Seiring berjalannya waktu, Willian terus menunjukkan dedikasinya dan keterampilan yang luar biasa sebagai prajurit istana. Ia dikenal sebagai sosok yang cermat, waspada, dan memiliki kemampuan bertarung yang unggul.
Rekan-rekannya mengagumi ketenangannya, sementara atasan-atasannya mengakui performa dan etos kerjanya yang mengesankan.
Suatu hari, Willian dipanggil oleh komandan senior, Giorgio untuk bertemu di ruang pertemuan. Ia berjalan dengan cepat, merasa sedikit gugup namun juga bersemangat. Setibanya di sana, Giorgio
menatapnya dengan pandangan penuh arti."Willian, aku memiliki tugas penting untukmu," ucap Giorgio dengan suara tegas. "Kau telah menunjukkan performa yang luar biasa dalam mengawal dan menjaga keamanan istana. Karena itu, aku memutuskan untuk menunjukmu sebagai pengganti penjaga keamanan yang akan segera pensiun."
"Terima kasih, Tuan. Saya akan menjalankan tugas ini dengan sebaik mungkin," jawabnya.
Giorgio mengangguk, menunjukkan ekspresi puas. "Aku yakin kau bisa melakukannya. Mulai hari ini, kau akan bertanggung jawab atas keamanan di sekitar ruang-ruang penting istana. Tugas ini tidak mudah, tetapi aku percaya pada kemampuanmu."
Willian segera memulai tugas barunya dengan semangat dan dedikasi yang sama seperti sebelumnya.
Ia memeriksa setiap sudut istana, memastikan tidak ada celah keamanan yang terlewatkan.
Suatu malam, ketika Willian sedang berpatroli di sekitar koridor istana, ia mendengar suara isakan tangis yang teredam. Suara itu berasal dari balik salah satu pintu kamar yang terkunci.
Hatinya terusik, dan ia mendekat dengan hati-hati, memastikan tidak ada prajurit lain yang melihatnya.
Mendekati pintu, Willian merasakan dorongan untuk setidaknya menawarkan sedikit penghiburan. Ia tidak berniat untuk melanggar peraturan, tetapi ia tahu betapa beratnya hidup sebagai tawanan di istana ini. Dengan suara lembut, ia berbicara dari balik pintu.
"Halo? Apakah kau baik-baik saja di dalam sana?" tanya Willian dengan nada penuh empati.
Suara isakan tangis itu berhenti sejenak, lalu terdengar suara seorang gadis yang terdengar lemah dan putus asa.
"Siapa di sana?"
"Aku Willian Harrington, salah satu penjaga istana. Aku mendengar suara tangismu dan hanya ingin memastikan kau baik-baik saja," jawabnya.
"Namaku Eleonora... Eleonora Octavia. Hidup di sini begitu sulit... Aku merasa begitu terkurung dan putus asa."
Willian merasakan simpati yang mendalam untuk gadis di balik pintu itu. Meskipun ia tahu bahwa ia tidak bisa berbuat banyak.
"Aku tahu ini tidak mudah, Eleonora. Istana ini bisa menjadi tempat yang sangat menekan. Tetapi ingatlah bahwa di dalam dirimu ada kekuatan yang besar."
"Jangan biarkan situasi ini menghancurkan semangatmu."
"Terima kasih, Willian. Kata-katamu memberikan sedikit penghiburan. Aku hanya berharap ada cara untuk keluar dari sini."
Percakapan mereka terhenti ketika Willian mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia segera berbisik, "Aku harus pergi sekarang. Jaga dirimu, Eleonora."
Saat Willian hendak beranjak pergi, suara lembut Eleonora menghentikannya.
"Willian, tunggu," panggil Eleonora dari balik pintu. Willian berhenti dan menoleh ke arah pintu.
"Ada apa?" tanyanya.
Dari bawah pintu, sebuah sepucuk surat perlahan diselipkan. Willian memungutnya dengan rasa penasaran.
"Apa ini?" ia bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love letter Eleonora
Fiksi RemajaEleonora Octavia, gadis cantik jelita dengan hati suci, tak pernah menyangka hidupnya akan terjerat dalam pusaran cinta terlarang. Kehidupannya yang sederhana dan damai seketika sirna saat ia diculik para prajurit istana dan dipaksa menjadi selir sa...