33. I Died as a Royal Villain

546 38 11
                                    

"Ketulusan adalah hal yang dapat dijelaskan tanpa kata."

-I Died as a Royal Villain-

***

Matahari telah sepenuhnya tenggelam, digantikan oleh rembulan yang menyorot dengan indah ditemani bintang-bintang berkilauan. Di tengah hutan dengan angin sepoy-sepoy yang mengirim kesejukan, empat orang memutuskan untuk mengistirahatkan diri karena terbatasnya cahaya di malam hari.

Rchel berjalan mendekati Tarkhan yang sedang menghidupkan api unggun.
"Apa tidak masalah membuat api unggun sekarang? Bagaimana jika ketahuan oleh Duskville?" Tanya Rachel tidak sinkron dengan apa yang tubuhnya lakukan. Karena sekarang ia telah mengarahkan tangan untuk menangkap hangatnya api. Angin di musim gugur benar-benar dingin apalagi sekarang mereka tidak menggunakan mantel.

Tidak mendapat jawaban, Rachel menoleh dan mengernyit menangkap gerak-gerik aneh Tarkhan. Pria yang telah selesai membuat api itu terlihat gemetar. Ia memutuskan untuk sedikit menggeser tubuhnya mendekat untuk melihat dengan lebih jelas. Terlihat bulir-bulir keringat memenuhi dahi pria itu. "Hei, Tarzan!" Rachel menangkup wajah Tarkhan menggunakan kedua tangan agar menatapnya sepenuhnya.

Tarkhan tersadar. Melihat bahwa ada Rachel tepat di depannya membuat napasnya perlahan kembali stabil. "Ada apa?"

Kernyitan Rachel semakin dalam. Ada apa dengan Tarkhan sebenarnya? Di musim gugur yang dingin seperti ini, pria itu berkeringat? "Kau terlihat seperti sedang ketakutan."

Tarkhan tersenyum teduh lalu menggenggam tangan Rachel dan menariknya turun dari wajah. "Aku baik-baik saja."

Rachel tidak bisa percaya dengan ucapan pria di hadapannya. Sangat jelas jika Tarkhan sedang ketakutan sekarang. Namun, apa yang membuat pria itu sampai ketakutan seperti ini? Rachel menoleh menatap ke sekeliling guna mencari sumber ketakutan itu. Lalu matanya berakhir menatap api unggun. Ia rasa tidak mungkin jika Tarkhan takut api. Bukankah selama ini pria itu selalu memasak menggunakan api?

"Kau... Apa kau takut api?"

Tarkhan yang tertunduk sontak mendongak menatap Rachel dengan terkejut. Dan reaksi spontan dari Tarkhan telah menjelaskan segalanya. Meskipun ia ingin menanyakan banyak pertanyaan 'kenapa' tapi ini bukan saat yang tepat menurutnya.

Rachel bangkit berdiri. Ia berjalan dan duduk tepat di depan Tarkhan, menghalanginya dari pemandangan api. "Sini, tanganmu."

Tarkhan memandang Rachel dengan bingung. "Ha?"

Tanpa persetujuan pria itu, Rachel segera menarik kedua tangan Tarkhan untuk disatukan. Ia menggosok kedua tangannya lalu menempelkannya ke punggung tangan Tarkhan.

Tentu saja hal itu membuat Tarkhan terpaku.

Rachel melakukannya berulang-ulang. "Biar aku saja yang duduk di dekat api lalu aku akan mengirim kehangatannya padamu."

Ucapan Rachel itu membuat Tarkhan terkejut. Sejak kapan gadis yang kasar itu memiliki sisi romantis seperti ini? Mungkinkah ini mimpi? Atau dirinya berhalusinasi karena hari sudah semakin malam? Meskipun begitu, ia harap waktu berhenti sekarang. Ia ingin mempertahankan momen ini selamanya. Tarkhan tersenyum tipis dan menunduk berusaha menyembunyikan rasa malu. Ah rasanya seperti ada kupu-kupu berterbangan di perutnya. Bahkan telinganya kian memerah tanpa ia sadari. Jika gadis di hadapannya ini selalu bersikap seperti ini setiap hari, dirinya yakin tidak akan sanggup memakan gula lagi.

Rachel menatap gerak-gerik Tarkhan yang aneh. Apa pria itu menunduk karena terlalu kedinginan? Tapi mau bagaimana lagi? Jika Tarkhan benar-benar takut pada api, dengan terpaksa ia harus melakukan hal ini. Jika tidak, bisa-bisa pria itu ambruk di tengah jalan dan akan sangat merepotkan. Belum lagi mereka kini sedang menghindari Duskville yang entah sekarang sudah sampai mana.

I DIED AS A ROYAL VILLAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang