Sepulang dari rumah Yunara, Gelin tidak sabar untuk kembali ke kamarnya untuk melanjutkan menulis novel yang belum selesai. Langkah-langkahnya cepat saat ia menyusuri lorong-lorong cahaya lampu langit-langit rumah. Saat ia tiba di depan pintu kamarnya, napasnya tengah-tengah. Tanpa ragu, dia langsung memasuki kamarnya.
Gelin duduk dengan santai di depan laptopnya, jari-jarinya yang lincah menari di atas keyboard. Ekspresi penuh konsentrasi, matanya terfokus pada kayar yang penuh dengan kata-kata, yang tercipta dari imanjensi dalam kepalanya.
Dengan perasaan lega Gelin menutup laptopnya dengan penuh rasa puas, senyum kebahagiaan telihat jelas di wajahnya yang bersinar oleh cahaya layar.
"Akhirnya aku menyelesaikannya! " desah Gelin dengan penuh rasa lega.
Setelah menyelesaikan menulis novelnya dengan penuh semangat, dengan hati-hati ia membuka laman komentar dari para pembacanya.
Gelin menyentuh komentar dari positif dari salah satu pembaca, senyumnya melebar tak terbendung."ceritanya menarik, aku sangat suka! "Bunyi komentar hangat dari pembaca tersebut.
Hati Gelin terluka bagaikan tertusuk jarum saat melihat komentar negatif salah satu pembaca,hatinya terasa berdebar-debat. "Ceritanya tidak menarik, hanya orang buta yang suka cerita seperti ini, "ujar komentar pedas tersebut.
Dengan tiba-tiba, Arvin muncul dan meletakkan kartu di atas meja Gelin. "Ini, " Ucap Arvin.
Gelin melihat kartu tersebut dengan rasa penasaran. "Apa ini, kak? " tanya Gelin.
"Kartu penerbit, aku melihat ada beberapa cerita yang kau tulis sangat bagus, jadi aku pikir kau bisa menerbitkannya. Lagi pula, penerbit itu adalah teman ku. Dia akan membuat mu sukses,"Kata Arvin menjelaskan dengan antusias.
"Perusahaan ku juga cerita untuk di jadikan film. Jika kau mau, kau bisa bergabung dengan kami dan memberikan cerita mu untuk fi jadikan film, "tawar Arvin.
" Kau akan jadi penulis terkenal "
"Melalui kakak? Aku bia sukses dengan cara ku sendiri, kau tidak perlu merasa kasihan padaku,"ucap Gelin lembut menolak niat baik kakaknya.
Mendengar itu, Arvin sangat karena Gelin tidak mau menerima tawarannya. "Gelin! Ayolah, aku tidak sedang kasihan padamu. Aku sedang membantu mu. Kau tidak mungkin hidup seperti ini terus! "Ucapnya dengan kemarahan yang tak dapat ia tahan lagi.
Gelin menatap Arvin dengan tegas, "kak, maaf. Tapi aku punya cara sendiri untuk sukses, "ucapnya sambil melangkah keluar dari kamarnya, yang terdiam dalam kekecewaan.
"Anak itu, kenapa dia sangat keras kepala! "Ucap Arvin dengan nada kesal,matanya menyiratkan kekecewaan dan frustasi.
Di dalam kantor produser, suasana di penuhi dengan kegiatan sibuk. Para karyawan terlihat sibuk bergerak kesana kemari, membawa dokumen penting. Di atas meja kerja, ada tumpukan sekenario dan naskah film yang berserakan.
Yunara baru saja memasuki ruangan Arvin. Senyuman ramah terukir di wajahnya saat ia menyapa Arvin,"selamat pagi, pak, "ucapnya dengan sopan.
Arvin melihat dan membalas senyuman Yunara dengan ramah."pagi" Ucapnya.
Yunara melihat ekspresi wajah Arvin yang tampak tidak segar pada pagi itu, pemuda itu tampak tenggelam dalam pikirannya. Dengan kepedulian, Yunara bertanya, "pak, kau baik-baik saja? "
Arvin tersenyum dan menjawab, "sepertinya kau tahu isi hati ku hanya dengan melihat wajah ku saja. Aku baik-baik saja, "jawab Arvin terdengar lega karena Yunara memperhatikan perasaannya.
Sementara itu, di sisi lain, sang nenek bertanya pada Gelin yang sedang duduk termenung di depan teras rumah memandangi langit pagi. "Kenapa kau tidak menerima tawaran kakak mu? "Tanya sang nenek sambil duduk di sebelah Gelin,menepuk lembut pundak Gelin.
Dengan mata penuh keyakinan Gelin menatap mata sang nenek dengan tulus."Nenek.aku tidak ingin sukses karena kak Arvin. Aku ingin sukses dengan caraku sendiri, "ucapnya dengan suara penuh tekad, sambil memengang tangan sang nenek dengan lembut.
" Tapi tidak ada salahnya kau mencoba, kakak mu sangat terkenal.banyak orang akan menyukai mu saat mereka tahu kalau kau adalah adiknya Arvin. Lagipula, kau sudah banyak berkorban untuk kakakmu. Kau rela berhenti kuliah demi kakak mu bisa kuliah di Amerika, "ucap sang nenek dengan suara lembut, mencoba menyakinkan Gelin untuk menerima tawaran Arvin.
"Nenek, aku tidak pernah perhitungan. Terutama terkait dengan kak Arvin, tolong jangan ulangi kalimat itu lagi. Jika kak Arvin mendengarnya, dia pasti terluka, "ucap Gelin dengan tegas sebelum ia memutuskan untuk pergi masuk ke dalam rumah, meninggalkan sang nenek yang hanya bisa terdiam dalam keheningan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Really Love
RomanceGelin adalah seorang pemuda yang bercita-cita menjadi penulis, Gelin suka dunia nulis menulis sejak ia masih sekolah menengah dia adalah penulis novel di internet. Namun, belum ada satu pun penerbit yang melirik novelnya. Di balik dirinya yang ceria...