13

114 12 4
                                    


Haesa menghembuskan nafas lelahnya saat melihat banyak barang yang berada di depannya, tas, bunga, pakaian mahal hingga parfum, dan terdapat sebuah surat ungkapan cinta dan pertanyaan apakah dirinya mau menjadi kekasih seorang yang mengirim barang itu.

"Lebih baik kau terima salah satunya, kau tidak mungkin akan selamanya sendiri, lupakan tentang Jenandra." Celetuk Renaja, sejak tadi banyak pengirim tanpa keterangan, tapi membaca isi dari surat Renjana yakin jika mereka menyukai Haesa, "hanya pikirkan sampai kapan kau akan terus berada dalam posisi ini? Kau tidak ingin menikah dan memiliki keluarga yang kau impikan? Adanya Jenandra di pikiranmu hanya akan menghambat semuanya."

"Mau kau berkata sampai berbusa, aku tidak akan berubah, banyak hal yang aku lalui bersama Jenandra, lagipula pernikahan ini bukan kemauan Jenandra sendiri."

"Haesa, aku paham kau mencintainya, tapi jika benar Jenandra mencintaimu, kenapa dia tidak bisa menolak pernikahan ini? Bukankah kau bilang jika hubungan Jenandra dan keluarganya renggang? Tidak ada hal pasti kenapa Jenandra menerima pernikahan ini." Renjana memegang kedua bahu Haesa, "katakan padaku kenapa kau begitu yakin jika Jenandra mencintaimu? Padahal kau berada di posisi ini karenanya."

"Tidak tau, aku hanya percaya pada Jenandra jika dia akan melakukan janjinya, melepas Alesya."

"Bagaimana dengan Alesya? Kau tidak berpikir dengan nasib perempuan itu? Dia tidak jahat jika dia tidak mengetahui hubunganmu dengan Jenandra, dia tidak bersalah lalu kenapa kau membuatnya berada di ambang kehancuran? Apa kau memiliki dendam pada Alesya? Katakan padaku, aku yakin Jenandra tidak mau menikah dengan Alesya walaupun terdapat paksaan dari orang tua, ada suatu hal yang kau sembunyikan dariku dan juga Nava."

Haesa menggeleng pelan "kau berbicara apa Ren, Jenandra menikah karena paksaan orang tuanya."

Mata Renjana memicing "berapa lama kita berteman?"

"Sangat lama tapi tidak selama aku memiliki hubungan dengan Jenandra."

Haesa melangkah mundur saat Renjana beringsurt mendekat "sebenarnya aku curiga sejak awal dengan ini, Jenandra mau menikah dengan Alesya karena permintaanmu? Kau juga tidak pernah bercerita tentang kedua orang tuamu."

"Mereka tiada Ren."

"Aku tidak pernah melihat dirimu pergi ke pemakaman, apa kau benci dengan orang tuamu? Bahkan aku tidak pernah melihat wajah kedua orang tuamu, siapa mereka dan nama mereka."

Haesa menghempas kedua tangan Renjana yang masih bertengger pada bahunya "cukup kau bertanya, pendam segala keingintahuan dirimu, aku tidak ingin kau menyesal telah mengetahui ini semua."

"Apa akibatnya sangat buruk jika aku mengetahuinya? Apa kau tidak bisa membeberkannya padaku?"

Haesa menggeleng "aku tidak bisa mengatakannya padamu, yang harus kau tau jika Jenandra menikah karena paksaan orang tua, aku tidak mengenal Alesya sebelumnya. Itu penjelasanku padamu. Jangan bertanya lagi atau pertemanan kita yang akan hancur Renjana." Haesa berlalu pergi dengan membawa semua barangnya dengan tas besar, "untung saja, bagaimana bisa Renjana curiga."

Haesa akan pulang ke apartemennya, ini sudah larut malam, hampir tidak ada pengendara yang melintas. Walaupun cukup jauh Haesa tetap bertekad untuk berjalan, hingga 30 menit di berjalan akhirnya tiba di apartemennya.
.
.
.
Satu bulan berlalu, semuanya terlihat baik-baik saja, dan bagaimana kabar Marka? Dia telah kembali ke asal negaranya. Dan tentang kiriman misterius itu? Tentu saja Haesa belum tau, dia terlalu sibuk dengan hidupnya yang abu-abu ini, tidak jelas kemana tujuannya.

"Haesa." Panggil itu membuat Haesa menghentikan kegiatannya, di sana terdapat Alesya dengan banyak barang.

Haesa mendekat "kenapa kau berada di sini seorang diri? Di mana Jenandra?"

"Dia berada di depan, aku ingin mengatakan suatu hal, aku hamil." Ceria Alesya memberitahukan tentang dirinya yang tengah berbadan dua.

"O-oh selamat jika begitu." Haesa berusaha menahan tangisnya, dia tidak boleh menangis di depan istri Jenandra, apa alasannya nanti, "aku turut senang, lalu kau akan kemana setelah ini? Kau hamil muda, jangan membawa barang terlalu banyak." Peringatnya.

"Bisa antarkan aku ke depan?"

Haesa mengangguk, dia membantu membawa barang belanjaan Alesya ke depan mall, seharusnya dia curiga karena Alesya terus berjalan tanpa melihat sekitar "Alesya berhenti, di depan banyak kendaraan berlalu lalang." Peringat Haesa.

Alesya tak mendengarnya, dia terus berjalan hingga hampir tertabrak mobil namun Haesa berhasil mencegahnya "APA YANG KAU LAKUKAN ALE?!!" Teriaknya, jantungnya tengah memompa darah, walaupun dia tidak suka dengan perempuan itu, tetap saja ada bayi yang tidak berdosa yang menanti untuk hidup.

Alesya terdiam beebrapa saat sebelum dia berteriak kencang "JENANDRA TOLONG!! HAESA MENDORONGKU HIKS!"

Mulut Haesa menganga lebar, mendorongnya? Bahkan dia menyelamatkan wanita itu dan dirinya hampir tertabrak mobil "i-itu tidak benar." Takutnya, dirinya takut bukan karena salah, tapi saat melihat bagaimana wajah Jenandra yang berubah menakutkan, wajahnya memerah menandakan dia tengah marah.

Plak!

Mata Haesa terpejam saat merasakan tamparan kuat pada pipinya, bahkan ia yakin jika sudut bibirnya saat ini tengah terluka "Je—"

"Tutup mulutmu Haesa." Geramnya.

Haesa bungkam, tidak berani menyaut, dan dia juga melihat keluarga Jenandra yang berada di tempat itu, kenapa ini semua seolah di rencanakan "tap—"

"Aku bilang tutup mulutmu Haesa!!" Sentak Jenandra, "aku tau kita memiliki hubungan, aku tau jika tanpa uangmu aku tidak akan menjadi artis, tapi aku tidak membenarkan perlakuanmu yang mendorong istriku, dia tengah hamil Haesa, terdapat nyawa lain di perutnya, jangan berlaku semena-mena hanya karena aku mencintaimu, tapi sekarang setelah aku melihat apa yang kau lakukan, aku menjadi ragu, apakah aku mencintaimu atau tidak." Gigi Jenandra bergesekan, terlihat sekali dia tengah menahan emosinya, "mulai saat ini kita akhiri hubungan ini, lupakan semuanya bahkan lupakan janji kita, aku tidak lagi mencintaimu tapu aku membencimu, jangan menyentuh istriku apalagi melukainya."

Jenandra membelakangi Haesa membantu Alesya untuk berdiri, Alesya mendekat dan sekali lagi Haesa mendapat tamparan "itu karena dirimu yang memiliki hubungan dengan suamiku, karenamu suamiku tergoda."

"Tergoda?" Lirihnya.

"Kau pikir aku tidak tau kau memiliki hubungan dengan Jenandra, setelah aku bertanya pada Jenandra dia mengaku kau menggodanya hingga dia terjerumus denganmu, jika kau memang membutuhkan uang, katakan padaku tapi setelahnya pergi dari kehidupan suamiku, cukup sampai ini kau menjadi jalang pribadi suamiku Haesa, karena aku tidak ingin tubuh suamiku di sentuh orang lain."

Mereka pergi tapi sebelum itu Jenandra menatap datar ke arah Haesa, mengeluarkan cek dengan nominal uang "ini, uang dulu yang kau berikan padaku aku kembalikan, kita hidup sendiri-sendiri, aku akan membangun rumah tangga yang aku inginkan, jangan menyakiti calon bayiku Haesa, atau kau akan mati ditanganku."

Haesa terduduk mengenaskan di trotoar jalanan, untung saja sepi pejalan kaki hingga minum orang tau jika terjadi pertengkaran di sana "aku jalang?" Haesa menatap kosong ke arah trotoar, perkataan Alesya sama sekali tidak menyakitinya tapi jika Jenandra benar emngstakannya, apakah Jenandra hanya menganggap dirinya pemuas nafsu, "hiks.."

"Haesa." Haesa mendongak dengan mata yang sembab, memeluk ke arah orang itu dengan erat, "ayo pergi."

"Bawa aku, bawa kemanapun hingga aku tidak lagi bertemu dengannya."

"Pasti."

My Friend Is My Lover  (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang