Bab : 10

22 15 3
                                    

Sementara itu, suasana kantor berangsur hening seiring dengan semakin larutnya malam. Satu persatu staf dan tim beralih untuk pulang ke rumah masing-masing setelah menyelesaikan tugas-tugas.

"Terima kasih atas kerja kerasnya hari ini, "ucap salah satu staf dengan penuh apresiasi sebelum melangkah keluar dari kantor.

"Sampai jumpa besok! " Seru yang lainnya, menyampaikan salam perpisahan di akhir hari kerja.

Dari kejauhan, Yunara menyangsikan momen itu dengan senang dan haru. Melihat kerja keras dan semangat timnya, membuat hatinya penuh rasa syukur.

"Tuhan, terima kasih. Ini kali pertama aku bekerja di perusahaan sebesar ini. Sebelumnya, tak pernah terbayangkan bawah aku berada di posisi ini, " Ucapnya dalam hatinya dengan penuh rasa syukur atas kesempatan yang di berikan kepadanya.

Arvin tiba-tiba mendekati Yunara dan bertanya, "apa yang sedang kau pikirkan? "

Yunara, yang sadar akan kehadiran Arvin menjawab singkat, "Ah, tidak apa-apa, pak. "

"Kau mau pulang? " Tanya Arvin.

"Iya, " Jawab Yunara.

"Boleh aku antar? "Tawar Arvin.

"Tidak perlu, aku akan pulang dengan taksi... " Ucap Yunara, namun ia terpotong oleh Arvin yang sedang menjawab telepon.

"Halo? Apa kita bisa bertemu? " Tanya seorang wanita dari seberang telepon.

"Di mana kita akan bertemu? " Tanya Arvin.

"Datanglah ke apartemen ku,"ucap gadis itu dengan suara lembut yang berusaha terdengar menarik.

Arvin tersenyum kecil sebelum menjawab" Oke. "

Sementara itu, Yunara memperhatikan dengan rasa ingin tahu ketika Arvin berbicara di telepon sambil tersenyum sendiri, meskipun ia tidak tahu detail percakapan mereka.

"Yunara, maaf, aku tidak bisa mengantar mu pulang. Aku ada urusan mendadak, "ucap Arvin sambil tersenyum sebelum pergi.

"Ooh, tidak apa-apa,"jawab Yunara.

" Sampai jumpa! "Ucap Arvin sambil melambaikan tangan dan bergegas pergi ke mobil.

"Sampai jumpa! "Balas Yunara sambil melambaikan tangan pada Arvin yang sudah melangkah jauh meninggalkannya.

Yunara dengan ingin rasa tahu yang memuncak,berkata dalam hatinya, " Dia ingin bertemu dengan siapa? Apa bertemu pacarnya? "Pikirannya melayang dengan keraguan dan kegelisahan, seolah tidak bisa menerima jika Arvin benar-benar akan bertemu dengan seorang gadis. Perasaan dalam hatinya mulai membingungkan Yunara sendiri, apakah mungkin Yunara mulai menyiapkan perasaan khusus terhadap Arvin?

Gelin, dengan hati yang kacau, terus melangkah tanpa tujuan. Langkah kakinya mengiringi pandangannya menuju langit kota malam yang di penuhi cahaya bintang di kegelapan.

"Dalam keadaan begini, aku merasa seperti seorang pecundang yang tidak mampu menerima kenyataan, " Ucap Gelin pada dirinya sendiri, suara kecil terbawa angin yang sejuk.

Dengan setiap hembusan angin malam yang membelai wajahnya, Gelin merenungkan kekosongan dalam dirinya.

Yunara sudah berdiri lebih dari 30 menit di pinggiran jalanan yang sunyi, menatap dengan harap ke jalan yang berkelok di depannya. Namun, tak ada tanda-tanda keberadaan taksi yang melewati jalan itu. Rasa kegelisahan semakin meradang dengan setiap detik yang di lewati.

Dalam keputusan, Yunara merogoh  tasnya untuk mencari ponselnya guna memesan taksi online. Namun, kekecewaan melanda saat menyadari bawah ponsel genggamannya tidak bisa di andalkan. Layarnya gelap dan mati, mengisyaratkan bawah baterainya habis.

Seorang pria dengan tubuh gendut terlihat mabuk bersama dengan kedua temannya mendekati Yunara, dia menyapa dengan ucapan yang kurang pantas, "hai, cantik. Sendirian aja."

Saat pria dengan tatapan genit menyentuh lengan Yunara, yang membuat Yunara merasa takut dan tidak nyaman, Yunara segera menepis tangan pria gendut dengan kasar.

"Jangan macam-macam, iya! "Ucap Yunara dengan tegas, memperingatkan pria tersebut meskipun hatinya berdebar kencanh karena ketakutan, raut wajahnya tetap menampakkan keberanian yang tegas.

Saat pria tersebut berhasil memegang tangan Yunara dan menawarkan untuk mengikutinya, Yunara menolak dengan keras. Dia berteriak kencang agar ada orang yang mendengarnya, "tolong!! "Teriaknya keras memotong keheningan malam.

Di tempat yang terpisah, Gelin yang sedang duduk santai di pinggir jalanan yang sepi, merasa terguncang mendengar teriakan Yunara. Dengan cepat, Gelin bangkit dan mencari asal suara yang merintih. Saat ia menemukan keberadaan Yunara dan pria itu, rasa marah menyala di dalam dirinya langsung terpancar di wajahnya.

Dengan tatapan marah, Gelin melangkah cepat menuju pria gendut tersebut tanpa ragu ia memukulnya dengan penuh kekuatan. "Beraninya kau menyentuhnya! "Ucap Gelin dengan suara yang tegas sambil memukuli si pria dan kedua temannya dengan kuat.

Pria tua gendut itu tertawa sinis sambil mengelap darah segar yang mengalir dari lubang hidungnya akibat pukulan keras yang di terima nya dari Gelin. Dengan penuh kemarahan, pria itu bangkit dari posisi tersungkur dan menatap Gelin dengan tatapan tajam.

"Sipa kau, berani pada kuku!! "Ucap pria tersebut sambil menendang perut Gelin dengan pukulan kuat, membuat Gelin yang semula berdiri ke ini tersungkur ke tanah dengan keras, terdengar suara jatuhnya yang menggema di jalanan yang sunyi.

Pria itu tertawa dengan wajah yang mesum,lalu mengatakan, "lawan aku jika kau berani! "Ucapnya sambil berteriak.

Gelin berusaha bangkit  dari posisi terjatuhnya, dengan penuh tekad bulat untuk membalas serangan pria itu. Namun, rasa sakit di perutnya membuatnya kesulitan bergerak,dan tanpa ampun wajahnya kembali terkena pukulan keras dari pria tua itu. Darah mengalir dari bibir akibat pukulan tersebut.

Sebelum ketiga pria itu melancarkan serangan lebih lanjut, Yunara dengan ide cemerlangnya menggunakan ponsel Gelin yang terjatuh untuk memutar suara sirene mobil polisi. Suara mobil polisi yang menggema membuat ketiga pria genit itu merasa ngeri dan menghentikan aksinya. Mereka bergegas melarikan diri untuk menyelamatkan diri dari ancaman yang lebih besar.

Melihat tiga pria itu pergi, Yunara merasa detak jantung semakin cepat. Dengan langkah tergesa, dia mendekati Gelin yang tergeletak tak berdaya dk tanah, Wajahnya terlihat mengiris kesakitan.

"Apakah kau baik-baik saja? "Tanya Yunara dengan suara gemetar, khwatir melihat Gelin kesakitan. Dengan lembut, dia membantu Gelin untuk duduk, merasakan getaran pada tubuh Gelin.

" Wajah mu babak belur, Kau begitu berat, "desis Yunara dengan sedikit kesal, tatapi juga penuh perhatian saat mencoba mengangkat tubuh Gelin yang terasa begitu rapuh di tangannya. "Tunggu di sini, iya. Jangan ke mana-mana, "ucap Yunara segera mengambil salep dan kapas di tasnya.

Yunara dengan penuh kehati-hatian mengobati luka Gelin, tangannya bergerak dengan lembut saat mengoleskan salep. "Tahan sebentar, "ucapnya dengan suara lembut dan perhatian. Kemudian dengan ekspresi khawatir yang tersembunyi, Yunara bertanya, Apakah rasanya sangat sakit? "

Gelin tersenyum, menangkap setiap kalimat yang di lontarkan Yunara. Dengan mata yang penuh rasa terima kasih, dia berkata, "Aku baik-baik saja."terima kasih telah menolong ku,"suaranya sangat lembut meskipun rasa sakit masih terasa, senyum tulusnya mampu menyelamatkan hati yang terluka.

Really Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang