20

151 10 0
                                    


Apa setelah mengatakan melepaskan Haesa membiarkan Alesya begitu saja? Jawabannya tidak, dia tidak akan melakukan hal yang membuat semuanya sia-sia, meminta anak buah kakaknya untuk selalu mengawasi pergerakan dan pembicaraan Alesya.

Sedangkan Alesya yang kini telah berada di rumahnya termenung memikirkan semua kebenaran yang baru ia ketahui, dia tidak tau jika perbuatan ayahnya sebanyak-banyaknya itu, yang ia tau jika ayahnya melakukan perceraian dengan baik-baik, dia juga mengetahui kenapa Jenandra sangat mencintai Haesa, Haesa yang selalu memberikan dukungan dan dunianya untuk Jenandra di saat kedua orang tuanya tidak mendukung, tapi cerita yang disampaikan oleh kedua orang tua Jenandra sungguh sangat berbeda, mereka mengatakan Jenandra berubah setelah berteman dengan Haesa, apa salah dirinya ingin membuat suaminya kkebali mencintai orang tuanya? Disaat dia tidak mengetahui kebenarannya, begitu bodohnya dia selama ini mendengarkan kebohongan yang dibenarkan.

"Jenandra kemana?" Tanya Ryan.

Alesya hanya terdiam menatap sang ayah dengan sorot kebencian, karena pria sekaligus ayahnya itu yang membuatnya berada di ambang kehancuran, tidak ada kebahagian dari pernikahan ini, perbuatan sang ayah berimbas pada dirinya.

"Jenandra kemana Alesya?" Tanyanya kembali.

"Aku tidak tau." Sungutnya.

Ryan mengedikkan bahunya acuh, dia berpikir jika Alesya tengah befada dalam mood yang buruk. Tak nyaman berada di rumah, Haesa memutuskan pergi berjalan-jalan, sedikit menyegarkan pikirannya yang tengah di hantam kebenaran menyesakkan.

Dia memilih berhenti pada pinggiran jembatan, turun dari mobil dan berdiri pada trotoar pejalan kaki, dia meremat besi penghalang, menatap langit dengan terluka.

"Jangan pernah berpikir untuk bunuh diri."

Alesya mengernyit bingung saat tak mengenal sosok yang saat ini berdiri di sampingnya "kau siapa?"

"Suruhan dari tuan Haesa agar menjagamu dan mengawasimu."

"Oh." Tanggap Alesya biasa, dia kembali menatap sungai yang berada di bawah jembatan.

"Terkadang takdir memang jahat, perilaku seseorang tapi berimbas pada yang tidak bersalah, tapi aku tidak bisa membantumu karena aku berada di pihak anak yang selama ini harus berjuang sendiri dengan keras, melawan caci makian banyak orang dan bekerja tanpa kenal waktu. Tuan Haesa juga tidak bersalah tapi dia juga terkena imbasnya, dia mana pernah merasakan pelukan seorang ayah dan ibu karena sejak bayi dia sudah ditinggal, setidaknya kau merasakannya dan beryukur karena hidup dengan kemewahan, merasakan pelukan ibu dan ayah."

Alesya mengernyit "kau anak buah Haesa atau pemandu kehidupan?"

"Dua duanya." Orang itu mengulurkan tangannya, "aku Dika, mari bekerja sama, kau tidak perlu memberontak dan aku akan mengatakan hal baik pada Tuan Haesa."

Alesya menerima uluran tangan tersebut "aku Alesya, kali ini aku menyerah pada semuanya dan hanya akan menjalaninya."
.
.
.
Memasuki sembilan bulan kandungan Alesya tak membuat Jenandra yang sebagai ayah biologisnya merasa khawatir, dia bahkan saat ini tengah bergelung dengan nyaman dengan Haesa yang berada di pelukannya.

"Jenan bangunlah." Mendorong pelan tubuh Jenandra tapi setelah berhasil mendorongnya Jenandra kembali memeluknya membuat Haesa menghembuskan nafas lelahnya.

Seharusnya Jenandra menikmati waktunya dengan Haesa sebelum ketukan pada pintu dan alasan pengetukan membuat Jenandra mendengus keras.

"Ada tamu di depan tuan."

Mereka berdua segera masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan wajah mereka, Jenandra yang selesai terlebih dahulu memilih untuk menemui sang tamu terlebih dahulu.

My Friend Is My Lover  (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang