Satu jam kemudian, pak sopir taksi berhasil membawa Yunara ke tempat tujuan dengan selamat. Tanpa menunda-nunda, Yunara segera keluar dari dalam taksi dengan terburu-buru.
"Pak, terima kasih, "ucap Yunara pada sopir taksi sambil membayar uang Taksi sebelum ia melangkah masuk ke dalam kantor.
Sebelum memasuki kantor, Yunara terkagum dengan besarnya kantor tempat dia akan bekerja, di lengkapi dengan penjaga pintu masuk. Suasana ramai terasa begitu Yunara melangkahkan kakinya masuk ke dalam kantor yang begitu mencakup.
Di ujung lorong, Yunara melihat pintu terbuka menuju ruang rapat berdesain modern. Suara diskusi dan tawa rekan kerja terdengar dari dalam, memperlihatkan kerja sama tim yang sinergis dalam percakapan proyek-proyek inovatif.
Melintasi koridor, Yunara merasakan getaran musik dari studio rekaman yang sibuk, suara vokal yang merdu dan suara instrumen yang halus memenuhi udara, menciptakan atmosfer kreatif dan inspiratif.
Di sisi kantor, terdapat gudang penyimpanan yang penuh dengan peralatan produksi teknologi canggih. Kamera 4K, peralatan lighting, dan perangkat audio mutakhir tersusun rapi,siap di gunakan dalam setiap produksi.
Di sudut kantor, terdapat warung kopi yang hangat dan ramai. Rekan kerja berkumpul di sana,berdiskusi tentang ide-ide terbaru sambil menikmati kopi dan cemilan ringan.
Arvin, seorang produser terkenal, memang memiliki reputasi yang gemilang,terutama setelah kabar kepulangannya dari Amerika menjadi perbincangan hangat di antara karyawan kantornya.
Yunara berhenti di depan meja resepsionis, menetralkan napasnya yang naik turun akibat terburu-buru sebelum mendekati salah satu resepsionis wanita dengan senyuman ramah.
"Maaf, ada yang bisa kami bantu? "Tanya wanita resepsionis itu dengan ramah.
" Saya Yunara, saya ingin bertemu dengan pak Arvin, "jelas Yunara.
"Tunggu sebentar iya, "jawab resepsionis itu sambil mengangkat telepon untuk berkomunikasi dengan Arvin.
Arvin sedang duduk santai di dalam ruangan, tengah sibuk mengecek film terbaru yang akan di tayangkan. Tiba-tiba,resepsionis yang sedang menelepon membuatnya harus menghentikan aktivitasnya untuk menjawab panggilan.
"Halo, " Jawab Arvin terdengar tega namun sopan.
"Ada yang ingin bertemu dengan bapak, namanya Yunara, "kata resepsionis.
"Tolong antarkan dia masuk,"perintah Arvin.
"Baik, pak, "jawab resepsionis sebelum sambungan telepon terputus.
Salah satu resepsionis mengantarkan Yunara hingga sampai di depan pintu ruang kerja Arvin.
" Terima kasih, "ucap Yunara dengan sopan pada resepsionis sebelum dia melangkah pergi, sementara mendapatkan senyuman ramah dari resepsionis tersebut.
Yunara kembali menarik napas perlahan sebelum ia mengetuk pintu ruangan kerja Arvin.
Arvin mendengar suara ketukan pintu dan menjawab, " Masuk,"ucapnya.
Yunara mendengar panggilan Arvin dan dengan perasaan yang campur aduk,Memasuki rungan dengan langkah yang santai, seolah-olah tidak terlambat. Langkahnya memberikan kesan bawah ia ingin memulai hari dengan penuh semangat.
Tersenyum pada Arvin, Yunara menyapa, "selamat pagi, pak. Maafkan keterlambatan saya,"ucapnya dengan rasa bersalah karena tiba terlambat pada hari pertamanya bekerja.
Arvin membalas senyuman Yunara,dan sekali lagi Yunara terpesona melihatnya.
" Tidak masalah. Silahkan duduk, "ucap Arvin sambil mempersilahkan Yunara duduk.
Yunara dengan cepat duduk berhadapan dengan Arvin, sambil membaca sebuah kertas yang di berikan Arvin yang menunjukkan posisinya sebagai sekertaris pribadi di perusahaan tersebut.
"Sekretaris pribadi? "Ucap Yunara dengan sedikit keterkejutan melihat nominal gaji yang cukup tinggi tertera dalam kertas tersebut.
" Apa kau kurang setuju?"tanya Arvin,mencari kepastian dari Yunara.
"Tidak, pak. Gaji ini... Yunara berhenti sejenak, "ini terlalu banyak, terima kasih. Saya akan bekerja dengan keras! "Ucap Yunara dengan penuh semangat.
"Bagus, aku senang dengan kerja keras mu. Tunjukkan bawah kau pantas menjadi sekertaris, " Kata Arvin dengan tulus.
Arvin mengajak Yunara untuk berkeliling di sekitar kantor, sambil secara pribadi memperkenalkan Yunara pada tim dan staf yang bekerja di sana.
"Perkenalkan dia, Yunara. Dia akan menjadi sekertaris pribadi saya"ucap Arvin dengan senyuman hangat yang memancarkan kepercayaan.
"Aku Yunara, dengan harapannya bisa menjadi pemimpin yang baik, "ucap Yunara pada tim dan staf di sekitarnya, serta membalas senyuman yang di terima dengan hangat.
Dalam suasana keakraban, terdengar suara bisikan-bisikan di antara staf yang berpendapat tentang kecantikan Yunara, ada yang mengusulkan bawah dia lebih cocok menjadi seorang aktor.
"Saya harap kalian semua bisa bekerja sama, "kata Arvin sekali lagi sambil tersenyum, sebelum memimpin langkahnya menuju rungannya. Yunara mengikuti Arvin di belakangnya, siap memulai perjalanan baru sebagai sekertaris baru Arvin.
Di sisi lain, Gelin melintas dari kamar sang nenek dan terkejut saat melihat sang nenek merintih kesakitan. Suara jeritan kesakitan sang nenek terdengar jelas karena pintu kamar terbuka lebar, memungkinkan siapapun yang lewat mendengarnya.
Dengar hati berdebar, Gelin segera berlari menuju sang nenek yang tergeletak.
"Nenek, apa yang terjadi? Apakah nenek baik-baik saja? "Tanya Gelin khawatir sambil menyentuh dahi sang nenek lembut, mencari tanda-tanda yang memperihatinkan.
" Nenek, demam lagi. Mari, biar aku bantu nenek istirahat di ranjang,"ucap Gelin sambil merangkul sang nenek yang lemah dari sofa dan membantunya berjalan menuju ranjang.
"Tunggu sebentar, Nenek. Aku akan segera kembali mengambil obatnya, " Ucap Gelin cepat sebelum bergegas keluar dari kamar sang nenek menuju tempat obat.
Gelin kembali dengan beberapa obat demam untuk sang nenek, namun sebelum itu Gelin memilih untuk bertanya terlebih dahulu pada sang nenek.
"Nenek sudah makan siang? "Tanya Gelin dengan ekspresi cemas, dan mendapatkan balasan gelengan kepala lemb dari sang nenek yang menandakan bawah sang nenek belum makan siang.
"Tunggu sebentar, akan aku buatan bubur, "ucap Gelin dengan suara cepat dan penuh perhatian, lalu ia bergegas memasuki dapur menyiapkan bubur simple untuk sang nenek.
Gelin terbiasa merawat sang nenek dengan penuh kasih, termasuk menyajikan bubur alami tanpa garam yang sangat di sukai sang nenek. Setiap kali sang nenek sakit, Gelin selalu membuatkan bubur tersebut sebagai tanda perhatiannya.
Dengan mencampur ayam dan jamur ke dalam bubur, Gelin dengan cepat menyelesaikan masakan tersebut. Prosesnya tidak memakan waktu yang lama, hanya sekitar 10 menit, karena nasi yang di gunakan telah di persiapkan sebelumnya dari nasi yang sudah di masak sebelumnya di mejikom.
Dengan pengetahuan bawah ada pembantu di rumah yang dapat membantu, namun Gelin tetap memilih untuk melakukannya sendiri tanpa menyuruh mereka. Hal ini di sebabkan akan pemahaman Gelin akan keinginan sang nenek, yang tidak menyukai bubur buatan orang lain selain Gelin. Sang nenek memiliki preferensi yang spesifik terhadap makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Really Love
RomanceGelin adalah seorang pemuda yang bercita-cita menjadi penulis, Gelin suka dunia nulis menulis sejak ia masih sekolah menengah dia adalah penulis novel di internet. Namun, belum ada satu pun penerbit yang melirik novelnya. Di balik dirinya yang ceria...