19

132 11 0
                                    


Alesya tengah mengerjapkan matanya, dia menguap namun mengernyit saat tangannya tak bisa untuk menutup mulutnya, dia menatap sekitar yang ternyata dirinya terduduk dan tidak berada di kamarnya "di mana ini?" Dia tengah terikat pada kursi kayu di tengah ruangan yang asing.

"Sudah tidak mengantuk?"

Alesya menatap ke asal suara, dia melihat sosok Haesa yang tengah mengapit rokok pada jarinya, menatap dirinya lalu menghisap rokok tersebut "tidak menjawab huh? Belum juga aku memotong lidahmu tapi kau sudah tidak bersuara?"

"Ini pasti mimpi." Gumam Alesya yang didengar oleh Haesa.

Haesa terkekeh, kembali menghisap rokoknya lalu membungnya dan menginjaknya hingga hancur "ini bukan mimpi, aku menculik dirimu."

"Lepaskan aku Haesa!! Kau ingin balas dendam hah?!" Pekik Alesya.

Haesa menutup telinganya "jangan bersuara keras, telingaku sakit." Keluhnya lalu setelahnya dia tertawa dengan keras hingga mengeluarkan air matanya, "aku menyayangi dirimu yang harus menjadi anak dari tua Ryan itu, bagaimana hidup dengan bergelimang harta tanpa tau jika harta itu sebenarnya adalah hak orang lain? Nikmat bukan?"

"Apa yang kau maksud sialan, harta apa?!"

"Diam! Sudah aku katakan jangan bersuara dengan keras." Bentak Haesa, "Alesya, senang menjadi anak dari tuan Ryan yang terhormat?"

"Tentu, dia ayah paling hebat dan aku dimanjakan oleh hartanya."

"Ouh sungguh beruntung dirimu." Haesa mendekat ke arah Alesya dan menjambak rambutnya hingga terdongak, "tapi harta yang kau nikmati itu adalah milikku Alesya, apa si tua itu tidak memberitahumu jika kau anak dari selingkuhannya?" Haesa menggeret satu kursi untuk ia letakkan di depan Alesya, terduduk di sana dengan kaki kanannya yang bertumpu pada kaki kirinya, "tapi setelah tau kebenarannya kenapa kau juga diam dan menikmati harta itu Alesya? Tidakkah kau pernah berpikir jika kau berada di posisi perempuan yang tengah hamil dan ditinggalkan oleh suaminya? Kau tidak merasakannya karena kau juga akan menjadi perebut." Haesa terkekeh, mengelus perut Alesya yang sudah membesar, "kau akan merasakan bagaimana ditinggalkan suami saat kau hamil, kau harus menanggung resiko yang ibumu lakukan walaupun kau tidak sepenuhnya salah." Haesa menghentikan elusannya berganti menunjuk ke arah perut Alesya itu, "tapi aku akan berbaik hati, merawat anakmu ini dan menganggap dia anakku karena ada darah Jenandra yang mengalir padanya."

Alesya bergerak kasar mencoba melepaskan ikatan tangannya "Jenandra akan datang Haesa, dia akan menyelamatkanku!!" Pekiknya.

Plak!

Haesa menampar wajah Alesya "sudah aku peringatkan untuk tidak bersuara dengan keras!" Bentaknya.

Alesya bungkam, sakit pada pipinya membuatnya lemah tidak ingin bersuara "kau akan dihukum Haesa, Jenandra akan membalasnya." Lirihnya.

"Begitu ya?" Ejek Haesa.

Bunyi pintu yang terbuka membuat pasang mata memandang ke arah pintu, Alesya tersenyum lebar saat melihat siapa yang berada di pintu "Jenan." Pekiknya, "akhirnya kau datang menyelamatkanku." Tapi apa yang setelahnya terjadi membuat senyumannya luntur.

Jenandra melangkah mendekati Haesa dan memeluknya, mengecup leher sang kekasih yang telah ia rindukan, merengkuh hingga kedua tubuh saling menempel, mata Haesa terpejam menikmati afeksi yang diberikan Jenandra, gelenyar menyenangkan Haesa rasakan pada hatinya, perutnya seolah tergelitik hingga dia melenguh "ughh~"

Kecupan bertubi-tubi Haesa dapatkan dari wajah hingga lehernya, tangan Haesa merambat pada bahu Jenandra dan merematnya pelan, membuka matanya dan tersenyum mengejek ke arah Alesya yang menatap mereka berdua, dia tengah tertawa kencang dalam hati "uughh Je-Jenan." Lenguhnya kembali untuk membuat wanita itu panas.

Lenguhan yang terdengar tak serta-merta membuat Jenandra menghentikan aksinya, dia semakin mencium Haesa bahkan memberikan kissmark pada leher Haesa "aku merindukanmu." Bisiknya.

Haesa tersenyum kecil "kau tak ingin menyelamatkan istrimu?"

Jenandra menggeleng, dia masih tetap berada pada bahu Haesa menghirup aroma menguar yang selalu Jenandra rindukan dan sukai itu "untuk apa aku menyelamatkannya jika aku yang membawanya." Gumamnya, Jenandra menekan penisnya yang telah menegang pada penis Haesa yang sama-sama tertutup celana, "aku ingin." Bisiknya, tatapannya berubah sayu menandakan nafsunya tengah berada pada puncak, ini yang selalu Jenandra benci pada dirinya sendiri ketika berdekatan dengan Haesa, penisnya selalu menegang walaupun pergerakan kecil yang Haesa lakukan, seolah mengerti jika dia adalah tempat ternyaman karena kehangatan dan kenikmatan.

Haesa terbelalak saat merasakan benda mengeras pada bagian bawah tubuhnya, dia menelan ludahnya dan menatap Jenandra yang juga menatapnya "ti-tidak sekarang." Tolaknya dengan gugup.

Jenandra berubah mencengkram pinggang Haesa, menekan penis mereka berdua maju mundur seolah melakukan hubungan badan, Haesa tak bisa menolak, walaupun hanya gesekan hasilnya membuat tubuhnya lemah dan mendesah "Je-Jenan ahh~"

Tubuh Haesa bergerak sendiri, menggesek penis mereka yang masih terbalut celana, persetan dengan keberadaan Alesya yang saat ini tengah berteriak kesetanan mencoba menyadarkan Jenandra, itu tidak ada artinya karena Jenandra melakukannya secara sadar.

Jenandra mendekatkan bibirnya pada bibir Haesa, melumatnya dan menyesapnya hingga merasakan perasaan manis, menelusupkan lidahnya dan menggelitik langit-langit mulut Haesa, membelit lidah hingga saliva menetes. Gesekan pada penis mereka kian cepat saat mereka sama-sama ingin menyemburkan kenikmatannya, lenguhan dan gerakan terdengar di ruangan itu, hingga tubuh Haesa menegang dan melengkung saat spermanya keluar membasahi celananya, jika orang tidak tau mungkin akan berpikir Haesa pipis dalam celana.

Jenandra menghentakkan penisnya pada penis Haesa yang telah basah, menggerakannnya seolah memang menyetubuhi lubang Haesa, hingga hentakan ketiga dia menggeram dengan kepala terdongak, meremat pinggang Haesa dan menekannya pada penisnya "aaargh." Jenandra langsung memeluk tubuh Haesa dan mengelus kepala Haesa yang berada pada dadanya, "aku menahannya hingga malam nanti tiba."

Alesya menatapnya secara langsung, satu kali dia berhubungan badan dengan Jenandra tak pernah melihat pria itu saat bersama Haesa, meraih kenikmatannya dengan baik dan lembut, sedangkan saat bersama dirinya, Jenandra harus menelan obat perangsang terlebih dahulu baru akan melakukannya padanya, walaupun Jenandra memperlakukannya dengan baik setelah diketahui memiliki hubungan dengan Haesa, Jenandra tak pernah menyentuhnya, sentuhan mereka hanya sampai pelukan dan mencium dahi "kenapa kau melakukan ini Jenan? Aku pikir kau telah menerimaku setelah apa yang kau lakukan pada Haesa."

Jenandra melepas pelukannya dan duduk pada kursi, menarik tangan Haesa hingga terduduk pada pahanya "karena itu adalah tujuanku untuk meyakinkan kalian jika aku benar-benar menerima semuanya, tujuanku hanya satu Alesya, mengembalikan hak Haesa dan kakaknya yaitu kemewahan yang selama ini kau nikmati, kematian yang akan dialami tuan Ryan karena lupa akan tanggung jawabnya. Aku tau kematian memang berada pada Tuhan, tapi andai saja tuan Ryan tidak tergoda dengan ibumu, ibu Haesa akan selamat dari pendarahan yang dia alami, kau berpikir rumah sakit akan melakukan tugasnya dengan baik tanpa uang? Tuan Ryan adalah seseorang yang membuat ibu Haesa cepat mati, karena itu kedua putranya akan membalas semuanya." Ujar Jenandra dengan jelas, dia harus menampar Haesa agar meyakinkan semuanya, walaupun setelahnya dia bersujud pada Haesa dan mendapat pukulan pada wajah dan tubuhnya yang dilakukan kakak Haesa.

Mengingat kakak Haesa, Jenandra telah bertemu dan betapa terkejutnya dia jika kakak Haesa adalah seseorang yang hampir berciuman di club, dia merutuki tingkahnya yang pencemburu, tapi dia harus melakukannya jika tidak ingin Haesa di rebut, banyak laki-laki yang ingin bersanding dengan Haesa, bahkan ada beberapa yang melebihi dirinya, dia menjadi kecil karena banyaknya orang yang ingin mendekati Haesa.

Haesa beranjak dari pangkuan Jenandra, melepas ikatan pada tubuh Alesya "kau akan aku lepaskan terlebih dahulu sampai bayi mu itu lahir, dan jika kau berani untuk melaporkan ini ke semua orang." Haesa berhenti dan memberi jarak dari perkataannya

"Aku tidak segan segan untuk membunuh mu beserta bayi mu yang tidak bersalah itu, nona alesya." Lanjut Haesa setelah dia diam beberapa saat sambil memperlihatkan tatapan tajamnya kepada Alesya.

Jenandra hendak protes tapi Haesa terlebih dahulu menggeleng "biarkan dia hidup menikmati waktunya hingga bayi itu lahir, aku harap kau mengerti dengan semuanya Alesya, dan aku mengatakan maaf padamu karena terseret dan mengalami hal buruk, tapi sungguh ini semua karena dirimu yang ingin merebut Jenandra."

My Friend Is My Lover  (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang