikit terpejam, dan bibir tipisnya bergetar sejenak sebelum akhirnya ia mengucapkan kata-kata dengan suara lembut.

Senyum samar merekah di wajah Nirwana. "Ya, aku menyukainya. Terima kasih, Tiara."

"Nirwana, kau adalah pahlawan bagi bangsa elf. Kau memiliki hati mulia dan jiwa kesatria yang tulus untuk melindungi sesama. Aku kagum padamu," ungkap Tiara.

"Aku hanyalah manusia biasa dan tidak pantas disebut sebagai pahlawan," ujar Nirwana sambil menatap intens gadis di hadapannya.

"Kau adalah Nirwana, sepercik cahaya dari surga yang mampu menyinari alam semesta. Dan kehadiranmu seakan merubah warna pada kelamnya dunia," ujar Tiara.

"Mengapa semua orang beranggapan bahwa aku adalah cahaya surga, dan pahlawan yang mampu merubah nasib mereka?" Suara lirih Nirwana terdengar, membuat dada gadis bernama Tiara berdebar-debar, sementara ia terus menatap pemuda itu di hadapannya dengan penuh intensitas.

"Sebab mereka percaya, bahwa Nirwana yang mereka kenal adalah kesatria utusan Dewa."

"Tiara, jika takdir memutuskan bahwa aku harus tiada, maka semua impian itu akan segera sirna dari pandangan mata," jawab Nirwana dengan penuh perhatian.

"Kau tidak akan pernah mati, karena dirimu adalah pahlawan yang tak tertandingi. Dan kau harus percaya bahwa nasib bangsa kami ada di tanganmu suatu hari nanti," ucap Tiara dengan keyakinan yang mendalam.

Nirwana mengangguk pelan. "Aku berjanji."

Suasana hening kembali mengisi ruangan tengah saat kedua individu saling bertatap muka. Namun, tiba-tiba keheningan itu terputus oleh suara derap langkah yang memecah kesunyian.

FINAL FANTASY The Legend Of AmartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang