VI

17 7 0
                                    

Eleonora melangkah masuk perlahan, dengan hati-hati menjaga sikapnya agar tetap anggun dan penuh hormat. Begitu sampai di tengah ruangan, ia menundukkan kepala dengan anggun, memberikan penghormatan kepada Raja Edmund.

Saat ia mengangkat pandangannya, ia melihat beberapa wanita yang duduk di sisi raja, nampaknya mereka adalah selir-selirnya.

Namun, tidak ada ratu yang tampak di sini. Kenapa tidak ada ratu? Semua orang tahu bahwa ratu telah gugur karena penyakit misterius yang tidak ada yang bisa menyembuhkan. Bahkan banyak rumor beredar bahwa penyakit itu begitu langka hingga tabib terbaik pun tak mampu mengatasinya.

Namun, di balik cerita yang diketahui publik, tersimpan sebuah rahasia yang belum terungkap. Rahasia yang hanya diketahui oleh segelintir orang di istana.

Raja Edmund mengamati Eleonora dengan tatapan tajam, seolah-olah menilai setiap gerak-geriknya. "Eleonora, mendekatlah," perintahnya dengan suara yang tenang.

Eleonora melangkah maju, meski tubuhnya bergetar. Ia berhenti beberapa langkah di depan singgasana raja, menjaga jarak yang sopan namun cukup dekat untuk mendengar dengan jelas.

"Kau tahu mengapa kau dipanggil ke sini?" tanyanya.

"Untuk menghadap Yang Mulia," jawabnya dengan suara lembut, berusaha menunjukkan keberanian yang tidak sepenuhnya ia rasakan.

"Benar. Tapi lebih dari itu, aku ingin mengenalmu lebih baik. Kau adalah gadis yang menarik perhatian banyak orang, termasuk putraku, Pangeran Alaric."

Eleonora merasakan detak jantungnya semakin cepat mendengar nama Alaric disebut. Ia menundukkan kepalanya sedikit, berusaha menutupi rasa cemas yang melanda.

"Tahukah kau, Eleonora."

"Bahwa karena dirimu, Alaric menolak untuk menikah dengan putri dari Jenderal Perang? Aku tidak mengerti, bagaimana seorang gadis rendahan seperti dirimu bisa membuat putraku begitu keras kepala."

Eleonora menunduk, merasakan beban dari kata-kata raja. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi, ia tidak ingin menentang Raja Edmund, tetapi di sisi lain, ia juga tidak ingin mengkhianati perasaannya sendiri.

"Alaric adalah pewaris takhta. Pernikahan dengan putri Jenderal Perang akan memperkuat kedudukan kami. Namun, dia bersikeras padamu. Apa yang kau miliki hingga mampu memikat hati putraku seperti itu?"

"Yang Mulia, saya sendiri tidak tahu mengapa Pangeran Alaric tertarik pada saya. Saya tidak pernah berniat untuk mengganggu rencana besar kerajaan."

"Alaric selalu melakukan apa yang diinginkannya. Tapi kau harus tahu, Eleonora, bahwa posisimu di sini sangat rentan. Kau harus berhati-hati."

Eleonora mengangguk, Raja Edmund mungkin melihatnya sebagai ancaman terhadap rencananya, dan itu bisa berarti bahaya bagi dirinya dan keluarganya.

"Karena itu..."

"Alaric telah meminta agar aku mempertimbangkan pembebasan keluargamu," katanya dengan nada formal.

Eleonora merasa hatinya melompat sejenak. Harapan yang selama ini ia simpan dalam hati kini seakan mendapatkan secercah cahaya.

"Yang Mulia, apakah itu benar?" tanyanya dengan suara penuh harap.

"Ya, Alaric sangat bersikeras tentang hal ini. Dia memintaku untuk mempertimbangkan pembebasan keluargamu sebagai imbalan atas perilaku baikmu di istana."

"Aku akan mempertimbangkan permintaan ini, tetapi ingatlah, jangan membuatku menyesal mempertimbangkan pembebasan keluargamu."

Eleonora mengangguk dengan tegas. "Saya mengerti, Yang Mulia. Saya akan berhati-hati."

Love letter EleonoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang