Debu-debu bertebaran di udara, gelapnya ruangan membuat pandangan siapa pun yang ada di dalamnya pasti hilang. Suara derap kaki membangunkan Eleonora dari pingsannya.
Matanya terasa enggan untuk terbuka, tetapi ia mencoba menyipitkan pandangannya, melihat ke arah depan. Kosong, hanya beberapa barang kuno berdebu yang sepertinya sudah lama ditinggalkan.
Eleonora belum bisa berpikir jernih, tempat apa ini dan di mana ia sekarang. Ia bergumam, apakah ini mimpi? Tapi kenapa mimpinya begitu aneh dan terasa nyata?
Tiba-tiba, sebuah pintu kayu terbuka dengan suara keras, dan seorang pria berjalan mendekat membawa obor di tangannya.
Cahaya obor itu menyilaukan mata Eleonora yang masih belum terbiasa dengan kegelapan. Pria tersebut mulai menyalakan obor-obor yang ada di dinding-dinding ruangan, membuat ruangan itu sedikit lebih terang.
Saat semua obor telah menyala, pria misterius itu mendekati Eleonora. Ia melihat bahwa Eleonora telah sadar, dan bergegas mencari temannya untuk memberitahu bahwa gadis yang mereka culik telah sadar.
Kedua pria itu berkumpul, tampak bingung dan cemas. Mereka mulai berbisik satu sama lain.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" salah satu dari mereka bertanya dengan nada gelisah. "Nona muda tidak memberi tahu kita apa yang harus dilakukan setelah ini."
"Dia hanya menyuruh kita untuk memastikan gadis ini tidak bisa kembali ke istana," jawab yang lain.
"Tapi sekarang dia sadar, kita harus berjaga-jaga agar dia tidak melarikan diri."
Eleonora mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum ia pingsan, tetapi ingatannya masih kabur. Ia hanya tahu bahwa ia harus mencari cara untuk keluar dari tempat ini.
Eleonora mencoba bergerak, namun mendapati tangannya terikat. Ia merasakan rasa sakit di pergelangan tangannya akibat tali yang terlalu kencang.
Kedua pria itu mendekati Eleonora dengan ekspresi yang semakin gelap.
Salah satu dari mereka, dengan senyum licik di wajahnya, berbicara kepada rekannya, "Bagaimana jika kita mencobanya? Kita bisa mengajarkan gadis ini pelajaran sebelum nona kembali."
Rekannya terlihat ragu sejenak, namun kemudian anggukan kepala mengisyaratkan persetujuannya.
Saat itu juga, salah satu pria menyuruh temannya untuk berjaga di depan, meninggalkan Eleonora dengan pria berwajah licik yang masih ada di ruangan itu.
Pria itu memandang Eleonora dengan tatapan mesum dan menyeringai. "Gadis sepertimu sayang sekali kalau tidak dicoba," ucapnya dengan suara rendah yang menjijikkan, sembari mulai membuka bajunya.
Eleonora merasa ketakutan yang luar biasa, tubuhnya gemetar. Ia berusaha mundur, punggungnya sudah menyentuh dinding yang dingin dan berdebu.
Tidak ada tempat untuk lari. Ia mencoba mencari cara untuk melarikan diri, tetapi tidak ada jalan keluar yang terlihat.
Pria itu mendekat, senyum jahat menghiasi wajahnya. "Jangan takut, ini tidak akan lama," segera tangan kotornya mulai terulur ke arah Eleonora.
Namun, sebelum tangan pria itu bisa menyentuhnya, suara pintu terbuka keras menghentikan aksinya. Wilian, dengan wajah penuh amarah, berdiri di ambang pintu, pedang terhunus dan mata membara.
"Jangan berani-beraninya kau menyentuhnya!" Wilian berteriak dengan suara menggema di seluruh ruangan.
Pria itu terkejut, wajahnya berubah pucat saat melihat Wilian. Ia mencoba melawan, tetapi Wilian bergerak cepat, menangkis serangan yang lemah dan melumpuhkannya dengan satu pukulan telak. Pria itu terjatuh ke lantai dengan suara keras, tidak mampu bangkit lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love letter Eleonora
Teen FictionEleonora Octavia, gadis cantik jelita dengan hati suci, tak pernah menyangka hidupnya akan terjerat dalam pusaran cinta terlarang. Kehidupannya yang sederhana dan damai seketika sirna saat ia diculik para prajurit istana dan dipaksa menjadi selir sa...