17

134 12 0
                                    


Renjana menatap miris ke arah Jenandra yang sedang termenung menatap langit-langit ruangan "kau pergi sana, aku akan membersihkan apartemen Haesa." Usirnya.

"Haesa." Lirihnya.

Nava mendengus "kau menyedihkan seperti ini tapi kau kemarin menampar Haesa hingga sudut bibirnya terluka." Cibirnya, "aku jadi mempertanyakan kewarasanmu."

Jenandra terdiam "mungkin karena itu Haesa pergi? Aku bahkan mencambuknya."

"APA?!!" Teriak Nava dan Renjana bersama.

"PERGI DARI SINI SIALAN!!" Pekik Renjana, dia menarik tangan Jenandra dan mendorongnya ke arah luar apartemen, "jangan kembali selama Haesa belum kembali."

"Tapi ini apartemen Haesa dan aku."

"Tidak, ini apartemen Haesa, sekarang kau pergi atau aku akan meminta Nava memukulmu kembali, pergi ke pelukan istri tercintamu itu." Usir Renjana.

Dengan lesu Jenandra melangkah keluar gedung apartemen, dia memilih untuk kembali ke rumah, rumah yang baginya tempat sandiwara.

Jenandra tiba di rumah, dia masuk ke dalam dan di sambut dengan Alesya yang tengah menggunakan gaun, dia jadi berpikir apakah Marka tidak jadi mengajak Alesya untuk pergi, dirinya juga tidak mendapat notif dari pesan anonym dari Marka.

"Sayang kemana saja?" Alesya mengalungkan kedua tangannya pada leher Jenandra.

"Hanya berjalan-jalan, menjadi CEO menyusahkan." Datarnya, tidak ada alasan lagi dia bersikap manis, persetan dengan kepemilikan perusahaan.

Alesya mengerutkan keningnya "kau kenapa?"

"Tidak kenapa-napa, jadi kau akan pergi kemana?"

"Aku pergi ke salon dan mungkin aku akan pulang malam, tidak apa-apa?"

"Ya, silahkan pergi." Untuk apa dia menahannya jika memang itu tujuannya.

Jenandra masuk ke dalam kamarnya hendak mengistirahatkan tubuhnya sebelum ketukan pada pintu menghentikannya, dia beralih membuka pintu "ada apa?"

"Tuan besar menunggu anda di ruang kerja."

"Hm."

Jenandra melangkah keluar kamar, menemui mertuanya yang menurutnya menyebalkan, masuk ke dalam ruangan yang di dominasi warna gelap.

"Jenan duduklah." Sapa Ryan ayah mertua Jenandra.

Jenandra duduk yang menghadap langsung ke arah Ryan "jadi ada apa ayah?" Ujarnya dengan manis.

"Ini masalah pergantian namamu menjadi pemilik sah perusahaan, maaf itu akan terlambat mengingat banyaknya persyaratan yang harus di lakukan."

Jennadra hanya mengangguk, dia tidak minat lagi dengan perusahaan itu, yang ia inginkan sekarang adalah Haesa. Matanya berjelingar, selama dia masuk ke dalam ruang kerja dia hanya duduk dan mendengarkan selebihnya tidak ada yang ia lakukan, matanya tertuju pada sebuah kotak coklat dengan ukuran indah di setiap sisi.

"Apa yang kau lihat Jenandra?"

Jenandra tersadar dari lamunannya "hanya tertarik dengan kotak itu." Dia menunjuk ke arah kotak yang terus ia tatap itu.

Ryan meluhat kemana arah Jenandra menunjuk, tersenyum kecil lalu beranjak untuk mengambil kotak itu "sebenrnya ini tidak penting karena bagiku apa yang berada di dalam kotak ini hanya kenangan yang harus di buang."

Jenandra tertegun saat melihat sebuah foto yang ditunjukkan oleh Ryan "di-dia?" Semoga apa yang ia pikirkan tidak benar.

"Mantan istriku sebelum aku bertemu dengan mama Alesya, tidak sepenuhnya salah bukan jika mata hanya tertuju pada keindahan, aku akui aku salah karena berselingkuh dengan mama Alesya dan melupakan tanggung jawabku pada istriku, sejak aku bertemu dengan mama Alesya aku hanya terfokus padanya dan berujung aku menceraikan istri pertamaku, aku harap kau tidak melakukan hal seperti itu, putriku terlalu baik jika diperlakukan seperti itu."

My Friend Is My Lover  (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang