3

218 16 0
                                    


"Ugh berhenti Jenan." Pantatnya terasa kebas, bagaimana tidak jika Jenandra terus memukul pantatnya menggunakan tangannya itu, dia yakin itu akan menimbulkan lebam, "sa-sakit Jenan." Lirihnya, dia mengeluarkan air matanya tak bisa ia bendung lagi, sunggu tamparan yang Jenandra lakukan sangat sakit dan bertambah panas.

"Lebih sakit mana saat dirimu berkencan dengan Nava sedangkan aku datang pagi-pagi sekali ke sini dan kau tidak ada."

Plak!

Plak!

Plak!

Tamparan terus Jenan berikan hingga pantat Haesa benar-benar memerah "hiks berhenti Jenan sa-sakit." Dia ingin menahan Jenan tapi kedua tangannya terikat pada kursi di depannya.

Posisi Haesa kini tubuh atasnya terbaring di meja makan dengan cara telungkup, kedua tangannya yang diikat dan disambung pada kursi makan, membuat pergerakan tangannya tidak leluasa bahkan kedua kakinya juga di perlakukan seperti itu, hingga dia benar-benar tertahan oleh kursi di depannya.

"Aku tidak menyentuh Alesya apa kau menyentuh Nava di luar sana seperti dia menciummu di pesta pernikahan waktu itu?"

"Aku membalasmu, kau berciuman dengan Alesya lalu aku meminta hal yang sama pada Nava, kau menikah dan berstatus suami orang maka aku memiliki kekasih lain." Ungkapnya.

Jenandra terdiam "maaf." Dengan lembut dia mengelus pantat Haesa yang memerah itu.

"Hiks jangan pukul aku lagi."

"Aku tidak berjanji, kau benar-benar nakal Haesa, membuatku selalu melakukan hal ini."

"Apa hukumannya sudah selesai?" Haesa menoleh kearah belakang untuk melihat Jenandra.

Jenandra menggeleng "tidak, aku belum puas."

"Tapi sakit Jenandra, kau lakukan saja pada istrimu."

"Lalu kau?"

"Maka aku akan meminta Nava melakukannya juga padaku." Ujar Haesa tanpa beban, dia yang meminta Jenandra untuk menghentikan hukumannya tapi dia sendiri yang membuat Jenandra geram.

Plak!

"Kau itu hanya milikku Haesa, tubuh bahkan hidupmu adalah milikku." Jenandra menampar sangat kuat pantat Haesa berbeda dari sebelumnya.

"AAAA SA-SAKIT." Pekik Haesa, demi apapun hukuman yang Jenandra berikan kali ini sangat sakit, "berhenti hiks."

"Aku lapar." Jenandra beranjak dari duduknya dan mengarah ke dapur, ternyata sebelum Haesa datang dia terlebih dahulu memasak ramen, dia membawanya ke arah meja makan lalu kembali ke dapur dan membawa beberapa buah dan sayuran.

"Lalu aku bagaimana? Kau tidak ingin melepasku dulu?"

Jenandra menggeleng "biar kau kedinginan."

Haesa membulatkan mulutnya dan matanya, dia tidak bisa berkata-kata apalagi "beruntung aku mencintaimu Jenandra." Gumamnya.

Jenan tersenyum dalam menyuap ramennya dan sayurnya, ramen mungkin nikmat tapi saat melihat tubuh telanjang  Haesa membuat rasa ramen terasa lebih nikmat.

Haesa menangis lirih saat perutnya berbunyi minta diisi bahkan Jenan juga mendengarnya "aku lapar Jenan, suapi aku." Dia menatap Jenandra dengan tatapan memohon, biasanya Jenandra akan langsung luluh tapi untuk saat ini membutuhkan waktu meluluhkan Jenandra.

Jenan menggeleng "makan angin saja."

"Kau tega, kau mengatakan mencintaiku tapi kau memperlakukanku buruk seperti ini."

"Hanya disaat kau membuatku kesal." Terang Jenan, "aku tidak akan menghukummu jika kau menjadi anak baik Haesa."

Haesa merenggut dan menggerakkan kakinya tak beraturan "aku ingin makan!!" Suara Haesa melengking hingga Jenandra harus menutup kupingnya karena suara Haesa membuat pendengarannya berdenging.

Jenan menghembuskan nafas beratnya, tanpa berbicara dia melangkah memutari meja makan dengan membawa ramen dan sayur, dia duduk tepat di depan wajah Haesa menimbulkan senyuman cerianya "ya aku tau kau sangat mencintaiku hingga tidak bisa melihatku menderita sangat lama." Cerianya, "sekarang suapi aku Jenan."

Jenandra menyuapi Haesa dengan sabar dan bergantian menyuapi dirinya sendiri, dia terus melakukannya berulang kali "kau belum kenyang bersama Nava?"

"Huh?" Haesa mengerjapkan matanya bingung, tidak mengerti dengan apa yang dimaksid oleh Jenan, "kenyang? Aku tidak memakan Nava, aku bukan kanibalisme." Tuturnya.

"Bukan begitu, berkencan yang sering orang lakukan adalah makan di sebuah restoran, lalu kenapa perutmu bunyi seolah tak makan sedikitpun? Apa Nava tidak memberikanmu makanan?" 

Nava itu pelit dan tidak mungkin Nava akan mentraktirnya makan, dia meminum milkshake dan dia sendiri yang membayarnya "aku hanya meminum milkshake." Jawab Haesa.

Jenandra menggeleng tak percaya dengan apa yang ia dengar "dia tidak bermodal." Dia berdiri dan membereskan piring bekas tersebut dan membawanya ke arah dapur, tak lupa dia membawakan Haesa minum dengan tempat minum yang dilengkapi dengan sedotannya.

"Kau tidak ingin melepasku Jenan?" Cicit Haesa, tubuhnya telah mati rasa karena kedinginan, "kau ingin aku mati membeku?"

Jenandra menyentil bibir Haesa "jangan katakan hal seperti itu."

"Lalu kapan kau akan melepaskanku Jenandra?!!" Geramnya.

"Besok."

Wajah datar milik Jenandra sangat menambah keinginannya Haesa untuk menampar wajah itu, bagaimana bisa dia berucap dengan mudah "KAU. INGIN. MEMBUATKU. MATI." Teriak Haesa dengan menjeda satu-persatu kata-katanya.

"Tidak mati Haesa tapi pingsan." Sangkalnya.

"Kau sialan Jenandra." Desisnya kesal.

"Kau ingin meminum jus?" Tidak tau kenapa Jenandra menawarkan sesuatu secara tiba-tiba, Haesa tak menaruh curiga sedikitpun yang ada dia mengangguk dengan semangat.

"Siapa yang bisa menolak jus."

Jenandra mengangguk "akan aku ambilkan pisang untukmu."

Dari kata Jenandra seharusnya Haesa bisa mencurigainya, tapi kepalang dia telah senang dengan jus yang Jenandra akan buatkan, semoga kau tidak menyesalinya Haesa.

Haesa mengerutkan keningnya bingung saat melihat Jenandra yang hanya membawa satu buah pisang, susu, air dan satu gelas yang berisi es batu "kau menawarkanku jus, lalu di mana jusnya?"

"Ya, aku akan membuatnya di sini."

"Oh." Setelah mengatakan itu Haesa langsung memekik, bagaimana tidak memekik jika Jenandra membuka lubang pantatnya dan memasukkan satu buah es kecil ke dalamnya "KAU GILA JENAN?!" Sial, bahkan saat Haesa ingin mengeluarkan es tersebut dari pantatnya, es tersebut bertambah masuk ke dalam.

Jenandra terkekeh geli, dia beralih memotong buah pisang menjadi potongan kecil dan memasukkannya ke dalam lubang Haesa "aku akan membuat jus di dalam lubangmu Haesa~" Senandung Jenan seolah ini menyenangkan, memang menyenangkan baginya tapi tidak untuk Haesa.

Lubang Haesa mengekerut saat dinginnya es batu yang telah mencair di dalam sana, tangannya terkepal melampiaskan keadaannya "aku mohon Jenan, lepaskan aku hiks." Tangis Haesa kembali terdengar.

Jenandra menulikan pendengarannya, dia meraih susu kental dan memasukkannya ke dalam lubang Haesa "sepertinya lubangmu akan bertambah manis Haesa." Jenandra memasukkan jari tengahnya ke dalam lubang tersebut seolah mengaduk bahan yang berada di dalam lubang Haesa.

"Ughh Jenandra mmmh." Jika Haesa mengatakan ini menjijikkan maka dia seharusnya tidak mendesah, tapi jari sialan milik Jenandra dibantu dengan buah pisang di dalamnya benar-benar menyentuh prostat di dalamnya "nghh sa-sakit Jenan." Bohong, ucapan dan pergerakan Haesa bertolak belakang, dia mengatakan sakit tapi pantatnya terus mengejar jari Jenandra agar tetap menekannya.

Jenandra terkekeh dan menggeleng kecil "jalang tetaplah jalang, kau menggeliat menginginkan penisku atau hanya jariku Haesa?"

Jari Jenandra memang nikmat tapi penis Jenandra lebih dari itu "penismu!!" Pekik Haesa dengan heboh, persetan dengan dirinya yang sejak tadi menolak dan kesal dengan apa yang dilakukan Jenandra, kini dia hanya ingin Jenandra menyetubuhinya, dia memang jalang, jalang seorang Jenandra saja.

My Friend Is My Lover  (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang