1

423 30 0
                                    


Jenandra, siapa yang tidak mengenalnya? Seorang artis papan atas yang selalu terlihat di layar kaca. Namanya semakin naik daun di saat sekarang dia akan melangsungkan pernikahan yang mewah.

Banyak wartawan yang berebutan mencari berita hangat tentang pernikahan itu, memberitahukan bagaimana megah dan juga bagaimana rupa dari si mempelai wanita.

Banyak tamu undangan dari kalangan artis yang telah datang, menyaksikan prosesi pernikahan dari awal hingga akhir. Jenandra bersama perempuan yang kini telah menjadi istrinya tengah menunjukkan senyuman lebar, bahagia atas kelancaran acara pernikahan mereka.

Alesya nama istri dari Jenandra itu, perempuan cantik dengan gelar tinggi yang ia raih, seorang anak dari pengusaha tekstil yang sukses.

"Selamat atas pernikahan kalian."

"Terimakasih Haesa." Ceria Alesya, dia mengenal Haesa sebagai teman Jenandra. Melirik ke arah seorang pria yang tengah berdiri di samping Haesa dengan penasaran, "dia siapa?"

Haesa tersenyum tipis "temanku, aku mengajaknya untuk menemaniku karena aku cukup malu untuk datang seorang diri." melepas jabatan tangan dirinya dengan Alesya, dia beralih pada Jenandra "selamat atas pernikahan kalian, semoga kalian tidak akan terpisahkan."

"Terimakasih."

Haesa menarik kedua sudut bibirnya dengan terpaksa saat merasakan cengkraman pada tangannya, dia mencoba menarik tangannya "Jenandra." Ujarnya memperingatinya.

"Kau tidak ingin memeluk temanmu ini?" Tanpa aba-aba Jenandra menarik tubuh Haesa hingga berada di pelukannya, orang lain akan melihat itu hal biasa karena mereka berteman, "jelaskan siapa dia nanti di apartemen." Desisnya kesal, dia memelankan perkataannya agar tidak di dengar.

"Hm ya, jika kau datang, jika tidak aku akan menghabiskan malam bersamanya." Balas Haesa.

"Jalang."

Haesa tertawa kecil, melepas pelukannya dan memberikan wajah yang mengejek "aku pastikan kau tidak akan bisa berjalan Ale." Ujar Haesa.

Alesya tersenyum malu "tidak mungkin." Gugupnya.

"Aku pergi dulu." Pamit Haesa, dia meraih tangan temannya untuk ia ajak turun ke bawah.

"Kita langsung pulang?"

Haesa menggeleng "kita harus mencicipi makanan di sini sebelum pulang, sayang sekali jika kita tidak mencobanya."

Haesa meraih bebeberapa potong buah untuk ia letakkan pada piring, dia menuangkan coklat pada buah tersebut, menusuk buah tersebut lalu memasukkannya pada mulutnya "Mmm, lezat sekali." Ungkapnya, "kau tak ingin?"

Nava menggeleng "terlalu manis, aku tidak suka."

"Ooo, jika seperti ini bagaimana?" Haesa mengoleskan sedikit coklat pada sekitar bibirnya, "kau masih tak suka yang manis?"

"Itu pengecualian." Nava mengecup bibir Haesa dan menjilati coklat di sekitar bibir Haesa, tak mempedulikan jika mereka berada di keramaian.

Haesa tersenyum dan membiarkan Nava menjilati bibir nya, saat kepala Nava sedikit miring Haesa bisa melihat bagaimana wajah Jenandra yang tengah mengeras, bahkan dia juga menatap tajam dengan tangan yang terkepal.

Haesa mendorong tubuh Nava hingga sedikit terhuyung ke arah belakang "ingat tempat Nava." Meletakkan piring kecil yang berisi buah tersebut pada meja, "aku akan ke kamar mandi, tunggu aku di sini."

Nava mengangguk "tapi kau harus cepat, aku cukup risih selalu di pandang oleh banyak orang."

"Itu karena mu yang menciumku bodoh." Dengus Haesa.

"Salahkan bibirmu yang menggoda."

Haesa mendengus lagi, dia berjalan ke arah kamar mandi yang berada di lantai atas memang aneh, terdapat kamar mandi yang dekat dia lebih memilih yang jauh.

Jenandra yang melihat Haesa pergi juga berpamatin pada Alesya "aku akan ke kamar mandi terlebih dahulu."

Alesya mengangguk "iya."

Jenandra mengikuti Haesa secara diam-diam, saat Haesa ingin menutup pintu dia langsung menghalanginya, mendorong tubuh Haesa ke dalam dan ikut masuk pada satu kamar mandi, mengunci kamar mandi tersebut dan menyimpan kuncinya dan memasukkannya di dalam celananya, tak tanggung-tanggung dia memasukkan kuncinya pada celana dalamnya.

"Jenan!!" Pekik Haesa, dia terkejut dengan apa yang di lakukan oleh Jenandra, mendorongnya hingga dia menubruk bak air, untung saja dirinya tidak terjatuh.

Jenan bersidekap dada, menatap menyalang ke arah Haesa "bagaimana rasa bibir pria itu?"

Haesa mendengus keras, berbalik badan menghiraukan pertanyaan Jenandra, membasahi tangannya lalu membersihkan bibirnya.

Jenandra menggeram saat tak mendapat jawaban "Haesa!!" Tekannya.

Haesa menghela nafasnya, kembali menatap ke arah Jenandra dengan tenang, kedua tangannya meraih sisian bak air lalu duduk di sana "kemari."

Jenandra bergerak untuk mendekat ke arah Haesa, berdiri tepat di tengah kakinya. Haesa tersenyum kecil, mengalungkan tangannya pada leher Jenandra "apa yang kau cemburukan hanya dari sebuah cumbuan itu?" Haesa memainkan rambut Jenandra dan menyisirnya ke arah belakang telinga, "kau mendapatkan tubuhku tapi dia hanya bibirku." Lanjutnya.

"Tapi-"

"Sshht." Haesa meletakkan jarinya di depan bibir Jenandra, "kenapa kau terus berucap, bukankah semua orang tau kau itu memiliki sifat dingin dan abai? Kemana sifatmu itu?"

"Aku cemburu Haesa."

Haesa terkekeh "kau aneh, di saat aku mengatakan cemburu karena pernikahan ini kau tetap melakukannya. Jadi, apakah aku harus mendengarkanmu di saat dirimu cemburu hanya karena sebuah cumbuan?"

"Ini berbeda Haesa, kita sudah membahas tentang ini."

Haesa mengangguk "tentu, tapi bukannya tidak adil di saat dirimu memiliki seorang istri dan aku tetap sendiri? Nanti aku akan mengenalkan Nava padamu."

"Haesa."

"Hm? Kau tidak akan pulang ke apartemen nanti?"

"Aku tidak tau." Jenandra menggerayangi tubuh Haesa, meremas pantatnya yang sekal dan kenyal itu.

"Nikmati malammu bersama istrimu Jenandra."

"Malamku tidak akan nikmati jika tidak bersama dirimu Haesa."

Haesa menghela nafasnya "aku harus kembali, Nava pasti menungguku." Dia hendak turun namun tubuhnya di tahan oleh Jenandra.

"Berikan aku sebuah ciuman dan kau bisa kembali."

Haesa mengecup bibir Jenan hanya sekali lalu menatap tanpa beban "selesai?"

"Apa itu yang kau sebut ciuman? Kau bukan anak remaja yang tidak mengerti arti ciuman sesungguhnya."

"Kau menciumku akan membutuhkan waktu yang lama, bagaimana dengan Alesya, dia pasti menunggumu."

"Jangan membahas dia di saat kita sedang berdua." Jenandra menarik kepala Haesa dan melumat kasar bibirnya, menggigit bibir bawah Haesa hingga meringis sakit. Jenandra melesakkan lidahnya saat mulut Haesa terbuka, mengabsen deretan gigi dan langit-langit mulut Haesa.

Haesa melenguh karena geli yang di timbulkan oleh lidah Jenandra, mencengkram rambut Jenandra hingga berantakan.

Haesa menepuk dada Jenandra menandakan jika oksigennya telah habis, dengan begitu Jenandra melepas tautan bibir mereka dan membiarkan Haesa yang menghirup dengan rakus.

Jenandra tersenyum puas menatao Haesa yang lemah di hadapannya "hanya aku yang bisa membuatmu seperti ini Haesa."

Haesa mengangguk membenarkan, baginya ciuman Jenandra sangat memuaskan, dia selalu senang dan merasa puas "kau benar."

"Aku pergi dulu, jika Alesya tidur aku akan segera menemui dirimu." Jenandra pergi dari

My Friend Is My Lover  (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang