Bab : 6

35 27 4
                                    

Yunara duduk termenung di ujung ranjangnya, wajahnya di terpa oleh cahaya redup lampu tidur yang menyelip ke luar kamar. Pikirannya terus-menerus kembali ke tawaran pekerjaan dari Arvin, seorang produser terkenal yang menawarinya untuk bergabung di kantornya. Di balik kepopuleran dan reputasi gemilang Arvin, Yunara merasa ragu untuk menjadi bagian dari timnya.

Dalam keheningan malam yang menggelayuti pikirannya Yunara merasakan tekanan dan ketegangan yang melingkupi dirinya. Di lema menerima atau menolak tawaran dari itu membuatnya merasa terjebak dalam pusaran pikiran yang tak kunjung reda.

"Bagaimana ini? Ahh, kenapa aku begitu pusing. Apa aku harus menerima tawarannya saja? Oh Tuhan, aku sangat bingung, "desah Yunara dengan suara lirih, menceritakan kegelisahan yang menyelimuti hatinya.

Mendengar suara Yunara yang menggerutu dari kamar,sang ibu duduk di ruang tengah dengan perasaan cemas dan khawatir. Apakah putrinya mengalami masalah hingga membuatnya sulit tidur, terlebih terlebih pada malam yang semakin larut seperti ini?Tanpa ragu, sang ibu memutuskan memeriksa keadaan putrinya. Dengan hati-hati ia memasuki kamar Yunara tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, membuat Yunara terkejut saat mendapati sang ibu tengah berdiri di ambang pintu.

Sang ibu terlihat seperti hantu dalam kegelapan kamar YunaraYunara, wajahnya terhalang oleh masker wajah kosmetik yang di pakainya sebagai perawatan malam.

Yunara mengguncang saat suara teriakan lantang meluncur dari bibirnya, "Eeeeekkk!, "ibu, kau mengagetkan ku saja, " Ucapnya sambil memegang jantungnya yang hampir copot dari tempatnya. Terkejut oleh reaksi putrinya, sang ibu juga ikut berteriak kaget, menciptakan harmoni menggema di ruangan kamar. Terbangun dari tidurnya yang pulas, sang suami yang sedang bermimpi pun ikut terjaga karena suara teriakan yang membahana.

Dalam kepanikan dan kegelisahan yang melingkupi kamar, sang Ayah bangun dari ranjangnya, "Astaga! Ada apa ini?! " Umpatnya bergema di kelam malam,menciptakan nada teriakan yang memecah kebisuan ruangan.

"Maafkan,ibu, "ucap sang ibu sambil menghampiri Yunara dan duduk di tepi ranjang. Dengan tatapan penuh kepedulian, dia bertanya, "Ada apa? Kau sedang ada masalah?Apa yang sedang apa yang kau pikiran? "

"Ibu, aku mendapatkan tawaran. Tapi yang menawariku pekerjaan adalah ini adalah seorang produser terkenal, jadi aku ragu untuk menerimanya. Menurut ibu,apa aku tolak saja? "Ungkap Yunara, mencurahkan isi pikirannya yang membebaninya.

"Kenapa kau menolak? Terimalah tawarannya. Masalah pantas dan tidak pantas itu urusan belakangan.kesempatan tidak datang dua kali, "sang ibu memberi pandangannya.

"Ibu, serius? " Tanya Yunara dengan keraguan.

"Iya, ibu serius. Ibu mendengar dari berita bawah pemuda tampan itu pernah bekerja sebagai produser di Amerika.ini adalah kesempatan bagus. Yunara, kesempatan tidak datang dua kali. Ibu tidak ingin memaksa mu," kata sang ibu dengan penuh kasih.

Tiba-tiba, sang ayah terkejut melihat istrinya yang memakai masker wajah.

"Eeeekkk! "

Terkejut dengan reaksi sang ayah, Yunara dan ibunya juga ikut berteriak,merasakan kekagetan yang sama.

"Aduh, jantung ku,"ucap ibu Yunara sambil mengelus dadanya yang berdebar kencang karena kaget.

" Hey, kau seperti hantu dengan masker mu itu,"kata sang suami dengan nada kesal.

"Aku mengenakan ini agar terlihat cantik bagimu, "ucap sang istri sambil memperbaiki maskernya yang hampir copot karena terkejut.

"Oh istriku, kau melakukannya untuk ku. Sayang,i love you, "kata sang suami sambil memeluk sang istri dengan penuh cinta, dan sang istri juga memeluk sang suami dengan penuh kasih sayang.

"Suami ku, kau ingin dengar kabar baik?" Tanya sang istri sambil melepaskan pelukannya dari sang suami.

"Kabar baik? Apa kabar baiknya? "Tanya sang suami dengan rasa penasaran.

"Aku aka mulai bekerja besok, Ayh. Tapi ini masih tawaran, belum resmi bekerja, "kata Yunara dengan senang.

Sang ayah merasa senang mendengar kabar tersebut dan memeluk putrinya sambil mengucapkan, "selamat, sayang. "Melihat itu sang istri pun memeluk mereka berdua sebelum mereka semua kembali ke kamar masing-masing karena hari sudah larut malam.

Yunara menyentuh layar ponselnya yang terletak di atas meja rias yang berantakan.Setelah seharian mencari pekerjaan, meja riasnya terlihat kacau dengan makeup yang tersebar di sekitarnya, tetapi Yunara merasa terlalu lelah untuk merapikannya setelah mandi dan makan malam. Ia duduk di atas ranjangnya.

Dengan gemetar, ia mengambil ponsel dengan casing motif bunga matahari yang merupakan kesukaannya. Cahaya dari layar ponsel memantul di wajahnya yang lelah, mencerminkan emosi antara lelah dan kebahagiaan.

Yunara mengambil kartu nama Arvin dan mencatat nomor telpon yang tertera di atasnya dengan teliti. Setelah selesai mencatat, ia menarik napas dalam-dalam, mempersiapkan diri sebelum memutuskan untuk menelepon.

Setelah sambungan telepon tersambung Yunara dengan lembut berucap, "halo"

Di tempat lain, Gelin yang tengah fokus menulis cerita novelnya terganggu oleh deringan telepon dari ponsel kakaknya yang di tinggalkan tanpa sengaja. Gelin tampak kesal atas gangguan telpon yang tak di inginkannya.

"Dia pergi tanpa membawa ponselnya, dasar pelupa, "ucap Gelin dengan ekspresi jengkel, sambil mengangkat sambungan telepon tersebut untuk menghentikan deringan telepon yang menggangu konsentrasinya.

"Halo, siapa iya? Tanya Gelin dari ujung telepon, mencoba mencari tahu siapa yang menelpon kakaknya.

"Permisi, apakah ini dari pak Arvin?"ucap Yunara dengan sopan, mencoba mematikan orang yang di hubunginya.

Mendengar suara Yunara di seberang sambungan telepon, hati Gelin tiba-tiba terasa berbeda, seolah-olah terdengar suara yang akrab, seseorang yang pernah ada dalam hidupnya sebelumnya.

"Aku orang yang ada di bus tadi, apakah kau masih mengingat ku? "Tanya Yunara pada pria yang di seberang telepon, mencoba menjalin kembali hubungan yang pernah ada di masa lalu. " Pak, kau mendengar aku? "Lanjutnya karena belum ada jawaban dari pria tersebut.

"Halo, siapa ini? Tanya Gelin, mencoba mencari tahu identitas panggilannya.

"Aku Yunara, orang yang membantu mu membawa wanita hamil ke rumah sakit, " Ucap Yunara,berupaya mengingatkan akan pertemuan mereka sebelumnya.

"Wanita hamil? "Gelin terkejut, membayangkan kemungkinan kakaknya terlibat dalam situasi tersebut,lalu dengan cepat ia menutup sambungan telepon karena merasa marah pada sang kakak.

" Iya, eh, halo? halo? "Yunara merasa bingung ketika menyadari sambungan teleponnya tiba-tiba terputus setelah Gelin menutup panggilan.

Gelin keluar dari kamarnya dengan langkah cepat, mencari Arvin sambil memanggil namanya dengan marah.

" Kakak, kak Arvin! Kemari, kau! "Ucapnya dengan sedikit teriakan, membuat Arvin yang sedang minum terkejut dan tersedak.

" Ada apa? "Ucap Arvin dengan nada kesal, merasa terganggu dengan panggilan Gelin yang tiba-tiba dan penuh emosi.

"Dasar kau, pria tak punya hatihati! " Ucap Gelin sambil meraih sapu rumah untuk memukul sang kakak.Namun, Arvin berusaha menjauhkan diri dari pukulan Gelin.

Really Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang