15

133 12 0
                                    


Saat ini apa yang terjadi pada Haesa? Mengenaskan, gambaran itu yang hanya pas untuk keadaan Haesa saat ini, bagaimana tidak jika kedua tangannya terikat beserta kakinya, mulutnya di sumpal oleh celana dalam Jenandra, dan celana dalam tersebut terdapat sperma Jenandra yang baru saja Jenandra lakukan dengan memperkosa mulut Haesa.

Sejak tadi tatapan Haesa menajam ke arah Jenandra yang tengah santai duduk di atas sofa memainkan ponsel, tak taukah jika dirinya tengah kedinginan, Jenandra dengan tega tidak mematikan pendingin udaranya, ingin berteriak dengan kencang dan mengumpatinya tapi semuanya tertahan, dia hanya bisa melakukannya di dalam hati, menyumpah serapahi Jenandra dengan bebas.

Haesa menatap langit-langit ruangan dengan sendu, Jenandra baru saja melangkah keluar setelah menggunakan bathrobe "kenapa aku seperti ini?" Ujarnya lirih dalam hati, "kapan Jenandra kembali seperti dulu lagi?" Lanjutnya.

Baginya Jenandra adalah alasan untuk dirinya bertahan hidup, hidup seorang diri lalu memiliki kekasih perhatian seperti Jenandra membuat hidupnya kembali berwarna, tapi itu dulu, untuk sekarang rasanya dia ingin mencekik wajah laki-laki itu.

Haesa tersentak saat pintu kembali terbuka menampilkan sosok Jenandra yang membawa satu kotak berwarna merah, Haesa merasakan perasaan tak nyaman, walaupun memang sejak tadi, tapi perasaan kali ini benar-benar membuatnya ingin kabur.

Jenandra mendekat dan meletakkan kotak tersebut di samping Haesa, bibirnya terus tersenyum, senyuman yang bagi Haesa menakutkan "kau lelah?" Haesa mengangguk sebagai jawabannya, "kau ingin beristirahat?" Haesa mengangguk kembali, "tapi sayang aku tidak akan memberikannya."

Haesa menyipitkan matanya, lihat saja jika sebentar lagi kain yang berada di mulutnya terlepas, dia akan berteriak dengan keras dan mengatakan hal buruk pada Jenandra.

Jenandra terkekeh, dia membuka kotak yang sebelumnya ia bawa itu lalu melepas kain yang berada pada mulut Haesa. Ini yang di tunggu Haesa, dia tersenyum puas, hendak bersuara dengan lantang tapi sirna saat menatap apa yang berada di genggaman Jenandra, membuat Haesa tersenyum kaku dan tubuhnya merinding.

"Bagus, kau tidak jadi bersuara karena melihat pecutan ini."

"Je-jenan le-lepaskan aku ya?" Mohonnya, "jika kau lupa kita sudah tidak memiliki hubungan apapun, dan kau akan menjadi seorang ayah, kau harus ingat kau memiliki istri." Ujarnya dengan lembut, dia tidak ingin tubuhnya terdapat goresan yang berasal dari pecutan itu, tidak akan pernah.

"Apa peduliku? Bukankah kau tadi berada di club dan hampir berciuman dengan orang lain?"

"Aku rasa itu tidak ada hubungannya, aku melakukannya karena aku sudah sendiri."

"Dengan menjadi jalang maksudmu?" Ejeknya.

"Lalu apa pedulimu Jenandra, aku bebas melalukan apapun yang aku mau tanpa harus memikirkan dirimu."

"Baiklah jika begitu, malam ini aku menyewa dirimu, katakan berapa nominal uang yang kau inginkan tapi sebelum itu aku ingin kepuasan, terima semuanya."

"Jenan, kenapa kau berlaku seperti ini? Tidakkah kau ingat dengan pernyataan dirimu siang kemarin? Apa kau tiba-tiba hilang ingatan? Atau terjadi sesuatu pada kepalamu?" Ujar Haesa.

"Aku ingat, sangat ingat, bahkan masih ingat bagaimana tangan ini menampar dirimu dengan mudah." Jenandra menatap ke arah telapak tangan kanannya yang sebelumnya digunakan untuk menampar Haesa dengan keras, "tapi itu pantas untukmu Haesa."

Tatapan Haesa berubah menyendu "aku tidak tau apa yang membuatmu berubah, tapi setelah ini selesai kau akan melepaskanku?"

"Tidak akan pernah aku lepaskan dirimu Haesa." Jenandra dengan kekuatan ototnya merobek paksa seluruh kain yang melekat pada tubuh Haesa hingga dia telanjang bulat.

Tangannya ia gerakkan untuk menyentuh dada hingga turun ke arah kaki Haesa, Haesa melenguh, tubuhnya langsung meremang seketika.

"Bahkan tubuhmu tau siapa pemiliknya." Gumam Jenandra.

Jenandra terus memyapu kulit Haesa yang lembut itu, kali ini tidak ada ciuman dan memberi tanda. Haesa meremat tali yang mengikat tangannya, dia tidak bisa melampiaskannya dengan meremat rambut Jenandra, hanya itu yang bisa ia lakukan.

Jenandra menghentikan aksinya, dia menatap ke arah Haesa yang saat ini tengah terpejam dengan mulut yang menganga, tersenyum kecil Jenandra melonggarkan tali pada kaki Haesa hingga bisa di gerakkan, Jenandra mendorong kaki Haesa agar menekuk "tetap diam dalam posisi ini sampai aku menyuruhmu, mengerti?" Yang diangguki dengan lemah oleh Haesa.

Jenandra terlihat meraih sesuatu, dia menggenggam sebuah butt plug dengan dihiasi buntut anjing, Jenandra menunduk, menjilati anal Haesa supaya basah.

Kepala Haesa bergerak ke atas, matanya menjelang menikmati sensasi lidah Jenandra yang menusuk analnya, begitu lembut dan geli karena tekstur lidah Jenandra "uughh~"

Jenandra menghentikan kegiatannya beralih memasukkan butt plug tersebut pada anal Haesa, sialnya Jenandra memang terlihat akan menghukumnya, panjang butt plusg yang menancap pada anal cukup panjang, membuat Haesa menahan nafasnya saat benda tersebut beberapa kali bergesekan dengan analnya.

Jleb

"AAKHHH!!" Tubuh Haesa membusung bak busur panah, benda itu memang tidak terlalu besar tapi cukup menyakitkan.

Jenandra meraih nipple clamp dan choker, dia memasangkannnya pada kedua nipple dan leher Haesa, benda tersebut saling terhubung satu sama lain dengan rantai kecil, jika Jenandra menariknya maka Haesa bisa saja tercekik dan nipplenya akan mencuat sakit.

Jenandra melepas semua ikatan pada Haesa "berbalik dan menungging Haesa!" Perintahnya.

Haesa menurut, dia tidak ingin merasakan sakit lebih dari ini, dengan perlahan dia menungging menunjukkan pantatnya yang berhiaskan buntut anjing. Jenandra terkekeh gemas.

Plak! plak! plak!

Berkali-kali Jenandra menampar pantat Haesa tercetak dengan jelas telapak tangannya "woah, pantatmu bertambah lebar ya Haesa."

"Aakh Jenan, berhenti sialan!" Kesalnya.

Jenandra terkekeh "kau tau kata hukuman dariku kan Haesa? Sekarang kau harus belajar berhitung, kau paham?"

Jenandra meraih pecut yang sebelumnya ia genggam "berhitung Haesa, sekarang!"

Cctass!

"Sa-satu."

Cctass!

"D-dua."

Cctass!

"Ti-tiga."

Ctas!

"Em-empat."
.
.
.

Cctass!!

"Sembilan puluh sembilan." Lirih Haesa.

Bruk!

Dirinya ambruk tak bisa menungging kembali, tubuhnya sangat menyakitkan, Jenandra terus memecutnya tanpa jeda "hiks..." Pecah sudah pertahanan Haesa, ini menyakitkan hingga Haesa tidak bisa menahannya lagi, entah berapa banyak luka yang berada pada tubuhnya.

Jenandra mencengkram rambut Haesa dan ia angkat, menatap mata Haesa yang kini tengah menangis "kau suka? Ingin menambah kesakitan lagi? Maka dorong istriku lagi Haesa."

"Hiks kau tidak mendengarkanku!! Aku tidak mendorongnya!!!" Pekik Haesa di selingi tangisan.

"Tapi yang aku lihat seperti itu Haesa sayang." Jenandra mencengkram rambut Haesa semakin menguat, "ingat ini Haesa untuk terakhir kalinya, jangan menyentuh istriku, kau mengerti?"

Haesa memejamkan matanya merasakan sakit saat rambutnya di tarik "aku tidak akan menemuinya bahkan dirimu sekalipun sialan." Kesalnya.

Plak!

Jenandra menampar pipi Haesa "kita akan terus bertemu Haesa, karena setiap pertemuan aku akan melakukan hal ini padamu." Jenandra menghempas kepala Haesa pada bantal, dia berdiri dari duduknya, melepas seluruh ikatan pada Haesa, "aku telah membayar kamar ini, silahkan kau beristirahat Haesa, aku pergi dulu untuk menemui anakku tercinta."

My Friend Is My Lover  (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang